Sukses

Niat Menggabungkan Puasa Rajab dan Senin-Kamis, Apakah Mendapatkan Pahala Dobel?

Apakah niat menggabungkan puasa sunah Rajab dan Senin Kamis mendapakan pahala dobel?

Liputan6.com, Cilacap - Salah satu amaliah yang dianjurkan di bulan Rajab ialah puasa atau biasa disebut puasa Rajab. Adapun sebagian orang ada yang melaksanakan puasa Rajab niatnya sekaligus dengan puasa Senin-Kamis.

Dalam Fiqhul Islam wa Adillatuhu, Syekh Wahbah az-Zuhaili menerangkan bahwa menggabungkan dua niat ibadah yang sama-sama sunnah, maka keduanya hukumnya sah.

Hal senada diterangkan dalam Kitab I'anatut Thalibin karya Syaikh Abu Bakar Syatha bahwa seseorang yang berniat menggabungkan dua puasa sunnah, maka dia mendapatkan keduanya. Ia mengibaratkan hal ini seperti bersedekah kepada keluarga yang niat sedekah dan silaturahmi.

Dengan demikian, menggabungkan dua puasa sunah ini berdasarkan pendapat para ulama hukumnya sah. Lantas yang menjadi pertanyaan ialah apakah pelakunya mendapatkan pahala dobel atau tidak?

 

Simak Video Pilihan Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Apakah Pahalanya Dobel?

Menukil Wahdah.or.id, dalam Al Asybaah Wa An-Nadzhoir (1/208), Jalaluddin As-Suyuthi rahimahullah juga berkata “Jika dua perkara ibadah dari jenis yang sama berkumpul, sedangkan maksud dari keduanya tidaklah berbeda, maka kebanyakan amalan salah satunya masuk ke dalam amalan lainnya.”

MIsalnya, puasa hari Senin dan puasa  Asyura yang mana jika Asyura ini tepat pada hari senin maka waktu keduanya sama. Keduanya juga memiliki jenis yang sama yakni puasa sunat, juga sifat atau cara pelaksanaan yang sama yaitu dimulai dari sahur sebelum fajar, menahan diri dari hal-hal yang membatalkan puasa.

Contoh lainnya, ketika masuk masjid setelah adzan, maka seorang muslim disunatkan untuk melakukan dua jenis shalat yaitu dua rakaat tahiyyatul masjid dan dua rakaat shalat sunnah qabliyah, namun karena jenis kedua shalat ini sama yaitu shalat sunat, waktunya juga sama, serta tata cara pelaksanaanya sama, maka walaupun hanya melaksanakan dua rakaat asal dengan niat kedua shalat tersebut , ia telah meraih kedua pahalanya.

Bahkan jika ia menggabungkan lebih dari dua shalat, misalnya setelah wudhu ia ingin melakukan shalat sunat wudhu, shalat dhuha, dan shalat tauba, maka ia mendapatkan semua pahala shalat ini cukup dengan dua rakaat.

Maka dengan melaksanakan satu kali puasa dihari senin ini, ia telah mendapatkan dua pahala sekaligus jika ia meniatkan puasanya untuk puasa senin sekaligus Asyura.

Dari keterangan di atas dapat dipahami bahwa menggabungkan puasa Rajab dengan puasa Senin-Kamis maka orang tersebut mendapatkan pahala puasa Rajab dan puasa Senin-Kamis.

 

3 dari 3 halaman

Syarat Menggabungkan Dua Ibadah

Adapun amalan-amalan yang niatnya bisa digabungkan dalam satu amalan ini, memiliki empat syarat:

Pertama, dua amalan tersebut berasal dari jenis ibadah yang sama, seperti antara shalat dengan shalat, puasa dengan puasa, tawaf dengan tawaf. Jika keduanya berbeda jenisnya seperti shalat dan puasa, maka ini tidak bisa digabungkan niatnya.

Kedua, tercapainya maksud atau tujuan dua ibadah tersebut dengan hanya melakukan satu kali amalan. Misalnya , mandi janabah yang bermaksud mensucikan diri dari hadats, dan mandi jum’at yang bermaksud membersihkan diri, dengan satu kali mandi, kedua maksud ini dapat tercapai. Atau tawaf umrah yang bermaksud sebagai salah satu rukun umrah, dan tawaf qudum yang bermaksud penghormatan terhadap Baitullah tatkala pertama masuk Kota Mekkah, dengan satu kali tawaf maka kedua maksud ibadah ini dapat tercapai.

Ketiga, adanya waktu pelaksanaan antara dua ibadah ini. Misalnya antara shalat dhuha dan shalat wudhu ,keduanya cukup dua rakaat dilakukan setelah wudhu diwaktu dhuha. Dan bila waktunya tidak bersamaan seperti shalat shubuh dan witir, atau shalat isya dan tahajjud, maka ini tidak bisa digabungkan niatnya.

Keempat, salah satu dari dua ibadah ini tidak memiliki maksud secara dzatnya . Perlu diketahui bahwa ibadah terbagi dua;

1). Ibadah yang memiliki maksud secara dzatnya , atau dengan kata lain, keberadaan ibadah merupakan tujuan utama disyariatkannya ibadah tersebut. Ibadah ini disyariatkan dengan tujuan ibadah itu sendiri secara khusus tanpa maksud lain. Di antara contohnya, semua shalat wajib, qadha, dan rawatib –qabliyah atau ba’diyah-, atau puasa wajib, qadha, atau puasa rawatib (puasa enam hari syawal), atau juga Tawaf Umrah atau Tawaf Ifadhah/Tawaf Haji dan lain sebagainya.

2). Ibadah yang tidak memiliki maksud secara dzatnya atau ibadah yang disyariatkan bukan dengan tujuan ibadah itu sendiri secara khusus, atau dengan istilah lain, ibadah itu bukan merupakan tujuan utama disyariatkannya ibadah tersebut. Tujuan utamanya adalah yang penting amalan itu ada di kesempatan tersebut, apapun bentuknya.

Penulis: Khazim Mahrur / Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.