Sukses

Penjualan Merchandise Bagi Penggemar Fanatik dan Perlindungan HAKI

Merchandise menjadi salah satu elemen penting bagi penggemar fanati yang berupa kaos, poster, mug, photo card dan pernak-pernik lainnya. Pembuatan merchandise harus memiliki lisensi karena termasuk bagian Hak Kekayaan Intelektual (HAKI).

Liputan6.com, Jakarta - Merchandise menjadi salah satu elemen penting pemasaran brand maupun karakter IP, mulai dari kaos, poster, mug, photo card dan pernak-pernik lainnya yang biasa dicari penggemar fanatik. Penjualan merchandise akan didukung pihak ketiga yang bekerja sama dengan pemilik lisensi, namun ada juga menejemen atau agensi dari idol yang menjualnya langsung melalui website.

Salah satu toko yang menjual merchandise adalah Temday Merch Bali yakni sejak 2012 yang mengungkapkan bahwa peminatan merchandise kaos lebih tinggi dibanding dengan penjualan rilisan fisik seperti CD atau kaset. "Kaos yg diminati kebanyakan kaos band-band lokal," sebut Eka, Manager di Temday Merch Bali melalui wawancara tertulis dengan Liputan6.com, Jumat, 26 Mei 2023.

Band lokal tersebut misalnya Navicula, Seringai, Deadsquad, Burgerkill, Efek Rumah Kaca, Mocca, Morfem, Teenage Death Star dan lainnya yang harganya dijual sekitar Rp140.000 hingga Rp450.000. Sebagai toko, ia hanya mendistribusikan dan bekerja sama dengan penjual, sehingga mendapatkan merchandise kaos official tidaklah sulit didapat.

Ada juga merchandise yang dibuat untuk band-band yang berkolaborasi dengan Rock Nation, sebuah toko merchandise lainnya. lisensi design dan lainnya pasti diperlukan untuk kemudian merilis produknya.

"Semua barang yang dijualnya telah memiliki lisensi dari band yang bersangkutan baik lokal maupun internasional," sebut Bagus Wibowo, Content Creator dari Rock Nation saat dihubungi Liputan6.com melalui pesan teks, Sabtu, 28 Mei 2023.

Rasanya tak sayang untuk penggemar fanatik membeli merchandise dari band favoritnya. "Merchandise termahal yang pernah kami jual itu ada sepatu Vans X Led Zeppelin SK8-Hi, itu diharga Rp2.199.000 dan sudah terjual," ungkapnya.

Tapi ada pula merchandise yang agak sulit mencarinya, untuk beberapa band luar negeri seperti Arctic Monkeys, Turnstile. Alasannya merchandise mereka biasanya dijual dengan harga mahal. "Jadi kalau didatangkan ke Indonesia, kami agak kesulitan untuk jualannya, karena harganya pasti akan sangat mahal," sambungnya lagi.

 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Sulit Membuat Tiruan Merchandise

Tentu saat membeli merchandise para penggemar fanatik harus teliti agar tidak salah membeli barang yang tidak asli. Cara paling mudah untuk mengetahui keaslian barang biasanya dari tag di Merchandise tersebut.

"Kalau official, biasanya mereka akan ada tag di bagian belakang. Entah itu tag dari bahan merch atau tag official dari band," sambung Bagus.

Selain itu bisa dilihat pada bagian artwork merchandise, sebab yang resmi biasanya menyematkan copyright tahun rilisnya. Pastinya akan terlihat pula dari kualitas sablon merchandise itu, sablon merchandise official pastinya akan lebih bagus daripada merchandise bootleg.

Namun memang zaman sekarang menurutnya memang agak sulit membedakan antara merchandise band yang resmi dan yang bootleg, karena kecanggihan alat-alat dan manusianya. Hal senada diungkap Metta Pranata, sebagai salah satu penggemar Kpop yang kerap berbelanja pernak-pernik merchandise band dan idol favoritnya.

“Album, light stick barang yang susah dipalsukan kalo dipalsuin itu nggak mungkin. Kecuali photo card, teknologi print lebih cangih sekarang," sebut Metta saat wawancara melalui sambungan telepon, Sabtu, 28 Mei 2023.

Selain itu penggemar Kpop saat ini sudah lebih gampang mencari merchandise grup favorit. "Lebih gampang daripada lima tahun lalu," sambungnya. 

 

 

 

3 dari 4 halaman

Ada Jiwa Kompetisi untuk Mendapatkan Merchandise

Diungkapkan Metta, sebagai penggemar Kpop dirinya merasa ada jiwa kompetisi saat berburu merchandise idol favoritnya. Ia mengatakan bahwa biasanya agensi menjual merchandise resmi di website atau pihak ketiga.

Dulu saat mencari merchandise ia harus repot transfer dengan uang won, maupun dibebankan lagi pajak yang jika diurus sendiri memakan waktu dan repot. Tapi kini ada jasa warehouse Korea untuk membeli pernah-pernik merchandise incaran yang memungkinkan untuk sharing biaya pengiriman dengan pemesan lainnya, sehingga harganya tidak terlalu mahal.

"Bayar pajak yang ngurus mereka, kita tinggal bayar," bebernya lagi.

Berbagai pernak-pernik yang dijual seperti album maupun light stick termasuk mudah didapat. Agensi atau manajemen terkadang menjual album dengan bonus photo card yang hal itu semakin membuat penggemar fanatik ingin membeli.

Tak main-main kegemaran mengoleksi merchandise dari penggemar Kpop cukup menguras kantong, tapi kembali lagi pada anggaran yang dimiliki masing-masing orang. Bahkan menurut Metta, ia pernah mengeluarkan uang hingga Rp1 juta untuk merchandise yang diinginkan. 

"Penjualan merchandise mendukung pemasukan si artist. Kalo original bisa dijual lagi, harga jatoh pasti tapi ada yang beli," tambahnya.

Beberapa momen yang ditunggu-tunggu penggemar misalnya saat artist yang bersangkutan comeback, lalu merilis album. Harga album berupa CD biasanya dijual Rp300.000, sementara light stick Rp700.000. Ada juga barang seperti kaos yang harganya bisa jutaan. 

 

 

 

 

4 dari 4 halaman

Mechandise dan HAKI

Terkait penjualan merchandise, tentu akan berhubungan dengan Hak Kekayaan Intelektual (HAKI). Praktisi Hukum Kekayaan Intelektual di Assegaf Hamzah & Partner, Ari Juliano Gema mengungkapkan merchandise yang menggunakan potret atau karakter orang lain perlu ada persetujuan atau lisensi dari pemilik foto atau artis yang bersangkutan.

Biasanya penjual merchandise yang merupakan pihak ketiga akan membuat kesepakatan dengan pemilik lisensi yang tertuang di dalamnya hak atau kewajiban. "Misalnya tidak boleh dijual lebih dari sekian, perjanjian hanya setahun, apakah eksklusif atau tidak, lalu bagaimana pembagian royaltinya dari keuntungan," papar Ari saat dihubungi Liputan6.com melalui sambungan telepon, Jumat 26 Mei 2023.

Penjualan merchandise yang tidak resmi tentu disebut sebagai pelanggaran hukum. Namun ternyata hal tersebut termasuk dalam delik pengaduan, sehingga jika pihak yang bersangkutan tidak melaporkan maka tidak bisa diproses. Namun jika melanggar HAKI maka seseorang bisa terkena pidana maupun perdata dari Undang-Undang Hakk Cipta yaitu UU No 28 tahun 2014.

"Kalau melanggar dia bisa dikenakan denda maksimal Rp500 juta," sebut Ari.

Biasanya menurutnya ada pula karakter tertentu yang tidak memiliki perwakilan atau principal di Indonesia sehingga pihak yang ingin membuat merchandise kesulitan bekerja sama. Beda halnya dengan brand atau karakter tertentu yang sudah punya perwakilan akan lebih mudah mengurus perjanjian lisensi.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini