Sukses

Jenis Diet Terbaik yang Bisa Tekan Risiko Tertular Covid-19 Menurut Studi

Studi tentang diet COVID-19 ini melibatkan 600 ribu responden di Inggris dan Amerika Serikat.

Liputan6.com, Jakarta - Sebuah studi terbaru berhasil menemukan diet yang diklaim dapat menurunkan risiko penularan virus corona baru. Tim peneliti yang dipimpin King's College London mencatat sejumlah makanan sehat yang memperkecil risiko COVID-19, mengutip The Sun, Rabu, 14 Juli 2021.

Mereka mengatakan, diet berkualitas baik meningkatkan kesehatan usus yang akhirnya berdampak pada kekebalan tubuh dan berpotensi melindungi Anda dari COVID-19. Studi ini menemukan orang dengan diet kualitas tertinggi sekitar 10 persen lebih kecil kemungkinannya terpapar COVID-19 dibanding mereka dengan diet kualitas terendah.

Kelompok ini juga 40 persen lebih kecil kemungkinannya untuk menderita penyakit kronis. Studi ini didasarkan pada data dari hampir 600 ribu orang Inggris dan Amerika Serikat pengguna aplikasi ZOE Covid Symptom Study.

Kontributor mengisi survei tentang makanan yang mereka makan pada Februari 2020, tepat sebelum COVID-19 dinyatakan sebagai pandemi. Dari 600 ribu pengguna aplikasi, hampir 32 ribu tertular COVID-19 menurut gejala yang mereka laporkan. Diet harian mereka akhirnya digunakan sebagai cara mengukur risiko transmisi COVID-19.

Sementara, penelitian lain yang diterbitkan pada Juni 2021 menemukan bahwa secangkir kopi setiap hari dapat melindungi dari virus. Diperkirakan senyawa antioksidan dan antiinflamasi dalam minuman tersebut memediasi risiko pengembangan gejala, kata para peneliti.

Setiap responden dalam studi ZOE ditanyai tentang asupan harian mereka. Juga, ditanya seberapa sering mereka makan 27 jenis makanan dalam seminggu dari "jarang" hingga "lima kali atau lebih dalam sehari."

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

2 Kategori Makanan

Para peneliti kemudian mengelompokkan makanan dalam dua kategori. Satu metode memiliki skor antara 14 (diet buruk) dan 70 (diet baik), sedangkan metode lain rentangnya antara lima (diet buruk) dan 15 (diet baik).

Poin tinggi diberikan untuk makanan, seperti buah, kalengan atau segar; sayuran, kalengan atau segar; biji-bijian utuh seperti bubur, muesli, atau roti gandum; ikan berminyak, termasuk herring, sarden, dan salmon; serta kacang-kacangan.

Poin yang lebih rendah diberikan untuk makanan yang sangat diproses atau tinggi gula, garam, atau lemak tak jenuh. Kategori ini umumnya tidak boleh dikonsumsi berlebihan, yakni biji-bijian olahan seperti sereal sarapan, pasta, dan keripik; kentang goreng atau keripik; minuman manis; permen dan makanan penutup, seperti biskuit, kue, cokelat, dan manisan.

Kemudian, susu, seperti keju, yoghurt, es krim; telur; daging, termasuk sosis, bacon, kornet, pai daging, nugget ayam, dan ham ikan dalam adonan atau remah roti; serta makanan cepat saji. Mereka yang memiliki pola makan paling sehat sebagian besar adalah wanita, lansia, dan petugas kesehatan.

3 dari 4 halaman

Menambah Beragam Sayuran

Penelitian kecil lain menunjukkan bahwa kelompok vegan atau pescatarian cenderung berisiko lebih rendah terpapar COVID-19. Kalaupun iya, mereka termasuk pasien gejala ringan.

Profesor Tim Spector, ilmuwan utama di ZOE COVID Study dan profesor epidemiologi genetik di King's College London, mengatakan, "Temuan ini sejalan dengan hasil studi PREDICT kami yang menunjukkan bahwa orang yang mengonsumsi makanan berkualitas tinggi memiliki koleksi mikroba lebih sehat di dalam tubuh."

"Anda tidak harus jadi vegan, tapi mengonsumsi lebih banyak sayuran beragam di piring Anda adalah cara bagus untuk meningkatkan kesehatan mikrobioma usus, meningkatkan kekebalan dan kesehatan Anda secara keseluruhan, serta berpotensi mengurangi risiko terpapar COVID-19," imbuhnya.

Profesor Andrew Chan, seorang ahli gastroenterologi dan direktur epidemiologi di Rumah Sakit Umum Massachusetts, dan profesor di Harvard Medical School, mengatakan, "Kualitas diet merupakan faktor risiko mapan untuk banyak kondisi yang diketahui memiliki dasar peradangan."

"Studi kami menunjukkan bahwa ini mungkin juga berlaku untuk COVID-19, virus yang memicu respons peradangan yang parah," sambungnya.

Hubungan antara kualitas diet dan COVID-19 masih tetap ada setelah memperhitungkan faktor risiko lain, seperti usia dan etnis. Kaitannya juga tidak tergantung pada obesitas. Artinya, jika seseorang gemuk, tapi makan dengan sehat, risikonya dapat dikurangi. Hal yang sama berlaku untuk orang kurus yang makan makanan olahan ultra.

Kemudian, orang yang tinggal di lingkungan berpenghasilan rendah yang memiliki pola makan buruk memiliki risiko COVID-19 25 persen lebih tinggi daripada orang yang makan dengan cara yang sama.

4 dari 4 halaman

Infografis Olahraga Benteng Kedua Cegah COVID-19

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.