Sukses

Mengapa Biaya Kesehatan Anak Muda Lebih Besar Dibandingkan dengan Lansia?

Walaupun diketahui lansia membutuhkan perawatan intensif akibat beragam kondisi kesehatan, ternyata biaya kesehatan anak muda lebih besar.

Liputan6.com, Jakarta - Kondisi kesehatan anak muda di Indonesia kini menjadi perhatian, seiring meningkatnya jumlah pasien muda yang menderita penyakit kronis degeneratif dibandingkan dengan lansia. Informasi ini disampaikan oleh spesialis penyakit dalam dari Perhimpunan Ahli Penyakit Dalam Indonesia, dr Ariska Sinaga, SpPD.

Berdasarkan kondisi tersebut, biaya kesehatan yang harus dikeluarkan menjadi titik sorot. Meski lansia memerlukan perawatan khusus akibat berbagai penyakit, biaya kesehatan yang dikeluarkan oleh anak muda ternyata lebih tinggi. Ini terjadi karena ekspektasi hidup pemuda tentunya lebih lama dibandingkan dengan lansia.

Perlu diperhatikan, ketika pemuda didiagnosis menderita penyakit kronis, mereka masih memiliki rentang hidup yang panjang, yaitu antara 18 hingga 60 tahun.

"Anak muda perlu mendapatkan perlindungan kesehatan yang lebih lama daripada lansia, karena masa hidup mereka yang masih panjang memerlukan perawatan khusus," kata Ariska dalam suatu workshop yang diadakan daring pada Rabu, 13 September 2023.

Ariska juga menekankan bahwa orang di usia 20-an yang menderita penyakit degeneratif cenderung menghadapi komplikasi saat mereka mencapai usia 40 tahun jika tidak ditangani secara tepat. "Di usia 20 tahun-an masih kerja pertama kali, belum banyak penghasilannya. Komplikasi biasanya muncul di umur 40 tahun, itu di saat puncak-puncaknya karir," katanya.

Ariska mencontohkan penyakit seperti hipertensi dan diabetes saat ini banyak ditemukan pada anak muda berusia 20-an dan 30-an. Padahal sepuluh tahun lalu, penyakit-penyakit tersebut umumnya menyerang mereka yang berada di usia 40-an.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Alasan Kenaikan Biaya Kesehatan

Survei Mercer Marsh Benefits (MMB) terkait Health Trends 2023 menunjukkan bahwa biaya kesehatan di Indonesia diperkirakan akan terus meningkat, dengan proyeksi inflasi mencapai 13,6 persen pada 2023. Angka tersebut mengejutkan, karena empat kali lebih besar dibandingkan dengan inflasi ekonomi nasional yang hanya sebesar 3,5 persen.

Fenomena ini menandakan bahwa sektor kesehatan di Indonesia menghadapi tekanan inflasi yang jauh lebih besar dibandingkan sektor-sektor lainnya. Ariska lalu menyampaikan bahwa ada beberapa faktor yang mendorong lonjakan biaya kesehatan ini:

1. Peningkatan Kunjungan ke Poliklinik

Selama pandemi, Ariska menjelaskan bahwa banyak pasien yang menunda perawatan kesehatan mereka karena berbagai alasan, termasuk kekhawatiran terpapar virus atau karena fasilitas kesehatan terlalu sibuk menangani pasien COVID-19.

"Terjadi lonjakan pasien yang datang ke poliklinik untuk mengejar perawatan yang tertunda," ucap Ariska.

2. Penyakit Kronis pada Anak Muda

Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya bahwa semakin banyak anak muda di Indonesia yang menghadapi penyakit kronis seperti hipertensi dan diabetes. Pengobatan penyakit kronis ini membutuhkan intervensi medis jangka panjang, terapi, dan obat-obatan yang dapat mengeluarkan biaya yang cukup besar.

3. Peningkatan Teknologi Medis

Kemajuan teknologi dalam bidang medis memungkinkan diagnosis yang lebih tepat dan perawatan yang lebih efektif. Namun, peralatan medis canggih dan prosedur baru sering kali memerlukan investasi awal yang besar dan biaya operasional yang lebih tinggi.

4. Kekurangan Tenaga Kesehatan

Ariska melaporkan bahwa saat ini, hanya 0,8 dari 1000 orang yang memiliki akses ke dokter umum, sementara untuk dokter spesialis, angkanya jauh lebih rendah, yakni 0,12 dari 1000 orang. Kekurangan ini dapat meningkatkan biaya kesehatan karena keterbatasan sumber daya dan permintaan yang tinggi.

