Sukses

Tuntut Kejelasan dari PBB, 120 Imigran Gelap di Riau Mogok Makan

Aksi ini dilakukan karena UNHCR dan PBB dinilai tidak memperhatikan nasib ratusan imigran di Pekanbaru.

Liputan6.com, Jakarta - Sebanyak 120 imigran gelap dari berbagai negara mogok makan di tempat penampungannya di Jalan Tegal Sari, Kecamatan Rumbai, Pekanbaru, Riau. Aksi itu sudah dilakukan selama 6 hari, menuntut kejelasan nasib dari UNHCR dan PBB.

"Sudah 6 hari kami melakukan aksi mogok makan menuntut kejelasan nasib dari PBB dan UNHCR. Bahkan sudah ada 20 orang dari kami yang masuk rumah sakit karena mogok makan," kata Syah Wali Syahab, seorang imigran dari Afganistan kepada wartawan, Senin (19/10/2015).

Dia menjelaskan aksi ini dilakukan karena UNHCR dan PBB dinilai tidak memperhatikan nasib ratusan imigran di Pekanbaru. Terutama bagi mereka yang memegang Refugee Card (kartu pengungsi).

"Seharusnya bagi kami yang memegang kartu ini, segera diurus proses pemindahan ke negara ketiga atau penampung. Di negara penampung ini, nasib kami akan sama dengan warga lainnya," kata Syah.

Selama ini, sebut dia, perwakilan PBB atau UNHCR hanya mendatangi mereka sebanyak 2 kali. Namun, kedatangan itu tak pernah membuahkan hasil dan para imigran pemegang kartu tersebut masih berada di Pekanbaru.

"Ini berbeda sekali dengan perlakuan imigran di daerah lainnya seperti di Makassar. Imigran di sana hanya beberapa bulan sudah bisa dipindah ke negeri penampung. Kalau di Pekanbaru ini, bahkan sudah ada yang 3 tahun, tapi tidak diproses pemindahannya ke negera penampung," sebut pria asal Afganistan ini.

Rekan Syah, Muhammad Anwar mengaku sudah 10 bulan menunggu kejelasan nasib dari UNHCR. Pasalnya, pria asal Sudan ini sudah lama memegang kartu legal tersebut.

Menurut dia, pemindahan ke negara penampung sangat diharapkan. Di sana nantinya, kehidupan para imigran ini sama dengan warga di negara penampung.

"Negara penampung imigran yang ada di Indonesia ini adalah Australia, Amerika, Kanada dan New Zeland. Di negara penampung kami akan diberi kartu penduduk dan hidup seperti yang lainnya, bisa bekerja," kata Anwar.

"Tidak seperti di sini (Pekanbaru), hidup kami dibiayai UNHCR dan IOM. Kerja di sini cuma makan dan minum. Kami ini masih muda, tentu kami ingin berkembang dengan pendidikan yang sudah dijalani," tambah pria 30 tahun ini.

Syah dan Anwar hanya berharap UNCHR dan PBB bisa segera memproses administrasi ke negara penampung. Para imigran ini tak ingin hidup tanpa kejelasan serta hanya menunggu bantuan.

"Segera proses pemindahan kami ke negara penampung, biar punya kejelasan nasib. Orang UNHCR harus datang ke sini. Jangan biarkan kami dalam ketidakjelasan," pungkas Anwar. (Bob/Yus)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.