Sukses

Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi Dijerat Pasal 340, Ini Perspektif Islam tentang Hukuman Mati

Hukuman mati atau qishash juga ada dalam hukum Islam. Lantas, bagaimana Islam memandang hukum qishash untuk pelaku pembunuhan, sebagaimana diatur pasal 340 KUHP seperti yang kini menjerat Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi?

Liputan6.com, Purwokerto - Bareskrim Polri menetapkan istri mantan Kadiv Propam Ferdy Sambo, Putri Candrawathi sebagai tersangka terkait dugaan pembunuhan berencana terhadap Nofriansyah Yoshua Hutabarat atau Brigadir J. 

Putri Candrawathi dijerat Pasal 340 subsidair Pasal 338 junto Pasal 55-56 Kitab Hukum Undang-Undang Pidana (KUHP). Kabareskrim Polri Komjen Agus Andrianto mengatakan, penetapan tersangka terhadap Putri Candrawathi berdasarkan keterangan saksi serta alat bukti yang ada.

"Penyidik tentu menetapkan berdasarkan keterangan para saksi dan alat bukti yang ada (fakta penyidikan)," kata Agus, Sabtu (20/8/2022).

Kabareskrim juga membeberkan peran vital Putri Candrawathi, yaitu mengajak Brigadir RR alias Ricky Rizal, Bharada E alias Richard Eliezer dan Kuwat Maruf menuju ke Duren Tiga, Kalibata, Jakarta Selatan, atau lokasi kejadian.

Tak hanya itu saja, Putri Candrawathi juga ternyata bersama dengan sang suami Irjen Ferdy Sambo menjanjikan uang kepada tiga tersangka lainnya.

Penerapan pasal 340 KUHP dengan dengan ancaman maksimal hukuman mati itu adalah wujud komitmen Polri untuk tegas dan tidak pandang bulu dalam penegakan hukum. Bahkan, Kapolri Jenderal Listyo Sigit sendiri yang mendorong penerapan pasal tersebut.

Hukuman mati atau qishash juga ada dalam hukum Islam. Lantas, bagaimana Islam memandang hukum qishash untuk pelaku pembunuhan?

 

Saksikan Video Pilihan Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Perspektif Islam tentang Hukuman untuk Pembunuh

Terlepas dari kasus yang kini tengah menjerat Ferdy Sambo dan tersangka lain dalam kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir J, Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Abdul Mu’ti mengatakan hukuman untuk kasus pembunuhan di dalam Islam adalah dengan cara qishash atau hukuman setimpal sesuai dengan mafsadat yang telah dia timbulkan.

“Pembunuh dan otak pembunuhan sesuai ayat Alquran dan pendapat mayoritas ulama dihukum qishash. Akan tetapi, hukuman itu mungkin saja tidak diterapkan apabila keluarga korban memaafkan atau diganti dengan diyat (denda) sesuai dalam Quran surah Al-Baqarah ayat 178,” kata Mu’ti, dikutip dari muhammadiyah.or.id, Senin (20/8/2022).

Dia juga menjelaskan bahwa mereka yang terlibat dalam pembunuhan, baik eksekutor, si perencana, atau mereka yang membunuh dengan menggunakan jasa orang lain tetap dihukumi dengan qishash. Dan mereka yang berhak melaksanakan qishash pun bukan sembarang orang, tetapi negara.

Ketegasan ini disyariatkan karena Islam menghargai setiap nyawa manusia sebagaimana firman Allah dalam QS. Al-Maidah ayat 32 yang artinya membunuh satu nyawa manusia seperti halnya membunuh seluruh umat manusia. “Di negara-negara Arab dipancung kepala di depan umum, tempat terbuka. Di Indonesia, eksekusi hukuman mati dapat dilakukan dengan cara ditembak atau cara lain yang memungkinkan seseorang mati dengan cepat,” ujarnya.

 

3 dari 3 halaman

Tidak Semua Pembunuhan Diqishash

Anggota Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Muhammad Zuhri menjelaskan walaupun Al-Qur'an menetapkan hukuman qishash bagi pelaku pembunuhan, tidak lantas bermakna bahwa hal itu mutlak dilakukan pada setiap kasus pembunuhan.

Dalam Al-Qur'an, Allah juga memberi pilihan pihak keluarga korban sebagai waliyuddam untuk memilih alternatif antara memaafkan, menerima Diyat/ganti rugi atau menuntut balas dengan qishash.

Diyat diberlakukan pada pembunuhan yang tidak disengaja, tapi terjadi karena kecerobohan seseorang. Namun pilihan diyat ini bukan berarti mengganti hukuman qishash karena sejatinya Allah menegaskan di dalam qishash itu ada keutamaan untuk dijadikan pembelajaran hidup bagi manusia lain yang menyaksikannya.

Di sinilah letak hikmah dari ajaran Islam yang menghargai nyawa setiap manusia dengan menekankan pemberian maaf lebih dulu, meskipun kepada si pembunuh. Namun jika hal ini tidak bisa dilakukan, maka mau tak mau si pembunuh harus menerima akibatnya yaitu mendapatkan qishash.

Zuhri menegaskan meskipun mayoritas ulama berpendapat pelaksanaan qishash dilakukan oleh penguasa atau pemerintah yang sah, namun Allah juga mengingatkan agar pelaksanaannya itu tidak melampaui batas. Karena itu perlu kehati-hatian dan sikap profesionalitas dalam melihat setiap unsur aspek hukum.

Tim Rembulan

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.