Sukses

Derita Korban Perdagangan Orang, Terancam Lumpuh Hingga Tewas Bunuh Diri

Bareskrim Polri mengungkap sindikat perdagangan orang dengan modus pengiriman pekerja migran secara ilegal.

Liputan6.com, Jakarta - Subdit III Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri mengungkap kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) yang melibatkan tujuh tersangka. Para korban pun bernasib tragis, mulai dari terancam lumpuh hingga memilih mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri.

Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Brigjen Nico Afinta mengatakan, ada empat korban dalam kasus perdagangan orang yang diungkap jajarannya. Keempat korban yakni TS, NP, WW, dan RAF.

"Empat korban dari empat lokasi kejadian," ujar Nico di Kantor Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Selasa (16/7/2019).

Pengalaman pahit dialami TS saat menjadi korban human trafficking di Arab Saudi. Perempuan itu mencoba mengadu nasib ke Arab Saudi lewat rekrutmen tersangka bernama Mamun dan Faisal Fahruroji.

Iming-iming gaji besar membuat TS rela merogoh kocek Rp 6 juta sebagai syarat menjadi asisten rumah tangga di negeri orang. Kata perekrut, gaji 1.200 riyal bisa dikantongi per bulan.

Dia kemudian diberangkatkan melalui jalur non-prosedural yakni Jakarta-Batam-Kuala Lumpur-Arab Saudi. Sampai di sana, dia berhadapan dengan majikan yang ringan tangan.

Mengalami penganiayaan hampir di setiap harinya, TS nekat kabur ke Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) untuk Arab Saudi. Dia berhasil selamat dari siksaan yang hampir membawanya ke kondisi lumpuh permanen.

"TS ini mengalami luka berat karena yang bersangkutan dianiaya oleh majikan sehingga mengalami luka berat dan terancam lumpuh. Tim melakukan penyidikan dan kami menemukan bahwa proses yang dilakukan terhadap Tasini oleh tersangka ada dugaan pelanggaran," kata Nico.

Dalam penelusuran, tersangka Mamun diketahui beraksi sejak 2011 dan telah memberangkatkan sekitar 500 tenaga kerja Indonesia dengan tujuan Asia Pasifik dan Timur Tengah. Keuntungan yang diraup sekitar Rp 40 juta per bulan.

Sementara Faisal Fahruroji mulai mengurusi jasa tenaga kerja dari 2016. Sebanyak 100 orang telah diberangkatkan dengan keuntungan sekitar Rp 60 juta per bulan.

Korban perdagangan orang kedua adalah NP. Dia nekat mengakhiri hidupnya dengan melompat dari jendela rumah majikannya di Kairo, Mesir lantaran tidak kuat lagi menerima tekanan fisik dan psikis selama bekerja.

NP juga membayar uang Rp 7 juta sebagai syarat keberangkatan kepada tersangka atas nama Een Maemunah dan Ahmad Syaifudin.

"Kami melakukan penyidikan di dalam proses ini, berhasil menangkap tersangka EM dan AS. Dimana EM perannya sebagai sponsor dan AS adalah agen di Jakarta," kata Nico.

Een Maemunah merekrut calon tenaga kerja sejak 2016 dan telah memberangkatkan sekitar 200 orang. Dia meraup laba sebesar Rp 5 juta dari setiap orang yang dikirim ke luar negeri.

Kemudin Syaifudin berperan mengurusi berbagai dokumen keberangkatan sejak 2016 dan telah memberangkatkan sekitar 500 pekerja. Adapun keuntungan yang di dapat Rp 12 juta per orang.

 

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Alami Kekerasan Seksual

Korban ketiga yakni WW. Dia diberangkatkan ke Singapura sebagai pengurus bayi dan dijanjikan gaji senilai Rp 8 juta per bulan.

Penderitaannya dimulai sesampainya di Negeri Singa. Alih-alih mengurus bayi, dia malah dipekerjakan sebagai terapis di sebuah spa dan mengalami kekerasan seksual, bahkan oleh perekrutnya sendiri atas nama Wayan Susanto.

Wayan Susanto bekerja sama dengan tersangka Siti Sholikatun telah memberangkatkan 14 orang pekerja sejak 2017. Keuntungan yang didapat sekitar Rp 2,5 juta per bulan.

Korban terakhir adalah RAF. Dia dikirim oleh tersangka Aan Nurhayati sejak usia 15 tahun dengan membayar sejumlah uang sebesar Rp 2 juta.

Awalnya, RAF dijanjikan bekerja di Dubai, Uni Emirat Arab dengan gaji senilai Rp 7,5 juta per bulan. Disangka tiba di negara tersebut, dia malah turun di Istanbul, Turki.

Reycal mulai menjalani siksaan berat oleh majikan lantaran tidak diperbolehkan beristirahat dari pekerjaannya. Gaji yang juga tidak kunjung turun membuatnya semakin tertekan dan nekat melarikan diri ke KBRI di Turki.

"Setelah melapor akhirnya melakukan koordinasi dengan pihak-pihak terkait dan kami berhasil menangkap A," beber Nico.

Nyatanya, tersangka Aan Nurhayati merupakan residivis kasus TPPO tahun 2014. Dia memberangkatkan sekitar 100 orang ke Turki sejak 2017 dan meraup keuntungan Rp 8 juta per orang.

Atas seluruh kasus tersebut, lanjut Nico, Polri tidak hanya memproses para tersangka yang telah ditangkap. Majikan para korban pun akan diproses melalui kerja sama dengan kepolisian negara terkait.

"Kemudian untuk yang atas nama WW itu, spa-nya kami upayakan tutup. Jadi tidak diberikan lagi kegiatan operasional. Ini langkah-langkah yang kami lakukan ke depan terkait dengan TPPO," kata Nico menandaskan.

Atas perbuatannya, para pelaku dikenakan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 dan atau Pasal 81 dan Pasal 86 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017, dengan ancaman hukuman penjara paling lama 10 tahun dan denda maksimal Rp15 miliar.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.