Sukses

Bareskrim Minta BPOM Kooperatif Dalami Pemeriksaan Kasus Gagal Ginjal

Pihak Kepolisian bakal kembali melakukan pemeriksaan terhadap beredarnya obat sirup mengandung bahan berbahaya.

Liputan6.com, Jakarta - Tim penyidik Bareskrim Mabes Polri telah melayangkan surat pemanggilan pemeriksaan kepada Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) terkait kasus cemaran larutan berbahaya etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG) di obat sirup anak.

"Pada hari Jumat tanggal 18 November 2022 tim penyidik Bareskrim Polri mengirimkan surat pemanggilan kepada Kepala BPOM RI pada hari Senin, 21 November 2022, untuk diambil keterangannya sebagai saksi," kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen Ahmad Ramadhan, Senin, 21 November 2022.

Melalui Direktur Tindak Pidana Tertentu (Dirtipidter) Bareskrim Brigjen Pipit Rismanto, pihaknya meminta kepada pihak BPOM untuk kooperatif dan memenuhi panggilan Bareskrim.

Hal ini disebabkan pihak Kepolisian bakal kembali melakukan pemeriksaan terhadap beredarnya obat sirup tersebut.

"Pastilah, kita yang penting adalah teman-teman media silakan itu mendorong bahwa BPOM lebih kooperatif ya. Dan BPOM bisa kooperatif karena kita kan mau lakukan pemeriksaan," ujar Pipit saat dikonfirmasi wartawan.

Tetapkan Dua Korporat Tersangka

Sebelumnya Bareskrim Polri telah menetapkan dua perusahaan sebagai tersangka di kasus obat sirup anak, yakni PT Afi Farma dan CV Chemical Samudera. 

Brigjen Pipit juga menyebutkan, pihaknya tidak mempersalahkan jika BPOM turut membantu Kepolisian untuk mengungkap kasus obat sirup ini. Sebab Pipit menilai, BPOM juga mempunyai kewenangan penyidikan di kasus ini karena BPOM memiliki pejabat pegawai negeri sipil (PPNS) yang bisa melakukan penyidikan.

"BPOM itu memang memiliki kewenangan melakukan penegakan hukum, penyidikan, PPNS-nya kan ada terkait dengan produsen-produsen. Karena kan memang tugas mereka melakukan pengawasan," tutur Pipit.  

Meskipun demikian, Pipit menekankan bahwa penetapan tersangka yang dilakukan BPOM telah melalui koordinasi Polri.

Pipit menyebut, Kepolisian dan BPOM sama-sama punya kewenangan di bidang penegakan hukum.

"Bedanya kami dari Kepolisian itu menetapkan siapa yang bertanggung jawab itu dari pasien dulu. Ada pasien meninggal, keluarga pasien meninggal, kan kita dalami dulu," tutup Pipit.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Tak Berlindung di Kejaksaan Agung

Ketua Komunitas Konsumen Indonesia (KKI) David Tobing meminta Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) tak berlindung di balik Kejaksaan Agung (Kejagung) terkait cemaran obat yang menyebabkan kasus gagal ginjal akut.

Pernyataan ini disampaikan David menanggapi keterangan BPOM yang mengaku akan menghadapi gugatan KKI dengan pendampingan dari Jaksa Agung Muda Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara (Jamdatun) Kejaksaan Agung (Kejagung).

"Kepala BPOM seharusnya cukup menggunakan biro hukum di BPOM dalam menghadapi gugatan KKI ke PTUN," ujar David dalam keterangannya, Jumat (18/11/2022).

Diketahui, KKI menggugat BPOM ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta. Gugatan yang dilayangkan pada 11 November 2022 terdaftar dengan nomor perkara 400/G/TF/2022/PTUN JKT.

KKI menduga BPOM melakukan perbuatan melawan hukum penguasa dan pembohongan publik.

David merasa heran dengan tindakan BPOM yang seolah berlindung di balik Kejagung. Pasalnya, David menilai BPOM merupakan pihak yang berpotensi menjadi tersangka karena kesalahannya memberikan izin edar obat sirop yang tercemar hingga memicu kasus gagal ginjal akut.

"Ini tidak elok karena BPOM sendiri berpotensi menjadi pihak yang dimintai pertanggungjawaban dari sisi pidana karena akibat kelalaian BPOM yang mengeluarkan izin edar obat sirup yang tercemar mengakibatkan banyak korban meninggal dan sakit," kata David.

David menegaskan, BPOM memberikan sertifikat Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) kepada pedagang besar farmasi yang memasok bahan baku ke produsen obat. BPOM juga memberikan sertifikat Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) kepada produsen obat.

Menurut David, BPOM juga mengeluarkan izin edar atas obat yang tercemar dan mengakibatkan banyaknya korban meninggal dan sakit akibat gagal ginjal akut progresif atipikal (GGAPA) pada anak.

"Jadi BPOM berpotensi menjadi pelaku ataupun pihak yang turut serta melakukan tindak pidana, karena saat ini sudah ada distributor obat yang dicabut sertifikat CDOB, sudah ada produsen obat yang dicabut CPOB-nya dan sudah 73 obat yang dicabut izin edarnya," kata dia.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.