Sukses

Warung Pempek Unik di Jogja, Hadirkan Cita Rasa Autentik dengan Suasana Antik

Sebuah warung pempek asli Sumatera Selatan yang menawarkan pengalaman wisata kuliner baru dapat Anda jumpai di Yogyakarta. Waroeng Pempek Cik Ana, yang berlokasi di Jl. Kemiri, Kriyanan 01/06, Wates, Kulonprogo, Yogyakarta, akan membawa Anda bernostalgia dengan suasana antik lewat beragam barang-barang jadul.

Liputan6.com, Jakarta - Sebuah warung pempek asli Sumatera Selatan yang menawarkan pengalaman wisata kuliner baru dapat Anda jumpai di Yogyakarta. Waroeng Pempek Cik Ana, yang berlokasi di Jl. Kemiri, Kriyanan 01/06, Wates, Kulon Progo, Yogyakarta, akan membawa Anda bernostalgia dengan suasana serba antik.

Memasuki area seluas 400 meter persegi itu, Anda akan disambut dengan bangunan rumah kecil tua dengan genteng khas Jawa yang menghitam. Di halamannya, Anda akan melihat kursi-kursi santai lawas yang di kelilingi pepohonan yang teduh. 

Berjalan ke bagian dalam rumahnya, Anda seakan berada di surga koleksi barang-barang dengan banyaknya barang antik seperti TV jadul, mesin jahit, hingga guci-guci yang tertata rapi. Bahkan, alat makan untuk menghidangkan pempek juga memberi nuansa vintage dengan penggunaan piring putih keramik dan wadah saus keramik berbentuk perahu untuk cukanya. 

Waroeng Pempek Cik Ana dibuka sejak April 2020. Namun, perjalanan pemiliknya membangun usaha pempek sudah berlangsung jauh sebelum itu.

"Saya sudah di Jogja dari tahun 80-an untuk bersekolah di SMEA. Saya sering kangen sama makanan Sumatra, seperti pempek yang pakai ikan. Tapi orang Jogja, khususnya di Kulon Progo, masih aneh dengan makanan itu," ujar Sulfiana Syofian (57), pemilik Pempek Cik Ana saat diwawancarai Liputan6.com baru-baru ini.

Sulfiana kemudian memutuskan membantu tantenya usaha katering. Dari situlah, ibu empat anak yang berdarah Sumatera Selatan itu belajar membuat pempek. "Saya tuh campuran. Bapak saya dari Palembang sama Lahat. Ibu saya dari Empat Lawang dan Lubuklinggau. Tapi, saya kelahiran Lubuklinggau. Semuanya tetap di lingkungan Sumatera Selatan," ujarnya. 

Sejak itu, Sulfiana berjualan pempek sendiri sambil tetap usaha di bidang katering untuk aneka hajatan. Penuh jatuh-bangun, tekadnya untuk benar-benar fokus membuka kedai pempek muncul pada saat pandemi, ketika ia dan anak-anaknya terpaksa dirumahkan. 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Harga Pempek Murah Meriah

"Pas tahun 2019 kemarin, suami saya meninggal dan saya kerja di toko pizza. Bulan April 2020, saya dirumahkan karena pandemi. Bingung toh, suami meninggal, anak saya nomor tiga yang kerja juga dirumahkan. Enggak ada yang pesan katering saya juga saat itu," jelas Sulfiana.

Anaknya pun berinisiatif meminta ibunya berjualan pempek di rumah. Walaupun rumahnya saat itu berada di dalam gang, Sulfiana dengan anak-anaknya bergotong royong merapikan rumah itu untuk dijadikan warung pempek.

Seluruh pempek yang dijual di Waroeng Pempek Cik Ana menggunakan ikan tenggiri. Bersama tujuh orang karyawan tetap, dalam sehari Sulfiana dapat membuat 20 kilogram pempek. Warung ini dibuka setiap Senin hingga Sabtu pukul 09.00 sampai 21.00 WIB.

Terdapat aneka jenis pempek yang dijual, yakni pempek kapal selam, kulit, lenjer, adaan, adaan bulat, lenggang dan belah. Selain pempek, Waroeng Cik Ana juga menjual tekwan dan siomay. Seluruh harga makanan dan minuman di kedai tersebut terbilang cukup murah, hanya Rp3.000 hingga Rp11.000. 

