Sukses

KPK: Belum Ada Tersangka Lain Selain SDA

KPK juga memeriksa pihak lain yang terkait dengan penyelenggaraan haji.

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Menteri Agama Suryadharma Ali sebagai tersangka kasus dugaan korupsi dalam penyelenggaraan ibadah haji di Kementerian Agama untuk tahun anggaran 2012-2013. Wakil Ketua KPK Busyro Muqoddas menyebut, pria yang karib disapa SDA itu ditetapkan sebagai tersangka bersama dengan pihak lain-lain.

Namun juru bicara KPK Johan Budi menyatakan, sejauh ini tersangka dalam kasus ini baru SDA. Namun tak menutup kemungkinan, dalam pengembangan penyelidikan nanti, akan ada tersangka lain selain Ketum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) itu.

"Surat perintah penyidikan (sprindik) yang diberikan pada saya tersangkanya adalah SDA yang tidak lain Menteri Agama Suryadharma Ali," ujar Johan dalam konferensi persnya di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (22/5/2014).

"Tentu di dalam proses penyelidikan, keterangan tidak hanya berdasarkan 1 orang."

Johan mengatakan, KPK juga memeriksa pihak lain yang terkait dengan penyelenggaraan haji. Di antaranya pihak-pihak di Arab Saudi.

"Tetapi tentu proses pengembangan perkara seperti yang sudah biasa akan dilakukan juga terkait kasus penyelenggaraan haji tahun 2012-2013."

Apakah ada menteri lain yang juga dibidik dijadikan tersangka dalam kasus ini?

"KPK tidaklah membidik-bidik. Tergantung sejauh mana penyidikan KPK. Siapa pun kalau dalam proses penyidikan ditemukan 2 barang bukti, bisa dijadikan tersangka juga," ujar Johan.

"Sampai saat ini tersangkanya masih SDA."

Oleh KPK, Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan ini diduga melanggar Pasal 2 ayat (1) dan atau Pasal 3 Undang-Undang (UU) Nomor 31/1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) jo pasal 55 ayat (1) ke-(1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

Pasal 2 ayat (1) dan atau pasal 3 tersebut intinya melakukan penyalahgunaan kewenangan secara melawan hukum dengan melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi. Sehingga dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara. (Ans)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini