Sukses

Mengenal Fenomena Istiwa A’zam atau Rashdul Kiblat yang Akan Terjadi 15 dan 16 Juli 2023

Istiwa A’zam atau dikenal Rashdul Kiblat merupakan fenomena alam yang terjadi ketika matahari tepat di atas Ka’bah. Ketika itu posisi matahari senilai lintang Ka’bah, yakni 21º25’ LU. Peristiwa ini terjadi dua kali dalam setahun, yakni pada 27-28 Mei dan 15-16 Juli 2023

Liputan6.com, Jakarta - Istiwa A’zam atau dikenal Rashdul Kiblat merupakan fenomena alam yang terjadi ketika matahari tepat di atas Ka’bah. Ketika itu posisi matahari senilai lintang Ka’bah, yakni 21º25’ LU. Peristiwa ini terjadi dua kali dalam setahun, yakni pada 27-28 Mei dan 15-16 Juli. 

Secara astronomis Rashdul Kiblat terjadi akibat pergerakan semu matahari ke arah utara bumi. Perjalanan semu matahari dari khatulistiwa ke arah utara sampai kembali lagi ke khatulistiwa berlangsung sejak 21 Maret-23 September setiap tahun.

Melansir Persis.or.id, dalam perjalanan menuju arah utara, matahari melintasi Ka’bah pada lintang 21°25’21.03” LU pada tanggal 27/28 Mei. Kemudian matahari terus bergeser ke arah utara. 

Sesampai di Garis Balik Utara (GBU) pada lintang 23,4° sekitar 21 Juni, matahari akan kembali bergerak menuju khatulistiwa. Pergerakan ini akan kembali memposisikan matahari tepat di atas Ka'bah pada tanggal 15/16 Juli.

Fenomena Rashdul Kiblat sering dimanfaatkan untuk menyesuaikan arah kiblat. Hal tersebut karena saat Rashdul Kiblat arah kiblat akan searah dengan matahari. Bayang-bayang benda saat peristiwa itu terjadi adalah bayang-bayang kiblat.

Peristiwa Rashdul Kiblat akan terjadi dalam waktu dekat, yakni pada 15 dan 16 Juli 2023 bertepatan dengan 26 dan 27 Dzulhijah 1444 H. Peristiwa ini dapat disaksikan pada pukul 16.27 WIB atau 17.27 WITA.

Ketua Lembaga Falakiyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LF PBNU) KH Sirril Wafa menjelaskan, wilayah Timur Indonesia tidak bisa menyaksikan peristiwa Rashdul Kiblat. Ini karena saat peristiwa itu terjadi matahari sudah terbenam.

"Yang bisa menyaksikan hanya daerah di mana saat itu matahari terlihat. Untuk Indonesia, wilayah zona timur (WIT) yang sepertinya tidak bisa menyaksikannya karena saat itu, sudah masuk waktu Maghrib," katanya dikutip dari NU Online, Selasa (11/7/2023).

 

Saksikan Video Pilihan Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Tercatat dalam Literatur Klasik

Mengutip tulisan Kepala Observatorium Ilmu Falak (OIF) Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU), Arwin Juli Rakhmadi Butar-Butar, peristiwa Rashdul Kiblat tercatat dalam literatur-literatur klasik yang ditulis oleh ulama dan ilmuwan muslim, di antaranya Sayyid Usman.

Dalam Tahrīr Aqwā al-Adillah fī Tahshīl ‘Ain al-Qiblah, Sayyid Usman menampilkan ilustrasi dan visualisasi Rashdul Kiblat di Jawa-Melayu (Nusantara). Dalam karyanya, Sayyid Usman juga menjelaskan tata cara menentukan arah kiblat saat fenomena Rashdul Kiblat, yaitu dengan menghadapkan wajah ke matahari. 

Saat Rashdul Kiblat, siapa saja yang menghadap ke matahari atau menghadap melalui bayang-bayang suatu benda tegak lurus, maka sesungguhnya ia telah menghadap ke bangunan Ka'bah secara hakiki (Tahrīr Aqwā: lembar ke-16).

Selain Sayyid Usman, Nashiruddin al-Thusi juga mengurai secara singkat fenomena Rashdul Kiblat dalam karyanya yang berjudul “at-Tażkirah fī ‘Ilm al-Hai’ah”. Menurutnya, cara menentukan arah kiblat cukup banyak, di antaranya dengan memanfaatkan momen tatkala matahari melintasi Makkah.

Arwin menjelaskan, baik Sayyid Usman maupun Nashiruddin al-Thusi, keduanya sejatinya tidak memperkenalkan terminologi “Rashdul Kiblat” (Arab: rashd al-qiblah). Istilah ini tampaknya muncul belakangan dan hanya populer di Indonesia. 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.