Sukses

Kuasa Hukum: Kebut Berkas Kasus SDA, KPK Mubazir

Kuasa hukum Suryadharma Ali mengingatkan KPK agar tidak melakukan hal yang mubazir, mengingat adanya proses praperadilan yang telah diajukan

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ingin merampungkan berkas tersangka dugaan korupsi penyelenggara ibadah haji 2012-2013, Suryadharma Ali atau SDA. Namun kuasa hukum mantan Menteri Agama itu, Andreas Nahot Silitonga mengatakan hal tersebut tidak perlu.

Andreas pun mengingatkan KPK agar tidak melakukan hal yang mubazir, mengingat adanya proses praperadilan yang telah diajukan pihaknya.

"Ya itu hak mereka. Kita tidak melihat bagaimana, tapi takutnya itu jadi mubazir. Dengan adanya gugatan praperadilan ini, ada kemungkinan kasus (SDA) dihentikan. Bahwa jika nanti penetapan tersangkanya nggak sah, kan pemeriksaannya akan sia-sia. Sama saja buang-buang uang negara juga. Panggil orang kan ada biayanya," ujar Andreas saat dihubungi di Jakarta, Jumat (27/3/2015).

Menurut Andreas, komisi antirasuah tersebut bisa menghormati proses hukum yang berjalan sebagai simbol menghormati hak hukum seseorang.

"Logikanya KPK harus menunggu proses hukum yang ada dulu. Mestinya begitu. Ini kan menghormati hak hukum seseorang," jelas Andreas.

Hari ini KPK memeriksa mantan anggota DPR Nurul Iman Mustofa sebagai saksi SDA. Selain itu, sejak Rabu 25 Maret 2015, KPK sudah memeriksa mantan anggota DPR Fraksi Golkar Zulkarnaen Djabar. Pada Kamis 26 Maret 2015, KPK juga telah memeriksa mantan anggota DPR Fraksi Golkar Chairunnisa. Keduanya berada di Komisi VIII pada periode 2009-2014.

Terhadap pemanggilan sejumlah mantan anggota Dewan, KPK diduga ingin mencari kejanggalan dalam pembahasan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) di DPR, selain mendalami beberapa titik yang diduga terjadi korupsi dan penyelewengan. Yakni sektor katering, pemondokan, transportasi dan PPIH atau penyelewengan kuota jemaah haji.

KPK telah menetapkan SDA sebagai tersangka pada 22 Mei 2014. Mantan Menteri Agama itu diduga menyalahgunakan dana penyelenggaraan haji sebesar Rp 1 triliun. Dana itu berasal dari APBN dan setoran calon jemaah haji melalui tabungan haji.

SDA yang juga mantan Ketua Umum DPP Partai Persatuan Pembangunan itu diduga melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 dan juncto Pasal 65 KUHP. (Ans/Sss)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.