Sukses

Derita Pilu Awak Kabin Garuda Indonesia, Dilarang Terbang hingga Mutasi Seenaknya

Menurut awak kabin, Ari Askhara arogan saat menjabat sebagai Direktur Utama Garuda Indonesia dan menjatuhkan sanksi yang tidak jelas penyebabnya.

Liputan6.com, Jakarta - Awak kabin Garuda Indonesia bertemu dengan Menteri Badan Usaha Milik Negara (Menteri BUMN) Erck Thohir.

Pertemuan berlangsung usai Erick memberhentikan I Gusti Ngurah Askhara Danadiputra atau Ari Askhara sebagai Dirut Garuda Indonesia.

Kecerian nampak terlihat dari wajah awak kabin Garuda Indonesia usai bertemu dengan Erick Thohir. Mereka tergabung dalam Ikatan Awak Kabin Garuda Indonesia (‎Ikagi).

Pertemuan itu membicarakan mengenai nasib Garuda Indonesia setelah diberhentikannya Ari Askhara sebagai pimpinan mereka.

Karena sebelumnya, para Ikagi sempat curhat mengenai pekerjaan mereka selama dipimpin oleh Ari Askhara. Menurut Sekretaris ‎Jenderal Ikagi Jacqueline Tuwanakotta, selama Ari Askhara menjabat, banyak penyalahgunaan wewenang jabatan.

Menurutnya, Ari Askhara arogan saat menjabat sebagai Direktur Utama Garuda Indonesia dan menjatuhkan sanksi yang tidak jelas penyebabnya.

‎"Contoh lakukan kesalahan sedikit langsung dipindahkan ke Papua, kemudian kesalahan yang harusnya masuk dalam pembinaan, tiba-tiba di grounded, tidak boleh terbang, itu banyak dan sering," tutur Jacqueline.

Berikut curhatan pilu para awak kabin Garuda Indonesia yang tergabung dalam Ikagi dihimpun Liputan6.com:

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 7 halaman

Jam Kerja Bertambah

Ketua Ikatan Keluarga Garuda Indonesia (IKAGI) Zaenal Muttaqin membeberkan kebijakan kontrovesial I Gusti Ngurah Askhara atau bisa disapa Ari Askhara selama menjadi Direktur Utama PT Garuda Indonesia (Persero).

Salah satunya, Askhara pernah mengubah rute perjalanan Jakarta-Amsterdam menjadi Jakarta-Denpasar-Medan dan Amsterdam. Perubahan rute ini membuat awak kapal bekerja lebih ekstra dari jadwal penerbangan seharusnya.

"Perjalanan ini jadi sangat panjang sekali dan itu merugikan kami sebagai awak kapal," kata Zaenal.

Panjangnya rute ini membuat awak kabin Garuda Indonesia kelelahan. Masa istirahat pun tetap sama yakni 12 jam. Rentang waktu ini pun sudah termasuk perjalanan transportasi dari bandara menuju tempat istirahat.

Saat itu dia juga tidak mengetahui alasan perubahan rute. Para awak kabin tidak diberitahukan alasan mendasar perubahan rute tersebut.

"Kapasitas kami hanya menjalankan tugas tidak menanyakan paling detail," ucap Zaenal.

 

3 dari 7 halaman

Karyawan hingga Diopname

Zaenal memaparkan mengenai jam kerja yang melebihi batas. Hal tersebut diterapkan pada penerbangan Jakarta-Sidney yang dipaksa harus pulang pergi dalam satu hari.

Padahal, kata dia, seharusnya ada rentang waktu 3 sampai 4 hari.

"Itu beri dampak tidak bagus kepada awak kabin, sekarang sudah ada 8 orang yang diopname. Menurut mereka itu masih masuk jam kerja dan terbang. Tapi dalam pengaturan seharusnya tidak boleh abaikan yang namanya static risk management system, itu yang seharusnya tidak boleh diabaikan," ucap Zaenal.

 

 

4 dari 7 halaman

Buat Perjanjian Kerja Bersama dan Diskriminasi

Lebih jauh Zaenal menyebut segala pernyataan dari sang mantan bos, Askhara merupakan perintah bagi para karyawan Garuda Indonesia.

Padahal dalam membuat aturan atau kebijakan seharusnya melalui kesepatan antara perusahaan dengan karyawan. Caranya melalui kesepakatan dalam Perjanjian Kerja Bersama (PKB).

"Perjanjian Kerja Bersama inilah yang mengatur hak dan kewajiban," katanya.

Selain itu menurut Zaenal, Askhara juga menerapkan diskriminasi ke awak kabin.

"Itu ada soal fatique risk management system kalau penerbangan terlalu panjang, itu sudah kami berikan kritik kepada perusahaan dan pemerintah bahwa ada diskriminasi. Penerbang itu menginap di suatu tempat, kami tidak, kami kerja di ruangan yang sama, harus perhatikan pintu dan cockpit," papar Zaenal.

 

5 dari 7 halaman

Dilarang Terbang

Tak hanya itu, lanjut Zaenal, banyak awak kabin pengurus serikat kerja dilarang terbang. Padahal jam terbang ini menentukan jumlah penghasilan awak kabin.

Dia menuturkan, gaji awak kabin terbagi menjadi dua jenis. Upah dari gaji pokok dan upah sesuai jam terbang. Bila dilarang terbang, awak kabin tidak mendapatkan upah jam terbang.

"Kalau tidak diterbangkan tidak dapat gaji itu," jelas Zaenal.

Hal ini lah yang telah dialaminya selama 4 bulan terakhir. Zaenal mengaku dilarang terbang dengan alasan yang tak jelas.

 

6 dari 7 halaman

Pemberian Sanksi

Menurut Zaenal, dirinya pun terkena sanksi dibebastugaskan sebagai awak kabin selama empat bulan dengan alasan mengganggu kinerja Ari Akhsara.

Selama ini, kata dia, tidak ada yang berani melawan kebijakan otoriter Ari Askhara, karena nantinya akan dikenakan sanksi seperti dirinya atau dijatuhkan Surat Peringatan.

"Prosedur seharusnya terbuka dan transparan, ada di PKS, ada perjanjian khusus, kalau tidak ada berarti aturan sepihak yang dibuat oleh mereka. Selama ini secara internal dilakukan oleh oknum-oknum tertentu, itu dipindahkan tidak ada dasar yang kuat, sehingga tidak berani melawan," cerita Zaenal.

 

7 dari 7 halaman

Mutasi Tanpa Penjelasan

Seorang pramugari Garuda Indonesia bernama Putri Adelia Pamela menginginkan adanya bersih-bersih terhadap 'kroni' Ari Askhara di tubuh Garuda Indonesia.

Dia mewakili para awak kabin meminta Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk menghapus orang-orang yang memiliki ide dan strategi yang sama dengan Ari Askhara.

Selain itu, Ari diceritakan kerap mengeluarkan kebijakan yang merugikan pegawai dan awak kabin, salah satunya mutasi tanpa menjalani prosedur. Hal ini yang dialami banyak para awak kabin termasuk Adelia.

"Kita juga perlu menghapus orang-orang di bawah direksi yang sama memiliki strategi yang sama dengan Bapak Air Askhara," kata Adelia saat ditemui di Kantor Kementerian BUMN, Jakarta, Senin, 9 Desember 2019..

Dia mengaku, bekerja sebagai pramugari sejak tahun 2011. Dalam surat tugasnya dia ditempatkan di Jakarta. Namun sejak bulan Oktober lalu, dia dimutasi ke Ujung Pandang, Makassar tanpa aturan yang jelas.

"Saat ini Saya dimutasi ke Makassar tanpa menjalani prosedur atau aturan yang jelas kepada saya," ungkap Adel.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.