Sukses

Rusia Loloskan RUU Larangan Operasi Ganti Kelamin, Tinggal Tunggu Tanda Tangan Vladimir Putin

RUU Operasi Ganti Kelamin hanya tinggal menunggu pembacaan oleh Dewan Federasi Rusia untuk kemudian disahkan dan ditandatangani oleh Presiden Vladimir Putin untuk menjadi Undang-Undang.

Liputan6.com, Jakarta - Tak lama lagi, Rusia bakal resmi melarang prosedur operasi ganti kelamin. Duma Negara atau Majelis Rendah Parlemen Rusia sudah menyetujui Rancangan Undang-Undang (RUU) tersebut pada Jumat, 14 Juli 2023. Itu artinya aturan ini hanya tinggal menunggu pembacaan oleh Duma atau Dewan Federasi Rusia untuk kemudian disahkan dan ditandatangani oleh Presiden Vladimir Putin untuk menjadi Undang-Undang (UU).

Melansir The Moscow Times, Senin (24/7/2023), RUU itu melarang intervensi medis yang bertujuan mengubah jenis kelamin seseorang serta mengubah jenis kelamin seseorang dalam dokumen resmi dan catatan publik. Pengecualian intervensi medis hanya dibolehkan untuk mengobati kelainan bawaan.

RUU itu juga memasukkan klausul pembatalan pernikahan bila salah satu pasangan telah berubah jenis kelamin. Selain itu, RUU melarang orang transgender menjadi orangtua asuh atau angkat.

Langkah parlemen Rusia tersebut mengguncang komunitas transgender di negara Eropa Timur itu dan menuai kritik, bukan hanya dari pembela hak LGBTQ, tetapi juga dari tenaga medis. Menurut Direktur Eksekutif Asosiasi Psikiatri Independen Rusia Lyubov Vinogradova, RUU itu misantropis dalam wawancara telepon dengan The Associated Press sebelum pembacaan akhir.

"Prosedur penegasan gender tidak boleh dilarang sama sekali karena ada orang yang menganggap itu satu-satunya cara untuk hidup normal dan menemukan kedamaian dengan diri mereka sendiri," ucap Vinogradova, dilansir dari Al Jazeera.

Anggota parlemen menggambarkan tindakan tersebut sebagai perlindungan Rusia dari ideologi anti-keluarga Barat dan menjaga nilai tradisional Rusia. "Keputusan ini akan melindungi warga negara dan anak-anak kita," kata Ketua Duma Vyacheslav Volodin dalam sebuah pernyataan di media sosial.

Dia menunjuk pada apa yang dia gambarkan sebagai tren perubahan gender yang berkembang di Amerika Serikat. Dia juga mengklaim ini mengarah pada degenerasi negara dan tidak dapat mereka terima.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Rusia Dukung Nilai Keluarga Tradisional

Tindakan keras terhadap orang-orang LGBT sudah dimulai Putin sejak satu dekade lalu ia pertama kali memproklamasikan fokus pada nilai-nilai keluarga tradisional, sebuah langkah yang didukung penuh dan sampai batas tertentu oleh Gereja Ortodoks Rusia.

Namun, para aktivis hak asasi manusia (HAM) mengingatkan bahwa pelarangan penggantian kelamin akan memicu masalah lainnya bermunculan. Contohnya, operasi penggantian kelamin ilegal dan meningkatnya angka kasus bunuh diri di kalangan transgender.

Seorang psikolog yang memimpin sebuah LSM Rusia membantu orang-orang transgender yang disebut Centre T, Yan Dvorkin, mengatakan sebelum pemungutan suara bahwa dia khawatir kemungkinan peningkatan kasus bunuh diri sebagai dampak dari RUU tersebut. Dia juga mengatakan larangan terapi penggantian hormon juga akan menjadi ilegal sehingga berisiko menciptakan pasar gelap hormon.

Pada 2022 lalu, Rusia memberlakukan undang-undang yang melarang kampanye hubungan sesama jenis dan gaya hidup LGBT. Aturan itu juga melarang media untuk menampilkan dan menggambarkan identitas selain heteroseksual.

Melansir kanal Global Liputan6.com, pemerintah Rusia menetapkan hukuman denda maksimal mencapai sekitar Rp25 juta bagi pribadi hingga Rp258 juta bagi perusahaan. Larangan propaganda ini berlaku bagi orang dewasa hingga anak-anak.

3 dari 4 halaman

Hukuman Denda dari Pemerintah Rusia

Berdasarkan laporan media pemerintah TASS, Jumat, 25 November 2022, denda bagi individu mencapai 50 ribu - 100 ribu rubel (sekitar Rp12 juta - Rp25 juta), bagi pejabat antara 100 ribu - 200 ribu rubel (sekitar Rp25 juta - Rp50 juta).

Hukuman bagi perusahaan mencapai 800 ribu rubel - 1 juta rubel (sekitar Rp207 juta-Rp400 juta). Propaganda terhadap anak-anak bisa membuat denda naik dua kali lipat. Untuk perusahaan, sanksi maksimalnya bisa penyetopan operasional hingga 90 hari.

Untuk propaganda di internet dendanya juga bisa dua kali lipat dari denda yang biasa. Jumlah denda serupa diterapkan untuk propaganda operasi transgender. Penyebaran lewat internet juga menambah denda hingga dua kali lipat. Bagi warga asing juga ada denda ditambah sanksi deportasi.

Sementara, hubungan orang dewasa dan anak di bawah umur (pedofilia) terkena denda yang lebih tinggi. Hukuman propaganda pedofilia ini berlaku secara umum, tidak hanya untuk homoseksual. Upaya mempromosikan hubungan di bawah umur bisa terkena denda maksimal hingga Rp1 miliar.

Bagi individu, hukuman propaganda pedofilia dendanya antara 200 ribu - 400 ribu rubel (sekitar Rp50 juta - Rp100 juta). Bagi pejabat antara 400 ribu rubel - 800 ribu rubel (sekitar Rp100 juta - Rp200 juta) dan bagi perusahaan denda maksimal bisa mencapai 4 juta rubel (Rp1 miliar).

 

4 dari 4 halaman

Prosedur Operasi Ganti Kelamin

Menurut The Encyclopedia of Surgery, jumlah individu yang melakukan prosedur operasi ganti kelamin di Amerika Serikat diperkirakan antara 100 hingga 500 orang per tahunnya. Jumlah orang yang menjalani prosedur tersebut diperkirakan dua sampai lima kali lebih banyak di seluruh dunia.

Marci Bowers, dokter kandungan dan ginekolog di Burlingame, California, mengatakan dalam sebuah wawancara, dia melakukan setidaknya 200 operasi per tahun. Sepertiganya mengubah kelamin pria menjadi wanita, tulis Washington Post.

Melansir kanal Health Liputan6.com, proses mengubah gender seseorang dari pria menjadi wanita tidak mudah. Operasi ganti kelamin hanya merupakan salah satu fase karena diperlukan proses seperti terapi hormon dan lainnya untuk mengubah identitas terkait kelamin seseorang.

Proses operasi ganti kelamin dari pria menjadi wanita relatif lebih mudah, lebih murah, dan secara umum lebih berhasil dibandingkan mengubah kelamin wanita menjadi pria, tulis laman Washington Post. Menurut Bowers, itu salah satu penyebab hanya sedikit wanita yang memutuskan menjalani operasi ganti kelamin.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini