Sukses

Harga Daging Sapi Melejit, Kios Sepi Pembeli

Menurut pedagang di Pasar Palmerah, operasi pasar yang dilakukan pemerintah tak ada gunanya.

Liputan6.com, Jakarta - Dua pekan menjelang Lebaran, harga daging sapi potong menembus angka Rp 125.000 hingga Rp 130.000 per kilogramnya di Pasar Palmerah Jakarta Barat. Para pedagang di pasar itu memprediksi harga daging bakal terus merangkak naik jika pemerintah tak menekan harga karkas sapi dari rumah potong.

"Nggak ada pengaruhnya operasi pasar, mau dijual berapa juga (di operasi pasar), bakal tetap mahal di sini, kalau pemerintah nggak ngontrol dari rumah potongnya," ujar Zainal (56) seorang pedagang daging sapi di Pasar Palmerah Jakarta Barat pada Liputan6.com, Selasa (21/6/2016).

Zainal memprediksi, harga daging bisa tembus Rp 150.000 per kilogramnya. Sebab harga karkas dari Rumah Potong Hewan (RPH), bisa mencapai Rp 95.000 per kilogram.

Zainal mengaku tak banyak ambil untung atas penjualan daging sapi itu. Kata dia, semua pedagang daging mematok harga yang sama, sebab mereka mengambil dari rumah potong yang sama.

"Nggak sangguplah, kalau di bawah itu, kami yang rugi, gimana mau jual Rp 85.000?" ucap Tatan pedagang lainnya.

Meski pada operasi pasar harga daging jauh lebih murah, masyarakat enggan membeli. Sebab, daging yang dijual merupakan daging beku dan berada dalam paketan.

"Saya pernah beli, eh dimarahin majikan, dagingnya dikit, banyak lemak. Abis itu kalau dimasukin kulkas, beratnya kurang, nggak tau kenapa," kata Tiyem, asisten rumah tangga yang membeli daging di Palmerah.

Dengan harga daging Rp 125 hingga Rp 130.000 itu, pedagang mengaku hanya mengambil untung Rp 5.000. Dari karkas, mereka harus menyisihkan lagi uang untuk memisahkan tulang dengan daging, lemak, dan upah angkut.

"Coba aja beli ke RPH, bawa sendiri, dan potong aja sendiri kalau mau harga Rp 90.000 an," jelas Badrul pedagang daging lainnya.

Dari pantauan Liputan6.com, pembeli daging tidak terlalu ramai. Pedagang juga mengaku mengurangi pasokan mereka. Zainal, yang biasanya membeli 3 ekor sapi yang telah dipotong-potong besar, sekarang hanya membeli 1 terkadang 2 ekor.

"Nggak sanggup lagi kayak biasa, ngambil banyak takut nggak habis. Kami jual daging segar, bukan yang beku. Harus habis hari ini, kalau nggak bisa rugi," jelas Zainal.

Zainal berani bertaruh akan kualitas dagingnya meski dengan harga yang lebih tinggi dari yang dijual pemerintah dengan operasi pasarnya.

"Daging operasi pasar itu bakal susut dan banyak airnya, belum lagi lemaknya. Daging luar mah kayak gitu, pakai pengawet, jadi kelihatannya aja yang segar, tapi rasa nggak bisa bohong," jamin Zainal.

Dari penelusuran Liputan6.com di Pasar Palmerah, rata-rata pedagang daging mengurangi pembeliannya ke RPH. Mereka takut rugi. Dengan harga karkas yang mahal, mereka kesusahan untuk menjual lebih murah.

"Kalau memang serius mau nurunin harga daging, harusnya pemerintah kontrol dari RPH," keluh Zainal.

Menurut dia, pedagang tak butuh penambahan kuota impor. Tapi butuh kejelasan pengawasan pemerintah. Jika impor ditambah, tapi rantai distribusi dan pengawasan tak ada, harga daging akan tetap mahal.

"Kalau diawasin ya pasti murahlah, kami juga nggak mau jual mahal, lebih baik banyak pembeli daripada mahal tapi sepi kayak gini," ucap Zainal.

Meski Pasar Palmerah ramai, los penjual daging nampak sepi. Hanya satu dua pembeli yang tawar menawar lalu pergi.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini