Sukses

Kajian UI Tidak Temukan Bukti Kuat Dugaan Kartel Minyak Goreng

Lembaga Kajian Persaingan dan Kebijakan Usaha Fakultas Hukum Universitas Indonesia (LKPU-FHUI) menilai, bukti yang digunakan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) dalam perkara dugaan kartel minyak goreng tidak kuat. Sebab, tindakan menaikkan harga suatu barang atau jasa dalam kegiatan usaha merupakan tindakan yang biasa dilakukan.

Liputan6.com, Jakarta - Lembaga Kajian Persaingan dan Kebijakan Usaha Fakultas Hukum Universitas Indonesia (LKPU-FHUI) menilai, bukti yang digunakan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) dalam perkara dugaan kartel minyak goreng tidak kuat. Sebab, tindakan menaikkan harga suatu barang atau jasa dalam kegiatan usaha merupakan tindakan yang biasa dilakukan.

"Sepanjang tidak dilakukan berdasarkan kesepakatan atau perjanjian, maka tindakan tersebut bukan perbuatan yang dilarang. Artinya, tidak tepat apabila investigator KPPU menggunakan tindakan menaikkan harga secara bersamaan sebagai bukti telah terjadi perjanjian," ujar Ditha dalam seminar, seperti dikutip dari siaran tertulis, Selasa (4/4/2023).

Ditha berpandangan, bukti adanya komunikasi di antara pelaku usaha hanya berbentuk rekapitulasi rapat-rapat di asosiasi, tanpa menunjukkan materi pembahasan dari rapat-rapat tersebut. Utamanya, pembicaraan mengenai harga.

"Ini tidak kuat apabila digunakan sebagai bukti adanya penetapan harga. Dengan demikian, bisa dikatakan unsur-unsur perjanjian maupun penetapan harga sebagaimana terdapat dalam Pasal 5 ayat 1 Undang-Undang Nomor 5/1999 tidak terpenuhi,” yakin Ditha.

Ditha melanjutkan, soal dugaan pelanggaran Pasal 19 huruf C UU Antimonopoli, investigator KPPU dalam LDP-nya menyatakan bahwa para terlapor secara bersama membatasi peredaran dan atau penjualan. Akibatnya, pasokan di pasar menjadi berkurang hingga terjadi kelangkaan.

Namun berdasarkan data tren volume produksi dan volume penjualan minyak goreng kemasan periode Januari 2020 sampai dengan Mei 2022 yang disampaikan pelaku usaha, menurut Ditha tidak menunjukanselisih signifikan antara volume produksi dengan volume penjualan selama periode dugaan pelanggaran.

"Ini menjadi bukti bahwa pelaku usaha yang menjadi terlapor tidak melakukan pembatasan peredaran atau penjualan minyak goreng,” yakin dia lagi.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Kenaikan Harga

Seperti diketahui, harga minyak goreng mengalami kenaikan dan kelangkaan produk terjadi pada tahun 2021-2022. Hal ini mendorong KPPU melakukan penyelidikan hingga pemeriksaan adanya indikasi pelanggaran Undang-Undang Nomor 5 tahun 1999.

KPPU menyelidiki 27 perusahaan minyak goreng kemasan akibat diduga membuat kesepakatan penetapan harga minyak goreng kemasan pada periode Oktober-Desember 2021 dan periode Maret–Mei 2022. Akibat dugaan itu, KPPU melakukan pembatasan peredaran atau penjualan minyak goreng kemasan pada periode Januari–Mei 2022.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.