Sukses

Titiek Soeharto: Setiap Vokal ke Pemerintah, Kasus Yayasan Supersemar Muncul

Titiek Soeharto menjelaskan, Gedung Granadi bukan milik Yayasan Supersemar saja, melainkan gabungan dari sejumlah pihak dari institusi yang mempunyai saham.

Liputan6.com, Jakarta - Ketua Dewan Pembina Partai Berkarya Titiek Soeharto kecewa lantaran kasus gedung Granadi yang berada di bawah naungan Yayasan Supersemarkembali mencuat di publik.

Titiek berpandangan Yayasan supersemar tidak salah dalam kasus gedung Granadi yang saat ini disita oleh negara. Dia pun mengaku heran, persoalan Supersemar selalu mencuat setap dirinya kritis kepada pemerintah.   

"Setiap kali saya bicara vokal ke pemerintah, selalu ada yang angkat mengenai penyitaan Granadi. padahal ini cerita beberapa bulan yang lalu. Lagipula Granadi ini gak bisa disita lantaran kesalahan Yayasan supersemar," kata Titiek Soeharto di Istora Senayan, Jakarta, Kamis, 22 November 2018.

"Padahal yayasan supersemar tidak ada yang salah gitu ya. Inikan ada perintah sehingga kejaksaan bilang Yayasan Supersemar salah. Semua aset-asetnya harus disita," sambung dia. 

Titiek menjelaskan, Gedung Granadi bukan milik Yayasan Supersemar saja, melainkan gabungan dari sejumlah pihak dari institusi yang mempunyai saham. Karena itu menurut dia salah bila Kejaksaan menyita gedung tersebut.   

"Kalau mau disita silahkan disita sahamnya Supersemar, jangan gedungnya. Gedungnya itu milik beberapa orang yang pemilik lainnya bisa menuntut pemerintah loh. Ini bukan hanya punya granadi," tutur dia. 

Menurut Titiek, Supersemar adalah yayasan pendidikan yang membantu putra-putri Indonesia dari keluarga yang tidak mampu, maupun yang cerdas. Dia menyebut sampai saat ini sudah 2 juta lebih putra putri bangsa sudah mendapatkan beasiswa supersemar. 

"Banyak sarjana-sarjana untuk mengetahui bahwa 70 persen Rektor Universitas Negeri adalah penerima beasiswa Supersemar karena mereka orang-orang pintar, jadi mereka dapat beasiswa supersemar," ucap Titiek Soeharto. 

2 Tahun Dibekukan

Putri Presiden Soeharto itu mengungkapkan, saat ini sudah 2 tahun Yayasan Supersemar di bekukan. Karena itu kegiatan pemberian beasiswa kepada masyarakat pun terhenti. 

"Ini namanya mengambil rezeki orang, ini hak mereka untuk dapat pendidikan, tapi dia lakukan hanya sebab mereka tidak suka sama Pak Harto. Ya kalau gak suka sama Pak Harto ya enggak apa-apa, tapi supersemarnya tetap jalan dong ya," ucap dia.

Titiek minta pemerintah bijaksana dalam persoalan supersemar. Jika pemerintah sudah bisa memenuhi kebutuhan pendidikan semua masyarakat dan bisa sekolah dengan baik, Titiek rela Yayasan Supersemar dibekukan. 

"Tapi ini kan masih banyak yang butuh pendidikan ya, tapu kok distop begitu ya. Padahal gak ada yang kita harapkan dari yayasan ini kita kembalikan seluruhnya le rakyat. Pak Harto mendirikan yayasan ini dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa," pungkasnya. 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Disita Kejaksaan

Untuk diketahui, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan telah menyita aset Yayasan Supersemar berupa Gedung Granadi di Jalan HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan. Selain itu, PN Jaksel juga menyita vila milik Yayasan Supersemar di Megamendung, Bogor, Jawa Barat.

Penyitaan tersebut dilakukan guna menjalankan putusan Mahkamah Agung atas gugatan Kejaksaan Agung terhadap yayasan milik keluarga Cendana tersebut.

(Aset di Megamendung berupa) vila, berbentuk rumah, sudah disita tanah dan bangunannya," ujar Direktur Pertimbangan Hukum Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara (JAM Datun) Yogi Hasibuan di Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan, Rabu (21/11/2018).

Namun Yogi belum bisa memperkirakan nilai aset bangunan dan tanah seluas 300 meter persegi tersebut lantaran masih dihitung oleh Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP). Dia menyebut, penyitaan vila itu berbarengan dengan penyitaan Gedung Granadi pada November 2018.

Sejauh ini, PN Jaksel telah menyita aset senilai sekitar Rp 242 miliar dari total 113 rekening milik Yayasan Supersemar. Sementara yayasan milik keluarga Cendana itu diwajibkan membayar kerugian negara sebesar Rp 4,4 triliun.

"Kalau uang tadi sudah Rp 242 miliar. Gedung Granadi kemudian aset di Megamendung dalam proses penilaian. Kalau sudah selesai akan kita lelang. Itu yang kita dapat. Kita akan terus mencari (aset-aset lain)," tuturnya.

Reporter: Muhammad Genantan Saputra

 

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini: 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.