Sukses

Melihat Desa Kimbeli dan Banti Sebelum Aksi Penyanderaan di Papua

Kimbeli dan Banti adalah dua desa pedalaman di Distrik Tembagapura, Mimika.

Liputan6.com, Mimika - TNI-Polri berhasil membebaskan 344 warga Kimbeli dan Banti, Tembagapura, Mimika, Papua, yang disandera Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) Papua. Pembebasan sandera dilakukan tim gabungan TNI-Polri melalui operasi senyap, Jumat 17 November 2017 lalu.

Kimbeli dan Banti adalah dua desa pedalaman di Distrik Tembagapura, yang merupakan distrik di mana ribuan karyawan PT Freepot tinggal. Selain Tembagapura, PT Freeport menyediakan kawasan tinggal di Kuala Kencana, Mimika. Umumnya yang tinggal di Kuala Kencana adalah mereka yang bekerja di bagian administrasi, sedangkan di Tembagapura adalah karyawan yang bekerja di penambangan.    

Kota Tembagapura saat malam hari

Tidak mudah bagi masyarakat umum untuk bisa ke Tembagapura. Terlebih ke Kimbeli dan Banti. Selain medan yang curam dan dikelilingi hutan, butuh akses khusus dari PT Freeport untuk bisa sampai ke kawasan ini. Hanya karyawan dan tamu PT Freeport yang diperbolehkan masuk. 

Liputan6.com sempat mengunjungi kawasan ini sekitar Juni 2017 lalu. Saat itu izin penambangan PT Freeport sempat dihentikan sementara karena kesepakatan kontrak kerja belum menemukan titik temu.

Ada dua cara untuk bisa sampai ke Tembagapura, yakni melalui jalur darat dan udara. Jalur udara biasa dilakukan dengan menggunakan helikopter. Hanya butuh waktu sekitar 15 hingga 20 menit dari Bandara Mozes Kilangin, Mimika untuk sampai di Mile 66, di mana helikopter mendarat.

Helipad di Mile 66. Dari sini butuh waktu sekitar 10 menit untuk ke Tembagapura

Butuh perjalanan sekitar 10 atau 15 menit untuk sampai ke Kota Tembagapura yang berada di Mile 68 dengan ketinggian 2.000 Mdpl.

Perjalanan melalui udara biasanya hanya bisa dilakukan pagi hari hingga pukul 10.00 WIT. Selebihnya, cuaca kerap tidak mendukung penerbangan karena berkabut dan kerap hujan. Sebagai penggantinya, perjalanan dari Mimika menuju Tembagapura atau sebaliknya, harus dilakukan melalui jalur darat.

Jalur darat bisa ditempuh dengan waktu sekitar 2 hingga 3 jam dari terminal Gorong-Gorong (terminal khusus untuk karyawan dan tamu PT Freeport) di Timika untuk sampai di pemberhentian bus terakhir di Tembagapura.

Perjalanan darat Timika ke Tembagapura tidak bisa dilakukan sembarangan. Perjalanan harus dilakukan dengan pengawalan sejumlah pasukan Brimob Polri dan dilakukan secara berombongan atau konvoi. Setiap pemberangkatan setidaknya ada lima hingga tujuh kendaraan sekaligus. Perjalanan darat dibatasi maksimal sampai jam 19.00 WIT.

Truk yang jadi angkutan darat dari Timika ke Tembagapura

PT Freeport juga menyiapkan jenis kendaraan khusus untuk perjalanan darat ini. Kendaraan yang digunakan adalah truk tronton yang sudah dimodifikasi dengan menambah bangku penumpang di belakangnya. Medan pegununungan yang terjal dan berkelok, membuat hanya truk dengan kekuatan besar yang bisa melintasi jalanan Timika-Tembagapura.

Selain dimodifikasi, truk ini juga dilengkapi sistem keamanan maksimal. Truk juga dilapisi kaca antipeluru berwarna gelap di setiap sisinya. Prakstis, sepanjang perjalanan penumpang tidak akan bisa mellihat susasana sekitar karena terhalang kaca gelap. Sepanjang perjalanan, kendaraan akan melewati tiga hingga empat pos memeriksaan untuk memastikan keamanan.

“Di sini sering terjadi penembakan oleh orang tak dikenal. Jadi kita berlakukan pengamanan ekstra,” ujar Super Intendant Guest Relation PT Freeport Meliana Mimpo yang mendampingi Liputan6.com.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Di Mana Kimbeli dan Banti?

Tembagapura menjadi pusat kota bagi karyawan PT Freeport dan warga lokal yang tinggal di pedalaman sekitar Tembagapura.

Untuk bisa ke Desa Banti dibutuhkan perjalanan sekitar 4 kilometer dari Tembagapura. Sedangkan Kimbeli, letaknya sebelum Banti atau sekitar 3 kilometer dari Tembagapura. 

Meski terlihat tidak begitu jauh, butuh waktu sekitar 40 hingga satu jam untuk sampai ke Kimbeli dan Banti. Perjalanan hanya bisa dilakukan dengan kecepatan 20-30 kilometer per jam. Itu karena jalanan yang dilalui adalah jalan setapak. Longsor dan kabut tebal kerap mewarnai kawasan ini. 

Menuju Kimbeli dan Banti tak lagi bisa menggunakan truk besar seperti saat perjalanan dari Timika ke Tembagapura. Untuk ke dua kawasan tersebut, harus menggunakan minibus yang disediakan PT Freeport. Ke pedalaman Kimbeli dan Banti juga bisa dilakukan dengan jalan kaki sekitar 1,5 jam hingga 2 jam.

Warga Kimbeli banyak berasal dari pendatang. Umumnya, mereka berasal dari Buton, Toraja bahkan Jawa. Namun, ada juga orang Papua yang tinggal di kawasan ini, tapi berasal dari suku lain, seperti Dani atau suku selain Amongme. Mereka yang tinggal di Kimbeli adalah penambang yang datang untuk eksplorasi sisa penambangan PT Freeport yang berada di atasnya. Penambangan dilakukan warga Kimbeli dengan berkelompok.   

Jalanan Desa Banti terjal namun sejuk dan diapit pegunungan

Secara umum, kehidupan warga Kimbeli cukup memprihatinkan. Ratusan warga Kimbeli tinggal di rumah-rumah dari kayu yang dibuat alakadarnya dengan beralaskan tanah.

Ada juga sebagian dari mereka tinggal di rumah adat honai namun kondisinya juga memprihatinkan. Kimbeli menjadi kawasan yang tidak diakui PT Freeport sebagai salah satu desa binaan.

"PT Freeport tidak mengakui Kimbeli karena mereka bukan warga asli sini. Mereka pendatang yang datang untuk menambang secara ilegal," ujar Meliana.

Gereja di desa Banti

Kondisi sedikit berbeda dengan Desa Banti. Di sini sejumlah fasilitas seperti rumah sakit, sekolah dan tempat ibadah tersedia. Statusnya sebagai desa binaan PT Freeport, membuat desa ini banyak mendapat kucuran dana untuk pembangunan desa.

Rumah Sakit Waa Banti yang ada di desa ini menjadi rujukan bagi warga yang tinggal di pedalaman untuk berobat. Tak hanya itu, Rumah Sakit Wa Banti juga jadi tempat pelarian korban perang suku yang kerap terjadi di kawasan pedalaman.

Saksikan vidio pilihan di bawah ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.