Sukses

Jemaah Tak Dianjurkan Melakukan Ibadah Tarwiyah Jelang Puncak Haji, Ini Alasannya

Bukan tanpa alasan, imbauan tidak memaksakan tarwiyah lantaran besarnya mobilitas jemaah haji pada tahun ini. Selain itu juga faktor cuaca di Kota Makkah yang sangat panas.

Liputan6.com, Jakarta - Fase puncak ibadah haji di Arafah, Mudzalifah, dan Mina (Armuzna) sudah semakin dekat. Seluruh jemaah haji Indonesia diimbau untuk menjaga kesehatan fisik dengan tidak memaksakan diri melaksanakan ibadah-ibadah sunnah jelang puncak haji.

Pemerintah dalam hal ini Kementerian Agama (Kemenag) RI pun tidak menganjurkan jemaah haji Indonesia melaksanakan ibadah tarwiyah pada tanggal 8 zulhijah 1444 H atau sehari sebelum pelaksanaan wukuf di Arafah.

Bukan tanpa alasan, imbauan tidak memaksakan tarwiyah lantaran besarnya mobilitas jemaah haji pada tahun ini. Selain itu juga faktor cuaca di Kota Makkah yang sangat panas berisiko kepada kesehatan jemaah.

Meskipun secara fikih ibadah tarwiyah memang ada dan Rasulullah Muhammad SAW pernah melakukannya, jemaah haji Indonesia sebaiknya tidak memaksa mengerjakannya. Apalagi ibadah sunnah ini tidak mempengaruhi keabsahan haji seseorang

"Masalah tarwiyah secara fikihnya ada. Rasulullah juga pernah melaksanakan salat Tarwiyah pada tanggal 8 Zulhijjah. Tetapi karena jemaah yang luar biasa, (jumlah) lansia yang luar biasa, sebaiknya tidak memaksa menjalankan," ujar Kepala Seksi Bimbingan Ibadah (Kasi Bimbad) PPIH Arab Saudi Daker Madinah, Yendra Al Hamidy saat mendampingi jemaah mengambil miqat di Dzulhulaifah atau Bir Ali beberapa waktu lalu.

Yendra menuturkan, pemerintah melalui Petugas Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi juga tidak memberikan layanan secara khusus untuk penyelenggaraan ibadah tarwiyah. Pada tanggal 8 Zulhijjah, PPIH hanya fokus memobilisasi jemaah menuju ke Arafah untuk persiapan wukuf.

Kendati, pemerintah tetap akan memantau seluruh jemaahnya yang bergerak sendiri melakukan tarwiyah.

"Yang (kondisi) normal saja. Pemerintah tidak memfasilitasi ibadah tarwiyah secara khusus. Tetapi tetap memantau lewat kloter masing-masing," katanya.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Pemerintah Tidak Melarang Jemaah Haji Ibadah Tarwiyah

Dia meyakini masih akan ada jemaah Indonesia yang melakukan ibadah tarwiyah di Mina. Pemerintah tidak melarang jemaah mengerjakan ibadah tersebut, namun hanya mengingatkan bahwa puncak haji di Arafah hingga Mina ini membutuhkan kesiapan energi, fisik, dan mental yang luar biasa.

"Jemaah yang tarwiyah silakan. Intinya yang sunah silakan jalankan. Tapi jangan sampai terjadi yang tidak diinginkan, karena besoknya akan wukuf di Arafah," tuturnya.

Pada intinya, menurut Yendra, posisi pemerintah saat ini tidak menyuruh dan juga tidak melarang jemaah haji melaksanakan ibadah tarwiyah. Namun, konsekuensinya tidak ada fasilitas yang disiapkan pemerintah untuk jemaah yang menjalankan tarwiyah.

"Kembali ke jemaah masing-masing," ujar Yendra menandaskan.

Sebagai informasi, ibadah tarwiyah adalah proses menginapnya jemaah haji di Mina sehari sebelum mereka melaksanakan wukuf di Arafah pada tanggal 9 zulhijah. Selama satu malam sebelum tiba puncak ibadah haji, jemaah biasanya berdoa, berpikir, dan bermunajat kepada Allah SWT.

 

3 dari 3 halaman

Jelang Puncak Haji, Jemaah Harus Perhatikan Masa Aman Konsumsi Makanan

Jelang puncak ibadah haji, satu hal lainnya yang tak kalah penting diperhatikan para jemaah adalah memperhatikan jam makan yang telah ditentukan.

Jemaah haji Indonesia diimbau mengonsumsi makanan yang telah disediakan Petugas Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi sesuai dengan waktu yang disarankan. Hal ini penting dilakukan agar jemaah terhindar dari masalah kesehatan yang diakibatkan oleh kerusakan makanan. 

"Jemaah haji penting untuk mematuhi rentang waktu yang aman pada makanan untuk dikonsumsi. Anjuran rentang waktu aman konsumsi sudah ada di tutup kemasan makanan yang dibagikan kepada jemaah," ujar Koordinator Tim Sanitasi dan Food Security, Dedy Kurniawan di Klinik Kesehatan Haji Indonesia (KKHI) Makkah.

Meski sampel makanan tersebut sudah lolos uji organoleptik oleh tim sanitasi dan food security, namun jemaah haji perlu mewaspadai faktor risiko lain yang disebabkan dari kerusakan makanan. Jika makanan rusak dikonsumsi, pastinya akan menimbulkan masalah kesehatan.

Dedy menyampaikan bahwa salah satu faktor risiko kerusakan makanan yang terjadi di penyelenggaraan haji yaitu terkait penyimpanan makanan. Makanan dapat rusak karena mikroba seperti bakteri dan jamur yang berkembang biak pada suhu 5 hingga 60 derajat celsius.

Selain suhu, waktu penyimpanan yang lebih lama akan mengakibatkan perkembangan mikroba lebih banyak lagi.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini