Sukses

Tim Ekonomi Jokowi, Mumpuni Tapi Kurang Senior

Bagaimana pengusaha dan pasar merespons orang-orang pilihan yang membidangi ekonomi dalam Kabinet Jokowi?

Liputan6.com, Jakarta - Jokowi dan JK sudah memutuskan 34 nama menteri dan 2 wakil menteri dalam Kabinet Kerja. Untuk tim ekonomi, mereka sosok profesional dan bukan wakil partai. Sebut saja Rachmat Gobel yang menjabat sebagai Menteri Perdagangan dan Susi Pudjiastuti yang didapuk sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan.

Selain itu juga ada Rini Soemarno yang mendapat posisi sebagai Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Ignatius Jonan yang masuk kabinet sebagai Menteri Perhubungan.

Rachmat Gobel bukan nama yang asing lagi di sektor riil. Ia adalah anak dari pendiri dan pelopor perusahaan elektonik di Indonesia, Thayeb Mohammad Gobel yang memiliki raksasa bisnis Panasonic Gobel Group. Dengan menjadi Menteri Perdagangan, pria kelahiran 3 September 1962 ini harus melepas jabatannya di PT Gobel Internasional, PT Panasonic Manufaktur Indonesia dan beberapa perusahaan lainnya.

Susi Pudjiastuti pun juga hampir sama. Wanita yang tak pernah lulus SMA ini adalah juragan aviation khusus penerbangan perintis dan kargo dengan jumlah armada mencapai 50 pesawat.

Tak berbeda jauh, Rini Soemarno juga pernah menduduki posisi top manajemen di beberapa perusahaan. Ia pernah menjabat sebagai Komisaris Bursa Efek Jakarta, Presiden Komisaris PT Astra Agro Lestari dan Presiden Direktur PT Astra Internasional.

Sedangkan Ignatius Jonan, tak perlu dijelaskan panjang lebar lagi. Di bawah kepemimpinannya, PT KAI bertranformasi.

Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Shinta Widjaja Kamdani mengatakan, tim ekonomi dalam Kabinet Kerja yang disusun oleh Presiden Joko Widodo memang cukup mumpuni.

"Tim ekonominya masih workable. Sofyan Djalil sebagai Menteri Koordinator Bidang Perekonomian oke dan Bambang Brodjonegoro sebagai Menteri Keuangan oke walaupun dari segi senioritas masih kurang," jelasnya kepada Liputan6.com.

Pengusaha sekaligus Pendiri PT Saratoga Investama Sedaya Sandiaga Uno juga menyambut positif pengumuman 34 nama menteri di Kabinet Jokowi-JK "Sambutannya positif sekali untuk Menko Perekonomian Sofyan Djalil dan Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro. Mereka punya kapasitas dan kompetensi, apalagi tantangan ke depan besar sekali," kata Sandi.

Direktur Utama PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI), Sofyan Basir pun memberikan respons positif kepada Rini Soewandi yang terpilih menjadi Menteri BUMN.

Menurut Sofyan, terpilihnya Rini diharapkan dapat memajukan perusahaan-perusahaan BUMN tak terkecuali untuk BRI. Pengalamannya sebagai menteri sebelumnya dianggap cukup untuk bisa merealisasikan harapan tersebut.

"Saya pribadi, saya mendukung beliau jadi menteri, dia pernah jadi menteri perdagangan yang sangat yakin memahami di sektor BUMN," kata Sofyan.

Dia menambahkan pengalamannya sebagai Menteri Perdagangan membuat perusahaan BUMN merasa lega karena Rini dianggap mempermudah komunikasi karena paham soal perekonomian.

"Beliau pernah jadi birokrat sebagai menteri akan mudah komunikasi dengan beliau. Dengan beliau lebih memahami perekonomian bagaimana BUMN ini bisa maju berkembang di kemudian hari," tandas dia.

Namun ternyata, beban besar akan langsung berada di pundak para menteri tersebut. Sebab, berderet-deret program yang telah dijanjikan oleh Jokowi sekaligus keinginan dari para pelaku pasar sudah menunggu.

Sandiaga pun langsung mengingatkan pekerjaan rumah yang harus diselesaikan oleh para tim ekonomi tersebut. Tim ekonomi Kabinet Kerja harus membenahi defisit transaksi berjalan. Menurut Sandi, perlu ada upaya penambahan ruang fiskal.

"Menambah ruang fiskal, dan membangun infrastruktur. Itu yang utama," jelas pemilik nama lengkap Sandiaga Salahudin Uno tersebut.

Hal yang sama juga diungkapkan oleh Shinta Widjaja Kamdani. Ia menuturkan bahwa sebelumnya, Apindo telah memberikan road map kepada Jokowi-JK.

"Road map itu harus dijalankan, karena sudah ada program prioritas untuk 100 hari pertama, satu dan lima tahun ke depan," ujar dia.

Shinta menyebut beberapa program prioritas yang mesti diwujudkan pemerintah dalam waktu dekat, antara lain menyangkut manufaktur berupa peningkatan daya saing dan nilai tambah serta menciptakan lapangan pekerjaan. "Untuk pertanian, ketahanan pangan demi mengurangi ketergantungan impor. Di bidang energi, seperti pembangunan dan pengembangan pembangkit listrik guna mengatasi krisis listrik serta mengurangi penggunaan bahan bakar fosil," jelas Shinta.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Belum Mampu Dongkrak IHSG

Belum Mampu Dongkrak IHSG

Sementara, para pengamat pasar modal melihat bahwa nama-nama tersebut mendapat respons positif dari pelaku pasar. Analis PT Investa Saran Mandiri Hans Kwee mengatakan, pelaku pasar memberikan sentimen positif karena menteri yang dipilih oleh Jokowi dianggap pro dengan pasar.

Sebut saja, Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro yang pro pada pasar keuangan RI dengan rezim bunga rendah. Lalu, Menteri Koordinator Sofyan Djalil yang pernah bergelut di pasar modal RI.

"Sofyan Djalil bekas Kepala Divisi Riset dan Pengembangan di PT Bursa Efek Jakarta pada 1988 hingga 1998," ungkap dia kepada Liputan6.com.

Hal yang sama juga diungkapkan oleh Head of Research Woori Korindo Securities Indonesia (WKSI), Reza Priyambada. Menurutnya, nama-nama yang didapuk oleh Jokowi merupakan pekerja keras. "Memang berbeda dengan perkiraan awal tetapi nama-nama tersebut masih dianggap bisa mewakili," ungkapnya.

Namun, pengumuman nama-nama menteri ini tidak akan membuat Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) melonjak tinggi. Bahkan, untuk bisa mencapai rekor tertinggi di level 5.200 sepertinya akan sulit.

"Pasar sudah mengantisipasi nama-nama tersebut jauh-jauh hari. jadi saat diumumkan maka tak akan terjadi penurunan atau kenaikan yang cukup tinggi," jelas Analis MNC Securities Reza Nugraha.

Terbukti,pada pra pembukaan perdagangan saham, Senin (27/10/2014), IHSG hanya menguat 13,18 poin (0,26 persen) ke level 5.086,25. Indeks saham LQ45  naik 0,38 persen ke level 865,85. Seluruh indeks saham acuan menguat pada hari ini.

Pada pembukaan IHSG pukul 09.00 WIB, IHSG menguat 15,16 poin (0,30 persen) menjadi 5.088,22. Pagi ini, IHSG di level tertinggi pada kisaran 5.091,04 dan terendah 5.085,21. Namun pada penutupan pasar Senin (27/10/2014) turun 48,77 poin (0,96%) ke level 5.024,29.

Analis PT Asjaya Indosurya Securities, William Suryawijaya menuturkan, laju IHSG cenderung tertekan karena ada kekhawatiran terhadap susunan kabinet kerja Joko Widodo (Jokowi)-Jusuf Kalla (JK).

Menurut William, ada pro dan kontra terhadap sosok yang menduduki posisi menteri di kabinet Jokowi-JK. Akan tetapi seharusnya pelaku pasar dinilai memberikan ruang dan kesempatan bagi menteri yang terpilih untuk menunjukkan kinerjanya.

Di sisi lain, investor asing mencatatkan aksi beli bersih di awal pekan ini. William menilai, ada keyakinan investor asing terhadap Indonesia setelah pelantikan menteri kabinet kerja Jokowi-JK."Koreksi yang terjadi masih wajar, investor asing masih mencatatkan aksi beli bersih," ujar William saat dihubungi Liputan6.com.

Jokowi 'Effect' menurut Reza sudah tidak akan terjadi lagi. Pasar sudah kembali sedikit mengesampingkan isu-isu politik dalam mengambil keputusan di pasar saham. Pelaku pasar lebih melihat faktor fundamental.

"Sebutan effect itu jika pengaruhnya terjadi lama seperti satu minggu atau lebih, tetapi jika hanya satu dua hari belum bisa dikatakan sebagai effect," jelas Reza Nugraha

Menurut Hans Kwee, ke depan pelaku pasar lebih mengantisipasi rencana dari Joko Widodo untuk menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi. "Kalau kenaikannya Rp 3.000 akan membuat penyesuaian IHSG selama 1 hingga 2 bulan," tutur dia.

Hans menuturkan, banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan oleh kabinet Jokowi, antara lain menarik para investor menanamkan modal di pasar modal RI. Selain itu tim ekonomi Kabinet Jokowi juga harus diperbaiki defisit dalam APBN.

Defisit APBN diperbaiki dengan memangkas anggaran subsidi BBM. Sementara, untuk defisit neraca perdagangan diperbaiki dengan mengurangi ketergantungan ekpor komoditas. Dia menjelaskan, cara yang mesti ditempuh ialah mengolah barang mentah menjadi barang jadi. Hal itu bakal tercapai jika ada komitmen untuk mengembangkan industri sektor hulu sampai hilir. "Kita jangan jadi bangsa perakit saja dan jadi pasar barang-barang negara lain," tutup Hans. (Ein/Ans)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini