Sukses

MA Putuskan TWK untuk CPNS Sah dan Konstitusional

Mahkamah Agung (MA) memutuskan tes wawasan kebangsaan (TWK) untuk calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) sah dan konstitusional.

Liputan6.com, Jakarta Mahkamah Agung (MA) memutuskan tes wawasan kebangsaan (TWK) untuk calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) sah dan konstitusional.

Hal tersebut tertuang pada putusan nomor 2 P/HUM/2020 atas nama pemohon Mifta Adita dan Suwarno.

Adapun para pemohon melakukan uji materil terhadap Pasal 3 Permenpan-RB dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia Nomor 61 Tahun 2018. Diketahui dalam pasal 3 tersebut dijelaskan mengenai nilai ambang batas seleksi kompetensi dasar, yang meliputi tes karakteristik pribadi (TKP) 143, tes inteligensia umum (TIU) 80 dan tes wawasan kebangsaan (TWK) 75.

"Bahwa juga Para Pemohon mewakili para CPNS yang berstatus P1/TL dan gagal menjadi CPNS Tahun 2018 disebabkan karena Permenpan-RB Nomor 61 Tahun 2018 yang terbit pada saat berlangsungnya tahapan seleksi sehingga menutup peluang yang lulus sebanyak 3% dari total peserta SKD atau 37% dari total alokasi formasi," pada poin kedudukan hukum pemohon seperti dikutip, Kamis (24/6/2021).

Selanjutnya pemohon menjelaskan alasan permohonan pengujian. Pada poin 4 dijelaskan bahwa Pasal 3 Permenpan-RB Nomor 61 Tahun 2018 mengenai passing grade yang diturunkan drastis sangat bertentangan dengan peraturan sebelumnya yakni Permenpan-RB Nomor 37 Tahun 2018. Hal tersebut kata Pemohon berdampak kerugian pada Para Pemohon yang merupakan Peserta CPNS tahun 2018 yang berstatus P1/TL.

"Karena Permenpan-RB Nomor 61 Tahun 2018 tersebut muncul pada saat sedang berlangsungnya seleksi CPNS Tahun 2018 dan membuat Para Pemohon tidak bisa diangkat menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil Tahun 2018, malah Termohon mengangkat mereka yang telah gagal SKD (seleksi Kompetensi Dasar) sesuai dengan Pasal 3 Permenpan-RB Nomor 37 Tahun 2018," demikian bunyi poin ke-4.

Namun, MA menolak permohonan dari Mifta dan Suwarno. Sebab majelis menilai Permenpan-RB Nomor 61 Tahun 2018 merupakan pelengkap dari peraturan pelaksana lainnya dalam seleksi CPNS Tahun 2018 khususnya terkait optimalisasi pemenuhan kebutuhan/formasi PNS Tahun 2018.

"Bahwa dengan demikian telah jelas, Permenpan RB Nomor 61 Tahun 2018 (objek hak uji materiil) merupakan pelengkap dari peraturan pelaksana lainnya dalam seleksi CPNS Tahun 2018 khususnya terkait optimalisasi pemenuhan kebutuhan/formasi PNS Tahun 2018. Sekali lagi, sebagai peraturan teknis, objek hak uji materiil diterbitkan dalam rangka melaksanakan tahap Seleksi Kompetensi Dasar (SKD), untuk kemudian dilanjutkan ke tahap Seleksi Kompetensi Bidang (SKB)," penjelasan majelis dalam putusan tersebut.

Hal tersebutm kata majelis, sejalan dengan Pasal 62 ayat (2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara dan Pasal 26 Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil, serta tidak menghilangkan tiga tahapan seleksi sebagaimana telah ditentukan yaitu seleksi administrasi, seleksi kompetensi dasar, dan seleksi kompetensi bidang.

"Menolak permohonan keberatan hak uji materiil dari Pemohon I: Mifta Aditia Wulandari, tersebut;. 2 Menyatakan permohonan keberatan hak uji materiil dari Pemohon II: Suwarto, tidak diterima," demikian bunyi putusannya.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Membayar Denda

Kemudian dalam pertimbangan majelis hakim juga dijelaskan Pasal 3 Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor Nomor 61 Tahun 2018 tentang Optimalisasi Pemenuhan Kebutuhan/Formasi Pegawai Negeri Sipil dalam Seleksi Calon Pegawai Negeri Sipil Tahun 2018, tidak bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi yaitu Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, dan Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil.

Dengan ditolaknya uji materil tersebut, majelis hakim pun menghukum para pemohon untuk membayar biaya perkara. Diketahui putusan tersebut dikeluarkan pada 24 Februari 2020.

"Selanjutnya sebagai pihak yang kalah Para Pemohon (Pemohon I dan II) dihukum untuk membayar biaya perkara sebesar Rp 1.000.000," demikian.

 

 

Reporter: Intan Umbari/Merdeka.com

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.