"Paling laku itu pempek kapal selam. Tapi kalau sekarang, kebanyakan pengunjung memesan satu paket yang berisi kapal selam, kulit, adaan dan lenjer karena porsinya nggak terlalu besar," lanjutnya.

Pengunjung juga harus mencoba es kacang merah khas Palembang jika berkunjung ke sini. Untuk menyesuaikan dengan lidah warga Jogja, Sulfiana mengaku menyesuaikan rasa pempek dan cara penyajiannya. Ia sengaja membuat rasa pempek tidak terlalu amis.

3 dari 4 halaman

Sempat Dikritik karena Keluar Pakem Makan Pempek

Sulfiana mengatakan, "Saya habiskan waktu lama untuk berinovasi supaya tidak amis. Sempat air rebusnya saya kasih jahe dan sereh, tapi jumlah ikannya enggak dikurangi. Kalau sekarang ikannya itu saya kasih bawang putih."

Dalam hal tingkat kematangan, seluruh pempek yang disajikan harus digoreng sampai kekuningan. "Kalau orang Palembang, pempek habis direbus itu langsung dimakan. Kalau di sini, pempek rebus yang baru matang itu dibilang mentah, jadi harus digoreng," ucap Sulfiana.

Lebih lanjut, pengunjung yang asli orang Sumatera Selatan banyak mengomentari cara penyajiannya yang berbeda. Di Waroeng Cik Ana, pempek dipotong-potong dan disajikan di piring, kemudian cukanya akan disiram di atasnya. Sementara di Palembang, pempek dipegang dengan tangan kemudian cuka diseruput dari mangkuk. 

Walaupun banyak dikritik pengunjung asli Sumatera karena pempek yang keluar dari pakemnya, Sulfiana merasa penting untuk berinovasi asal tidak melenceng jauh. "Ada pengunjung dari Palembang ngomong, pempekmu rasanya sudah berubah, enggak kayak pempek. Tapi kalau kita buat persis kayak yang di Sumatra, enggak pada doyan karena katanya amis."

"Kita memang sengaja sesuaikan dengan orang sini, enggak mungkin orang Jawa kita paksakan makan pempek seperti di Palembang gitu," terangnya. 

Namun, Sulfiana mengatakan bahwa pengunjung berdarah Sumatra dapat meminta rasa dan penyajian pempek yang asli sesuai pakemnya dan ia akan dengan senang hati menyajikannya. 

4 dari 4 halaman

Barang Antik Koleksi Pribadi

Awalnya, Sulfiana menjadikan rumah tinggal pribadinya untuk usaha Waroeng Pempek Cik Ana yang sempat dipandang sebelah mata. "Katanya rumahnya di gang, jelek, dan siapa sih yang mau makan pempek? Kan bukan makanan orang sini," ucap Sulfiana. Tetapi, ia terus bertekad dan berusaha. 

Setelah warung pempeknya ramai, Sulfiana memutuskan melebarkan area warungnya dengan mengontrak bagian depan rumah tersebut. Rumah tersebut juga milik saudaranya, dan posisinya lebih strategis karena berada di pinggir jalan dan bukan di dalam gang lagi. 

Waroeng Pempek Cik Ana yang kini berkapasitas untuk 20 orang itu tidak mengalami banyak renovasi dibanding saat dulu menjadi rumah tinggal. Sulfiana hanya menghilangkan sekat-sekat dan menata barang-barang lawas yang ada di rumahnya. 

"Kita setengah enggak modal kok buka (warung) itu. Alat dan piring kan kita udah punya dari katering. Tidak berniat dikasih konsep tertentu sebenarnya, kita hanya menata barang-barang yang ada, ternyata malah banyak yang bilang bagus," jelasnya.

Segala koleksi barang antik dan lawas yang terpajang di Waroeng Pempek Cik Ana ternyata merupakan koleksi pribadi. "Mertua saya itu kalau kata orang disebut orang kaya lama. Kebetulan, yang kebagian dapat rumah lama itu suami saya, jadi banyak barang-barang lama tak terpakai seperti templok, TV, dan sepeda punya mbahnya dulu yang saya simpan semua," ungkapnya.

Sulfiana juga banyak mengoleksi barang seperti keramik dan guci. Sementara, interior seperti kursi di dapat dari anaknya yang dahulu kerja di pabrik las. Terlihat pula banyak mesin jahit lawas juga diubah menjadi meja. Sampai saat ini, anak Sulfiana aktif mencari barang-barang lawas untuk menambah koleksi.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini