Sukses

Fahri Dukung Anak - Mantu Jokowi di Pilkada, Strategi Gelora Cari Dukungan Pemerintah?

Sikap politik Waketum Gelora, Fahri Hamzah disorot lantaran mendukung keluarga Presiden Joko Widodo di Pilkada 2020.

Liputan6.com, Jakarta - Sikap politik Waketum Gelora, Fahri Hamzah disorot lantaran mendukung keluarga Presiden Joko Widodo di Pilkada 2020. Kini, sikap eks Wakil Ketua DPR itu dianggap tidak kritis lagi terhadap Jokowi seperti dulu.

Pengamat politik, Ujang Komarudin menilai, sikap Fahri bisa saja bagian dari strategi politik partai Gelora. Menurutnya, Gelora butuh dukungan pemerintah sebagai partai baru.

"Sikap FH tersebut bisa saja keterpaksaan karena Geloranya ingin merapat ke kekuasaan. Sebagai partai baru Gelora butuh dukungan pemerintah," kata Ujang, Selasa (29/9).

Menurutnya, sikap tersebut dilakukan Fahri untuk pembeda dengan PKS, sebagai partai politiknya dulu. PKS pun kini tetap konsisten menjadi oposisi.

"Dan itu juga dilakukan untuk menjadi pembeda dengan PKS. Ketika PKS menjadi oposisi, maka Gelora akan ke pemerintah. Karena kedua partai itu beda pandangan," terangnya.

Dia menambahkan, suka tak suka, kini Fahri Hamzah sudah berubah dan hal itu lumrah terjadi dalam politik. Ujang mengatakan, konsistensi itu kadang sulit dipegang bagi para politisi.

"Politisi itu memang mudah berubah. Pagi tempe, siang kadang tahu. Sore kerupuk, malam kadang tahu bacem.Ucapan dan tindakannya kadang-kadang berubah sesuai dengan kepentingan," kata dia.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Wajar Terlihat Ramah

Sedangkan, pengamat politik Adi Prayitno menilai, pilihan sikap politik Fahri sebagai tanda pembeda posisi Gelora dan PKS. Sehingga, wajar jika Fahri terlihat ramah dengan pemerintah.

"Fahri ingin membawa Gelora punya positioning berbeda dari PKS yang antipemerintah. Wajar jika belakangan Fahri dan pemerintah terlihat intim. Pemandangan langka terutama ketika Fahri jadi wakil ketua DPR," tuturnya.

Namun, kata Adi, Fahri punya resiko dari efek inkonsistensi politik seperti itu. Tuduhan balik ke Fahri sangat keras dan publik cepat memvonis. Sedikit saja pernyataan dan gerakan politik yang tak konsisten, pasti publik mencap aneh.

"Ini yang terjadi ke Bang Fahri. Wajar publik menghakimi seperti itu. Dulu melihat Fahri dan pemerintah seperti air dan minyak mustahil gabung. Sekarang, air dan minyak bisa nyatu dengan sikap fahri yang begitu," pungkasnya.

Reporter: Genan Kasah

Sumber: Merdeka.com

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.