Sukses

Air Limbah Nuklir Fukushima Mulai Dibuang ke Laut, Amankah Menyantap Seafood di Restoran Jepang?

Keputusan Jepang membuang air limbah nuklir Fukushima ke Samudra Pasifik sejak Kamis, 24 Agustus 2023, telah menimbulkan banyak pertanyaan. Ini termasuk tentang keamanan mengonsumsi olahan seafood di restoran Jepang.

Liputan6.com, Jakarta - Keputusan Jepang membuang air limbah nuklir Fukushima ke Samudra Pasifik sejak kemarin, Kamis, 24 Agustus 2023, telah menimbulkan banyak pertanyaan. Ini termasuk tentang keamanan mengonsumsi olahan seafood di restoran Jepang.

Kehati-hatian pelanggan kian tinggi, terlebih China sudah mengambil langkah lebih jauh dengan melarang impor produk makanan laut dari 10 prefektur di Jepang, baru-baru ini, dikutip dari Time Out, Jumat (25/8/2023). Larangan tersebut secara khusus menyasar sejumlah produk makanan laut yang berasal dari Tokyo, Fukushima, Chiba, Tochigi, Ibaraki, Gunma, Miyagi, Niigata, Nagano, dan Saitama.

Produk-produk ini merupakan semua makanan laut yang dipanen, diproduksi, diproses, atau dikemas pada atau setelah 24 Agustus 2023. Makanan laut yang dilarang mencakup varietas makanan laut hidup, beku, dingin, kering, atau diawetkan, serta garam laut dan rumput laut yang belum diolah dan diproses.

Hong Kong sebagai pasar seafood Jepang terbesar kedua setelah China daratan punya cara tersendiri dalam menjawab keresahan pelanggan restoran Jepang. Sushi Saito, restoran berbintang Michelin di Four Seasons Hotel Hong Kong, beralih memasok bahan-bahan dari Kyushu dan Hokkaido selama enam bulan terakhir.

Mereka berjanji akan memilah bahan-bahan berkualitas tinggi dari wilayah lain di Jepang, di samping juga mencari bahan-bahan makanan laut dari wilayah lain di dunia. Pemilik sekaligus juru masak Sushiyoshi, Hiroki Nakanoue, berkata, "Kami belum mengambil pasokan bahan dari prefektur yang dilarang selama beberapa tahun hingga saat ini."

"Kami memiliki pemasok mapan dari prefektur lain, dan kami akan terus memantau situasi secara ketat dengan bimbingan dari pemerintah Hong Kong," tambahnya.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Kata Para Ahli

Di Kappou Mu, sebuah restoran yang mengkhususkan diri pada masakan tradisional kappo, 100 persen bahan-bahannya akan tetap diimpor dari Jepang. Kepala koki Alex Lam bersikeras "memberi pengalaman bersantap makanan Jepang yang autentik." "Kami akan terus hanya menyajikan bahan-bahan (asal) Jepang," katanya.

Lam menjelaskan, bahan makanan laut mereka terutama berasal dari Hokkaido, sedangkan sayuran dari Kyushu. Demi mengedukasi pelanggan tentang keamanan makanan laut yang disajikan, Lam berkata, pengunjung akan diberitahu tentang hal ini selama penyajian setiap hidangan.

Pelayan dan koki akan menyoroti asal bahan dan meyakinkan para konsumen bahwa bahan-bahan tersebut tidak berasal dari 10 kota metropolitan dan prefektur yang terdampak, menurut pemerintah China. Melansir TIME, Jim Smith, seorang profesor ilmu lingkungan di Universitas Portsmouth, yang telah mempelajari dampak polutan radioaktif terhadap lingkungan, mengatakan bahwa ikan dan makanan laut dari Jepang masih aman dikonsumsi dan dibudidayakan.

"Jika Anda memakan ikan yang mengandung tritium, sebagian besar tritium akan melewati tubuh kita dalam bentuk air," kata Smith. "Saat ikan tumbuh, ia terakumulasi di otot. Hal ini memang meningkatkan tingkat apa yang kita sebut sebagai faktor radiotoksisitas. Namun, jumlahnya masih sangat rendah."

3 dari 4 halaman

Tetap Aman Dikonsumsi?

Rudolf Wu, seorang profesor ilmu lingkungan di Universitas Pendidikan Hong Kong, mengatakan pada TIME bahwa risiko efek radiotoksik bergantung pada konsentrasi dan durasi paparan. "Kita semua tahu bahwa merokok itu tidak baik, bahwa merokok dapat menyebabkan kanker paru-paru. Namun, bukan berarti (jika) hanya merokok sesekali, (itu) akan menyebabkan kanker," ujarnya mengibaratkan.

Namun, ia memperingatkan bahwa paparan terus menerus dalam konsentrasi rendah tetap berisiko. Ken Buesseler, ahli geokimia kelautan dari Woods Hole Oceanographic Institution di Massachusetts, juga mengatakan bahwa ia tidak mengkhawatirkan keamanan makanan laut dari Fukushima karena proses pengujian ketat yang telah diterapkan untuk memastikan tingkat radioaktivitas tetap rendah.

"Mereka memiliki program pengujian ekstensif di Jepang," katanya. "Saya tahu mereka menguji ikan mereka lebih teliti dibandingkan negara lain."

Jepang memang berencana menguji ikan flounder dan makanan laut lain setiap hari untuk mendeteksi adanya tritium dan kelainan apapun yang disebabkan radiasi di area sekitar pabrik. Ikan di daerah air limbah dilepaskan secara langsung melalui terowongan bawah tanah yang berakhir sekitar satu kilometer dari pantai biasanya tidak akan dikonsumsi.

Para nelayan secara sukarela menghindari penangkapan ikan dalam jarak 10 km dari pabrik, menurut Nikkei Asia.

4 dari 4 halaman

Transparansi Sumber Bahan Makanan Laut di Restoran Jepang

Sementara itu, ada pula penasihat ilmiah untuk negara-negara Kepulauan Pasifik yang menentang rencana pembuangan air limbah nuklir Fukushima. Salah satunya adalah Richmond, yang mengatakan bahwa rencana pemantauan ekstensif Jepang tidak benar-benar memitigasi risiko kesehatan yang ditimbulkan pembuangan air limbah ke laut.

"Ini sama saja dengan mengatakan, 'Saya akan merokok tiga bungkus sehari, tapi saya tidak khawatir karena saya akan menjalani rontgen dada setiap tahun. Itu program pemantauan saya.' Suatu tahun Anda mendapati lesi di paru-paru Anda, dan Anda tidak berkata, 'Oke, saya sudah berhenti merokok, saya melihat lesinya. Saya akan berhenti.' Anda sudah terlanjur menderita kanker."

Sebelumnya, manajer pembangkit listrik Tokyo Electric Power Company (TEPCO), pemerintah Jepang, dan lembaga internasional telah melakukan beberapa penilaian terhadap proses penyaringan untuk mendekontaminasi air limbah nuklir Fukushima. Mereka juga mengklaim rencana tersebut aman menurut standar ilmiah.

Namun, beberapa negara tetangga, para aktivis lingkungan hidup, dan mereka yang terlibat dalam industri makanan laut sangat menentang rencana tersebut, dengan alasan bahwa data yang ada tidak cukup dan tidak meyakinkan untuk memastikan bahwa air tersebut tidak berbahaya.

Dengan demikian, transparansi bahan makanan laut di restoran Jepang terus didesak agar konsumen bisa membuat keputusan bijak untuk diri mereka sendiri.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini