Sukses

Wamenkumham: Cegah <i>Wani Piro</i>, Pakai Basis Online

Denny mengatakan, pengurusan yang dipayungi Kementerian Hukum dan HAM dapat diurus secara online.

Liputan6.com, Jakarta - Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Denny Indrayana menganjurkan agar setiap pengurusan izin di pemerintahan memakai sistem online. Dengan demikian, budaya uang pelicin yang menjadi akar dari korupsi bisa dicegah.

"Kuncinya berbasis teknologi dengan sistem online," ujar Denny di Hotel Ritz Carlton di Jakarta, Kamis (27/3/2014).

Denny menyatakan, sistem berbasis online di Kementerian Hukum dan HAM ini telah dimulai sejak zaman Yusril Ihza Mahendra menjadi menteri. Dia mengatakan, pengurusan yang dipayungi Kementerian Hukum dan HAM dapat diurus dengan online.

"Semua sekarang sistem online, pendaftaran notaris sebelumnya bayar, sekarang 9 menit selesai. Dulu pesan nama perseroan butuh 107 hari sekarang 6 menit 47 detik. Sekarang ini sudah seperti pesan nama email saja," kata Denny.

Dia mencontohkan, dengan pengurusan izin dengan sistem manual, bisa menjadi pintu terjadinya pelicin atau suap. "Sekarang ini sudah seperti pesan nama email saja. Saat ini manual antrean nama 1.300, selesai 50 saja, bottle neck. Begitu antrean panjang, mau cepet ya wani piro (berani berapa). Jadi online saja semua, cepat, tidak jadi minggu tapi menit selesai," papar Denny.

Transparancy International Indonesia (TII) menyatakan, terjadi stagnansi pada pemberantasan upil atau uang pelicin. Hal itu diketahui dari skor indeks persepsi korupsi di Indonesia yang tak mengalami perubahan meski KPK telah mencokok koruptor-koruptor kelas kakap.

Salah satu cara untuk memberantas uang pelicin, TII bekerja sama dengan KPK meluncurkan buku sebagai panduan, yakni buku 'Indonesia Bersih Uang Pelicin'.

"Keberadaan buku panduan ini diharapkan dapat memberikan semangat bagi target pembaca yang menjadi pemangku kepentingan bahwa Indonesia bisa menjawab tantangan terbesar pemberantasan korupsi," jelas Sekjen TII Dadang Triasasongko.

Direktur Gratifikasi KPK Giri Supratdiono pun menuturkan uang pelicin seringkali dianggap pemberian kecil, sehingga orang menggangapnya sepele. Namun, Giri menyoroti ada 94 persen penerima uang pelicin yang dipenjara dan berasal dari kalangan swasta.

(Shinta Sinaga)

Baca juga:

KPK: Akar Korupsi itu Gratifikasi yang Kecil-kecil

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini