Sukses

SPDP Bocor, Apakah Setya Novanto Sudah Jadi Tersangka E-KTP?

Dalam foto SPDP yang didapat, disebutkan SPDP dilayangkan atas dasar Sprindik KPK.

Liputan6.com, Jakarta - Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) dengan objek Ketua DPR Setya Novanto menjadi viral di kalangan awak media.

Dalam foto SPDP yang didapat Liputan6.com itu disebutkan, SPDP dilayangkan atas dasar Sprindik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nomor 113/01/10/2017 tertanggal 31 Oktober 2017.

Dalam SPDP yang keluar tanggal 3 November 2017 tersebut, Setya Novanto disangka melakukan tindak pidana korupsi e-KTP tahun anggaran 2011-2012. Pria yang biasa disebut Setnov itu dijerat menggunakan Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Terkait dengan viralnya foto tersebut, pimpinan KPK tak memberikaan respons sama sekali saat dihubungi Liputan6.com. Namun, Juru Bicara KPK Febri Diansyah sempat merespons.

"Informasi tersebut belum bisa kami konfirmasi. Yang pasti KPK sedang terus mendalami dan memperkuat konstruksi hukum kasus e-KTP ini," kata dia, Senin (6/11/2017).

Belum ada yang membenarkan bahwa Setya Novanto sudah dijadikan tersangka dalam kasus yang merugikan negara hingga Rp 2,6 triliun tersebut.

KPK sendiri, sebelumnya bisa menetapkan seseorang sebagai tersangka saat Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (Sprindik) dikeluarkan. Namun hal tersebut bisa menjadi kelemahan bagi KPK. Mengingat, KPK pernah kalah dalam proses praperadilan yang dilayangkan Setya Novanto.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Sempat Jadi Tersangka

Setya Novanto sempat dijadikan tersangka korupsi e-KTP oleh penyidik KPK, namun gagal dengan putusan Hakim Cepi Iskandar dalam praperadilan.

Dalam ketetapan yang disampaikan Hakim Cepi, penetapan tersangka seharusnya di akhir penyidikan. Meski sebenarnya KPK memiliki undang-undang sendiri, namun tetap harus berdasarkan KUHAP.

Menurut Hakim Cepi, penetapan tersangka terhadap seseorang harus di akhir penyidikan. Hal tersebut bagian dasar dari KUHAP soal penetapan seseorang sebagai tersangka, karena pada UU KPK tidak diatur dengan tegas dan jelas.

Dalam amar putusannya, Hakim Cepi menyebut penetapan tersangka harus bertahap. Mulai dari pemeriksaan saksi, ahli, penyitaan barang bukti, hingga pemeriksaan calon tersangka.

Sejauh ini, diketahui KPK belum memeriksa sejumlah saksi untuk tersangka Setya Novanto. Setya Novanto juga belum diperiksa sebagai tersangka. Novanto, hari ini dijadwalkan diperiksa sebagai saksi namun mangkir.

Lalu, apakah Setya Novanto kini sudah berstatus tersangka meski SPDP untuknya sudah bocor?

3 dari 3 halaman

Respons Pihak Setya Novanto

Saat dikonfirmasi ke orang dekat Setya Novanto yakni Sekretaris Jenderal Partai Golkar Idrus Marham, dia mengaku belum tahu hal tersebut. 

"Saya enggak bisa menanggapi kalau saya belum tahu. Saya ndak bisa, saya belum tahu sampai sekarang ada (surat) itu," kata Idrus di Kantor DPP Partai Golkar, Slipi, Jakarta Barat, Senin (6/11/2017).

Meski belum bisa menanggapi hal tersebut, Idrus mengaku Partai Golkar tetap menghormasti segala proses hukum termasuk KPK.

"Tetapi kalau ada proses proses seperti itu kita hargai proses itu tapi saya belum tahu sampai sekarang," ujar Idrus.

Dia menambahkan, Golkar sampai saat ini masih menghormati putusan hakim mengabulkan gugatan Setya Novanto dalam praperadilan beberapa waktu lalu.

Sementara Pengacara Setya Novanto, Fredrich Yunadi, heran surat rahasia tersebut bisa tersebar.

"Saya juga belum tahu. Itu kan SPDP. Saya juga belum pernah terima," ujar Yunadi ketika dihubungi Liputan6.com, Senin (6/11/2017).

Oleh karena itu, dia meragukan kebenaran surat tersebut. Jika SPDP itu benar, KPK pasti akan mengumumkannya secara resmi.

"Kalau memang itu benar, pasti panggil wartawan. Itu kan kategori rahasia kan?" kata Yunadi.

Namun, ketika KPK mengklarifikasi SPDP tersebut benar, pihaknya akan mengambil langkah hukum.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.