Sukses

Hakim Akan Pertimbangkan Permohonan Penangguhan Penahanan Irjen Napoleon

Kadiv Hubinter Polri Irjen Napoleon Bonaparte didakwa menerima suap terkait penghapusan red notice Djoko Tjandra.

Liputan6.com, Jakarta - Majelis hakim Pengadilan Tipikor, Jakarta akan mempertimbangkan permohonan penangguhan penahanan terdakwa kasus red notice terhadap Djoko Tjandra, Irjen Napoleon Bonaparte. 

Hal itu disampaikan setelah pembacaan putusan sela atas eksepsi atau nota keberatan oleh majelis hakim.

"Terkait pengajuan permohonan penangguhan penahanan (terdakwa Irjen Napoleon) kami akan mempertimbangkan," ujar Hakim Ketua Muhammad Damis dalam sidang di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Senin (23/11/2020).

Damis menyampaikan bahwa pertimbangan terhadap permohonan penangguhan penahanan akan ditindaklanjuti dengan mengeluarkan produk yang menetapkan sikap majelis hakim.

"Namun demikian terhadap permohonan tersebut tidak perlu ada pembaharuan. Cukup dengan permohonan itu saja, jika majelis sudah bisa menyikapi akan kita tindak dengan mengeluarkan penetapan," ujar Damis.

Sementara ditemui saat di luar persidangan, penasihat hukum Irjen Napoleon, Santrawan T Pangarang menjelaskan bahwa permohonan penangguhan penahanan telah diajukan dalam setiap pemeriksaan.

"Penangguhan penahanan kita sudah ajukan. Dalam setiap pemeriksaan kan wajib diajukan kepada pejabat yang berwenang," kata Santrawan.

 

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Dakwaan Irjen Napoleon

Dalam persidangan sebelumnya, Mantan Kadiv Hubinter Polri Irjen Napoleon Bonaparte didakwa menerima sejumlah uang untuk mengurus penghapusan red notice terhadap Djoko Tjandra.

"Telah menerima pemberian atau janji yaitu terdakwa Irjen Pol Napoleon Bonaparte menerima uang sejumlah SGD 200 ribu dan USD 270 ribu," tutur jaksa saat pembacaan dakwaan.

Jaksa menyebut, Irjen Napoleon menerima aliran uang tersebut langsung dari terdakwa Tommy Sumardi dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, untuk menghapus nama Djoko Tjandra dari Daftar Pencanan Orang (DPO) yang dicatatkan di Direktorat Jenderal Imigrasi.

Dengan cara Terdakwa Irjen Napoleon Bonaparte memerintahkan penerbitan surat yang ditujukan kepada Dirjen Imigrasi Kemenkumham RI yaitu surat nomor B/1000/IV/2020/NCB-Div HI, tanggal 29 April 2020, surat nomor: B/1030/V/2020/NCB-Div HI tanggal 04 Mei 2020, surat nomor 8 1036/V/2020/NCB-Div HI tgi 05 Mei 2020.

"Yang dengan surat-surat tersebut pada tanggal 13 Mei 2020, pihak Imigrasi melakukan penghapusan status DPO atas nama Joko Soegiarto Tjandra dari sistem Enhanced Cekal System (ECS) pada Sistim Informasi Keimigrasian (SIMKIM) Direktorat Jenderal Imigrasi," jelas dia.

Jaksa menegaskan, perbuatan tersebut mengakibatkan terhapusnya status DPO Djoko Tjandra pada sistem ECS Imigrasi. Sebagai polisi, Irjen Napoleon Bonaparte seharusnya melakukan penangkapan terhadap Djoko Tjandra jika masuk ke Indonesia.

"Petugas juga mesti menjaga informasi Interpol hanya untuk kepentingan kepolisian dan penegakan hukum serta tidak menerima pemberian berupa hadiah dan atau janji-janji," jaksa menandaskan.

 

Reporter: Bachtiarudin Alam/Merdeka.com

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.