Sukses

PDIP Bahas soal Pangan sampai Kemisikinan Jelang HUT ke-50

Rokhmin Dahuri dalam sambutannya mewakili Sekjen DPP PDIP Hasto Kristiyanto, menegaskan, bahwa urusan pangan pokok adalah masalah paling utama bangsa Indonesia, karena ini adalah urusan perut yang sampai kapan pun tidak tergantikan.

Liputan6.com, Jakarta Jelang HUT PDIP ke-50, Badan Penelitian Pusat PDI Perjuangan (Balitpus) menggelar seminar akhir tahun bertema “Kedaulatan Pangan, Transformasi Pendidikan dan Kemiskinan Nol untuk Mewujudkan Indonesia Raya Sepenuhnya” di Kantor DPP PDI Perjuangan, Menteng, Jakarta Pusat. Jumat, (23/12/2022)

Pada sub-tema HUT ke-50, yaitu “Persatuan Indonesia untuk Indonesia Raya”, PDI Perjuangan hendak menekankan pada tujuan strategis bangsa ke depan, yaitu bagaimana mencapai kedaulatan dan keberdikarian di bidang pangan; transformasi pendidikan bagi peningkatan sumber daya unggul; dan kemiskinan nol untuk membebaskan wong cilik dari kemiskinan, yang mampu mewujudkan Indonesia Raya sepenuhnya.

Dibuka oleh Ketua DPP PDIP Rokhmin Dahuri dalam sambutannya mewakili Sekjen DPP PDIP Hasto Kristiyanto, menegaskan, bahwa urusan pangan pokok adalah masalah paling utama bangsa Indonesia, karena ini adalah urusan perut yang sampai kapan pun tidak tergantikan.

Makanan pokok tidak tunggal, tetapi ada beberapa macam yaitu sumber karbohidrat, diet utama rakyat Indonesia, seperti beras, jagung, singkong, ubi-ubian, dan sagu.

“Pangan harus tidak hanya dijaga produksinya bahkan harus ditingkatkan, mengingat populasi Indonesia terus bertumbuh,’ kata Rokhmin.

Di sisi lain, sumber daya manusia (SDM) kini menjadi sangat penting, khususnya dalam penguasaan bangsa di bidang sains dan teknologi serta sistem inovasi. Inovasi dilakukan oleh manusia, bukan oleh lembaga atau mesin. Oleh karena itu, peningkatan kualitas SDM mutlak dilakukan.

Selain itu, talenta, dalam pengertian manusia yang terlibat intim dalam penelitian dalam R&D (human capital engaged in research and development), yang terbaik perlu direkrut, diberikan kesempatan berkembang, dan didukung pengembangannya di Indonesia. Yang perlu dicatat adalah, ini membutuhkan pendanaan yang memadai.

“Selain itu, kemiskinan dan kesenjangan ekonomi dan sosial adalah fenomena yang kompleks dan sulit diberantas. Walaupun demikian, itu adalah janji kemerdekaan yang harus diwujudkan, sebagaimana dinyatakan dalam Nawacita II Pemerintahan Presiden Joko Widodo. Mewujudkan masyakat adil dan makmur adalah tujuan berdirinya negara. Mau tidak mau kita, bangsa Indonesia harus keluar dari kemiskinan,” ujarnya.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Belum Stabil

Sementara itu, Dewan Pakar Balitpus PDI Perjuangan Sonny Keraf menambahkan bahwa meski Indonesia belakangan ini bisa berswasembada beras, akan tetapi tidak berlangsung lama, karena kini harus impor kembali.

Artinya, belum ada kestabilan produksi dan keberlanjutan kemandirian pangan. Ini terkait dengan masalah dari sejak hulu hingga hilir dari rantai produksi pangan, terutama juga terkait masalah pembangunan pertanian dan ekonomi pangan hingga pengolahan pangan dan distribusinya.

“Dalam konteks pendidikan ilmu-ilmu dasar, dahulu, pada masa pemerintahan Sukarno, dengan dana terbatas, pemerintah Indonesia berani mencanangkan penelitian dasar dan mendorong dibukanya pendidikan tinggi (higher education) ilmu-ilmu dasar melalui pendirian-pendirian Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA), dan mengirim para dosennya studi lanjut ke negara-negara yang unggul sains dasarnya seperti Amerika Serikat, Eropa Barat dan Uni Soviet," jelas Keraf.

"Indonesia bahkan merintis pembangunan laboratorium reaktor nuklir di UGM dan merintis pendirian Lembaga Elektronika Nasional (LEN), yang sayangnya kini menjadi kurang terurus dan sulit berkembang,” ujarnya.

Secara teoritik, kemiskinan dan kesenjangan Ekonomi dan Sosial menjadi bahasan di berbagai disiplin ilmu sosial seperti ilmu ekonomi, sosiologi, antropologi, politik, dan lain-lain; bahkan menjadi perbincangan juga di ilmu-ilmu alam terapan seperti kedokteran, farmasi, dan ilmu-ilmu rekayasa.

Persoalan lainnya adalah bagaimana perkembangan teori dan praktek “Penanggulangan Kemiskinan” yang tidak hanya kuratif namun juga teori dan praktek penanggulangan kemiskinan yang produktif-inovatif.

Untuk itu, ia berharap agar diskusi ini dapat menemukan adanya bahan-bahan masukan yang komprehensif dan strategis mengenai berbagai pembangunan bidang dan sektor. Selain itu, adanya masukan-masukan dari para ahli di tiga bidang strategis tersebut.

Serta, adanya pandangan yang berdimensi kebijakan dan praktis bagi implementasi di bidang kedaulatan/keberdikarian pangan, transformasi pendidikan dan kemiskinan nol.

“Selain itu, adanya hasil laporan bagi rekomendasi bidang-bidang pokok. Karena ini menuju HUT partai ke-50 juga dalam menyusun visi misi 2024,” tutur Keraf.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.