Sukses

Majelis Kehormatan MK Berhentikan Tidak Hormat Patrialis Akbar

Patrialis Akbar secara sah dan meyakinkan dinilai telah melakukan pelanggaran berat terhadap kode etik dan perilaku hakim MK.

Liputan6.com, Jakarta - Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) telah memutuskan untuk menjatuhkan sanksi berupa pemberhentian dengan tidak hormat kepada Patrialis Akbar sebagai hakim konstitusi. Ketua MKMK Sukma Violetta menyebut, Patrialis Akbar secara sah dan meyakinkan telah melakukan pelanggaran berat terhadap kode etik dan perilaku hakim MK.

"Majelis Kehormatan memutuskan bahwa Saudara Patrialis Akbar secara sah dan meyakinkan telah terbukti melakukan pelanggaran berat terhadap kode etik dan perilaku hakim konstitusi (Sapta Karsa Hutama)," ucap Sukma dalam sidang pengucapan putusan akhir terkait kasus dugaan pelanggaran etika Patrialis Akbar di Gedung MK Jakarta Pusat, Kamis (16/2/2017).

"Dan untuk itu, Majelis Kehormatan menjatuhkan sanksi berupa pemberhentian dengan tidak hormat kepada Saudara Patrialis Akbar dari jabatan sebagai hakim konstitusi," imbuh dia.

Sukma menjelaskan, pengambilan keputusan ini karena sebelumnya MKMK telah bekerja secara maraton sejak dibentuk 27 Januari lalu. Dan dalam kurun waktu tersebut, MKMK telah memeriksa dan meminta keterangan dari Patrialis Akbar.

"MKMK juga telah meminta keterangan sejumlah saksi, melihat dan mencermati alat bukti, termasuk mendatangi Gedung KPK guna mendalami berbagai informasi," jelas Sukma.

Setelah merajut seluruh informasi yang didapat, lanjut dia, MKMK pun mengeluarkan keputusan untuk menjatuhkan sanksi berupa pemberhentian dengan tidak hormat kepada Patrialis Akbar.

Patrialis Akbar terjaring OTT di Grand Indonesia bersama seorang wanita. Dia diduga menerima suap uji materi Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan. Selain itu, KPK juga ikut mengamankan Kamaludin (KM) yang diduga sebagai perantara suap.

Sebagai penerima suap, Patrialis Akbar dan Kamaludin dijerat dengan Pasal 12 Huruf C atau Pasal 11 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 Tahun 2000 jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP. Sementara Basuki dan NG Fenny sebagai pemberi suap dijerat dengan Pasal 6 ayat 1 huruf a atau Pasal 13 UU No 31 Tahun 1999 diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.