"Ketersediaan jumlah nakes di Indonesia yang tidak sebanding dengan jumlah pasien yang membutuhkan perawatan/pengobatan serta adanya kemajuan teknologi terbaru dari dunia medis dan kedokteran secara keseluruhan juga berperan dalam menyebabkan biaya kesehatan terus meningkat," ungkapnya.

 

3 dari 4 halaman

Mitigasi Risiko Kenaikan Biaya Kesehatan

Pada kesempatan yang sama, Metta Anggriani, seorang Certified Financial Planner dan Founder dari Daya Uang, menekankan pentingnya mitigasi risiko yang muncul dari inflasi biaya medis yang semakin tinggi. Ia menguraikan tiga pendekatan dasar yang dapat membantu masyarakat menghadapi kenaikan biaya tersebut:

1. Preventif

Langkah pertama adalah pencegahan. Ini melibatkan upaya untuk menjaga kesehatan agar tetap prima sehingga mengurangi risiko penyakit. Gaya hidup sehat termasuk pola makan yang seimbang, olahraga rutin, dan cukup tidur. Selain itu, penting untuk mendapatkan imunisasi sesuai jadwal dan menjaga lingkungan agar tetap bersih dan sehat.

2. Detektif

Menerapkan pendekatan detektif berarti melakukan tindakan proaktif untuk mendeteksi potensi masalah kesehatan sejak dini. Medical check-up rutin adalah cara terbaik untuk mendeteksi masalah sebelum mereka berkembang menjadi lebih serius. Selain itu, financial check-up penting untuk memastikan bahwa individu memiliki rencana keuangan yang solid untuk menghadapi biaya medis di masa mendatang.

3. Korektif

Ini adalah tindakan yang diambil setelah masalah kesehatan terdeteksi, yang melibatkan pengobatan, rehabilitasi, dan perawatan lanjutan. Metta menuturkan bahwa mengelola keuangan dengan baik adalah cara yang paling utama dalam menyiasati kenaikan biaya medis. "Masyarakat perlu mengatur bujet dan membuat pos-pos kebutuhan untuk menjaga kesehatan setiap bulannya, termasuk menebalkan dana daruratnya," katanya.

 

4 dari 4 halaman

Asuransi Kesehatan

Metta juga menekankan pentingnya mengelola keuangan dengan benar. Dia menyarankan pendekatan piramida hierarki dimana individu harus memprioritaskan aliran keuangan mereka.

Ini dimulai dengan pendapatan yang jadi prioritas terbesar, diikuti oleh asuransi, kredit, tabungan, dan investasi yang menjadi prioritas paling sedikit. Metta juga menyarankan aturan 50/30/20, yang merupakan alokasi dari penghasilan: 50% untuk kebutuhan, 30% untuk keinginan, dan 20% disisihkan untuk tabungan.

Di sisi lain, Himawan Purnama, Chief Product Officer dari Allianz Indonesia, menegaskan bahwa kesiapan dan cara mengatasi kenaikan biaya kesehatan adalah faktor krusial agar masyarakat dapat mempersiapkan diri dengan baik ketika menghadapi masalah kesehatan. Bagi mereka yang berencana membeli asuransi kesehatan, beberapa saran dari Himawan meliputi:

a. Membeli asuransi ketika masih sehat dan sebelum memiliki riwayat penyakit.

b. Semakin muda seseorang, biaya premi asuransi cenderung lebih murah.

c. Melihat ulasan dari pelanggan yang telah membeli produk asuransi tersebut.

d. Mendengarkan informasi dari agen asuransi.

e. Memahami detail produk asuransi yang dipilih.

f. Membeli asuransi sesuai dengan kebutuhan pribadi.

g. Mengisi Surat Permintaan Asuransi Jiwa (SPAJ) dengan jujur dan detail.

Lanjut, Himawan menjelaskan, bagi mereka yang sudah memiliki asuransi kesehatan, perlu memperhatikan hal-hal berikut:

a. Selalu membaca dan memahami buku polis yang dimiliki.

b. Memastikan semua informasi dalam polis sudah akurat.

c. Memahami mekanisme pembayaran premi dan selalu membayarnya tepat waktu agar asuransi tetap aktif.

d. Mengetahui apa saja manfaat dan batasan dari asuransi yang dimiliki.

e. Memahami proses dan syarat-syarat dalam mengajukan klaim.

f. Secara periodik, mengevaluasi dan menyesuaikan kebutuhan asuransi.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini