Sukses

KPK: Lukas Enembe Mogok Minum Obat 2 Hari, Tak Ada Keluhan soal Kesehatan

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut Gubernur nonaktif Papua Lukas Enembe sempat mogok minum obat selama dua hari.

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut Gubernur nonaktif Papua Lukas Enembe sempat mogok minum obat selama dua hari. Lukas Enembe enggan minum obat pada Senin 20 Maret 2023 hingga Selasa 21 Maret 2023.

"Dari informasi yang kami peroleh, betul LE (Lukas Enembe) mogok minum obat. Namun itu hanya pada hari Senin dan Selasa kemarin," ujar Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Kamis (23/3/2023).

Ali mengatakan, pada Rabu, 22 Maret 2023 hingga hari ini, Lukas bersedia kembali meminum obat seperti sedia kala. Menurut Ali, pemberian obat diawasi langsung oleh petugas Rutan KPK.

"Pemberian obat langsung di bawah pengawasan petugas Rutan untuk memastikan obat yang diberikan dokter tersebut diminumnya. Obat yang diberikan merupakan resep dari dokter RSPAD," kata Ali.

Ali mengatakan, meski Lukas Enembe sempat mogok minum obat selama dua hari, tak ada kendala dengan kondisi kesehatannya. Malah, menurut Ali, kesehatan Lukas di dalam Rutan KPK stabil.

"Dari laporan petugas, LE sampai hari ini ini tidak ada keluhan soal kesehatannya. Sehingga kami yakin masyarakat tidak terprovokasi narasi penasihat hukum tersangka dimaksud," kata Ali.

Selama ini, tim penasihat hukum Lukas Enembe kerap mengatakan bahwa kondisi kesehatan Lukas Enembe kian parah selama berada di rutan. Bahkan, penasihat hukum sempat membuat isu Lukas mendapatkan makanan busuk di rutan.

Ali mengingatkan agar tim penasihat hukum Lukas tak lagi memunculkan narasi yang kontradiktif.

"KPK mengingatkan agar penasihat hukum kooperatif dalam melakukan pendampingan kepada tersangka, dan tidak bertindak di luar norma-norma hukum, agar perkara ini bisa segera mendapatkan kepastian hukum," kata Ali.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

KPK Akan Kembangkan Kasus Lukas Enembe dengan Pasal TPPU

 

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memastikan pihaknya memiliki banyak informasi untuk mengembangkan kasus Gubernur nonaktif Papua Lukas Enembe. KPK meyakini nantinya Lukas Enembe bisa dijerat dengan pasal tentang kerugian keuangan negara dan tindak pidana pencucian uang (TPPU).

"Tentu ke depan masih banyak informasi dan data yang terus kami kembangkan," ujar Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Kamis (23/3/2023).

Ali tak merinci informasi dan data yang dimiliki pihaknya untuk mengembangkan kasus Lukas. Namun Ali memastikan bakal mengusut adanya kerugian negara maupun pencucian uang dalam kasus Lukas Enembe.

"Baik itu Pasal 2, Pasal 3 (tentang adanya kerugian negara), bahkan kemudian undang-undang lain, TPPU (tindak pidana pencucian uang)," kata Ali.

Namun, Ali menyebut untuk saat ini pihaknya masih fokus pada pengusutan pasal suap yang disangkakan kepada Lukas Enembe. Ali meminta masyarakat bersabar dan turut membantu penanganan perkara yang ditangani KPK.

"Kita tunggu nanti perkembangannya, karena kita masih fokuskan pasal suap dan gratifikasi karena terbatas dengan masa penahanan," kata Ali.

3 dari 4 halaman

Kasus Lukas Enembe: KPK Sita Rp50,7 Miliar, Bekukan Rp81,8 Miliar dan 31.559 Dollar Singapura

KPK telah menyita dan membekukan uang miliaran rupiah berkaitan dengan penyidikan kasus dugaan suap dan gratifikasi Gubernur nonaktit Papua Lukas Enembe.

"Tim penyidik telah melakukan penyitaan uang sekitar Rp50,7 miliar. Di samping itu tim juga juga telah membekukan uang dalam rekening sekitar Rp81,8 miliar dan SGD 31.559," ujar Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Kamis (16/3/2023).

Ali mengatakan, dalam pengusutan kasus ini tim penyidik sudah memeriksa 90 saksi termasuk ahli didigital forensik, ahli accounting forensik dan ahli dari kesehatan.

"Tim penyidik juga telah menyita emas batangan, beberapa cincin batu mulia dan 4 unit mobil. Penanganan perkara dimaksud kami fokuskan lebih dahulu pembuktian unsur pasal suap dan gratifikasi," kata Ali.

Ali mengatakan KPK terus mengembangkan perkara Lukas dengan kemungkinan penerapan pasal maupun ketentuan undang-undang lainnya untuk mengoptimalkan asset recovery yang dinikmati Lukas.

"Perkembangan akan disampaikan," kata Ali.

4 dari 4 halaman

Kasus yang Menjerat Lukas Enembe

KPK menjerat Gubernur nonaktif Papua Lukas Enembe sebagai tersangka kasus dugaan suap dan gratifikasi proyek infrastruktur di Pemerintah Provinsi (Pemprov) Papua. Lukas Enembe diduga menerima suap atau gratifikasi sebesar Rp10 miliar.

Selain itu, KPK juga telah memblokir rekening dengan nilai sekitar Rp76,2 miliar.

Kasus ini bermula saat Direktur PT Tabi Bangun Papua Rijatono Lakka mendapatkan proyek infrastruktur usai melobi Lukas Enembe dan beberapa pejabat Pemprov Papua. Padahal perusahaan Rijatono bergerak dibidang farmasi.

Kesepakatan yang disanggupi Rijatono dan diterima Lukas Enembe serta beberapa pejabat di Pemprov Papua di antaranya yaitu adanya pembagian persentase fee proyek hingga mencapai 14 % dari nilai kontrak setelah dikurangi nilai PPh dan PPN.

Setidaknya, ada tiga proyek yang didapatkan Rijatono. Pertama yakni peningkatan Jalan Entrop-Hamadi dengan nilai proyek Rp14,8 miliar. Lalu, rehabilitasi sarana dan prasarana penunjang PAUD Integrasi dengan nilai proyek Rp13,3 miliar. Terakhir, proyek penataan lingkungan venue menembang outdoor AURI dengan nilai proyek Rp12,9 miliar.

Dari tiga proyek itu, Lukas diduga sudah menerima Rp1 miliar dari Rijatono.

Dalam kasus ini, Rijatono disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) atau Pasal 5 ayat (2) dan Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Sementara itu, Lukas disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau pasal 11 dan pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.