Sukses

Bela Prabowo, Eks Kopassus Anggap Wiranto Mengadu Domba

Perwakilan puluhan eks anggota Kopassus merasa tersinggung dengan pernyataan Wiranto yang mereka anggap tidak benar.

Oleh:Taufiqurrohman dan Edward Panggabean Liputan6.com, Jakarta - Penyataan mantan Panglima ABRI (sekarang TNI) Jenderal Purnawirawan Wiranto yang menyebut keterlibatan Prabowo Subianto dalam kasus penculikan para aktivis tahun 1998 masih menuai pro dan kontra.

Perwakilan puluhan eks personel Komando Pasukan Khusus (Kopassus) TNI Angkatan Darat se-Indonesia tidak terima terhadap penyataan Wiranto tersebut. Terutama menuding mantan Komandan Jenderal mereka, Prabowo Subianto, melanggar hak asasi manusia (HAM) dan bertanggung jawab pada kerusuhan Mei 1998.

Eks Komandan Tim 1 Kompi 13 Grup 1 Kopassus Serang Kolonel TNI Purn Ruby mengatakan, Wiranto bukanlah sosok komandan yang berani dengan melempar tanggung jawabnya sebagai pucuk pimpinan militer ketika kerusuhan reformasi terjadi.

"Sebetulnya yang harus bertanggung jawab Wiranto dan KSAD, bukan bawahannya. Karena yang mengetahui KSAD dan Pangab, bukan Prabowo," kata Ruby di Djoko Santoso Media Center, Diponegoro, Jakarta Pusat, Sabtu (21/6/2014).

Ruby menegaskan, saat kerusuhan 16 tahun silam pecah, tidak ada langkah inisiatif yang dilakukan Prabowo seperti apa yang dikatakan Wiranto 2 hari lalu terkait penculikan beberapa aktivis.

Menurutnya, apa yang dikatakan Wiranto adalah bukan menunjukkan seorang komandan dan ksatria sebagai pimpinan, namun lebih menunjukkan sikap tidak ingin bertanggung jawab atas apa yang sudah terjadi.

"Seharusnya dengan tegas Pak Wiranto jawab jika Wiranto yang bertanggung jawab, tapi karena dia cemen (penakut) maka mencari kesalahan ke Prabowo," tegasnya yang diikuti oleh teman-temannya sesama mantan anggota Kopassus.

Dia berujar, berkumpulnya para mantan Kopassus tersebut bukan untuk kampanye kepada Partai Gerindra maupun pasangan capres-cawapres Prabowo Subianto-Hatta Rajasa. Namun lebih karena ia dan sesama eks anggota Kopassus merasa tersinggung dengan pernyataan Wiranto yang mereka anggap tidak benar.

"Kami mengatakan ini (Wiranto) bukan orasi dan dukungan, tapi karena para purnawirawan tersinggung oleh oknum dari para jenderal. Wiranto tidak tegas dan mengadu domba memecah-belah kita, kami di akar rumput mulai panas, kami yang mengetahui, kami yang berperang. Ini membuat kami seolah ingin perang lagi," tandas Ruby. (Sss)

Tudingan berkhianat...

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 6 halaman

Tudingan Berkhianat


Keberadaan sejumlah jenderal purnawirawan TNI di kubu pasangan capres-cawapres, Joko Widodo-Jusuf Kalla, mendapat perlawanan dari mantan prajurit Komando Pasukan Khusus (Kopassus). Sebab, sejumlah jenderal purnawirawan itu dinilai telah berkhianat terhadap korps TNI hanya demi kekuasaan.

"Itu pengkhianatan terhadap prajurit. Tentara itu korps. Ada tentara yang mencalonkan jadi presiden, lalu tentara di sebelah sana (Jokowi-JK) tidak mendukung rekan-rekannya sesama prajurit, pengkhianat," ucap Kolonel Purn Andaria di Rumah Polonia, Jakarta, Sabtu (21/6/2014).

Karena itu, bekas prajurit yang setia terhadap Prabowo menantang kepada mantan para jenderal yang memojokkan Prabowo. Hal itu sebagai bentuk loyalitas Korps Baret Merah. Sebelumnya, bekas Panglima TNI Wiranto membeberkan kasus penculikan para aktivis pada tahun 1998 yang diarahkan kepada Prabowo saat menjabat sebagai Panglima Kostrad.

"Berkhianat pada janji prajurit. Sekali lagi saya katakan, kami mendukung karena warga korps, akan kami pertaruhkan jiwa raga. Siapa yang fitnah akan kami hadapi walaupun kami sudah tua opa-opa, mami-mami, dengan di atas kursi roda pun kami hadapi," ujar dia.

Para purnawirawan dan warakawuri Kopassus mendukung seluruh apa yang mereka punya, untuk memberikan kepada Prabowo yang pernah menjadi Danjen Kopasus.

"Kami mendapat mandat sebagai prajurit Baret Merah. Prabowo adalah mantan Baret Merah. Kami datang sebagai loyalitas Korps Baret Merah. Prabowo susah, kita juga susah. Karena kita satu korps. kalau saya tidak mendukung maka berkhianat pada korps, sebagai anggota TNI saya berkhianat kepada TNI," ucap dia.

Meski demikian, para purnawirawan dan warakawuri Kopassus serta keluarga se-Depok mendukung Prabowo-Hatta sebagai pasangan presiden-wapres 2014-2019. Dengan alasan, Prabowo dan Hatta akan tetap setia dan sanggup mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

"Kami berkeyakinan bahwa Prabowo-Hatta akan melakukan tindakan tegas untuk mengusir militer asing yang masuk teritori Tanah Air tanpa izin, demi tegaknya Negara Kesatuan RI," ungkap dia.

Untuk diketahui, ada puluhan jenderal purnawirawan TNI yang berada di balik punggung pasangan capres-cawapres Jokowi-JK. Mereka di antaranya Jenderal TNI Purnawirawan Wiranto (Mantan Panglima ABRI/Menhan), Jenderal TNI Purn A.M. Hendropriyono (Mantan Kepala BIN/mantan Menteri Transmigrasi), Jenderal TNI Purn Luhut Binsar Pandjaitan (Mantan Dankodiklat TNI AD/mantan Menperindag/mantan Wakil Ketua Dewan Pertimbangan Golkar), Laksamana Purn Tedjo Edi (Mantan KSAL) dan mantan KSAD Jenderal TNI Purn Farchrul Rozi.

Kemudian, Marsekal Madya Purn Ian Santoso (Mantan Kepala BAIS), Mayjen TNI Purn Tritamtomo (Mantan Pangdam Bukit Barisan), Mayjen TNI Purn T.B. Hasanuddin, Jenderal TNI Purn Tyasno Sudarto (Mantan KSAD), Laksamana TNI Purn Bernard Ken Sondakh (Mantan KSAL), Letnan Jenderal TNI Purn Sumarsono (Mantan Wakil KSAD/mantan Sekjen Partai Golkar).

Lalu, Letjen TNI Purn Syarifudin Tippe (Mantan Rektor Universitas Pertahanan), Letjen TNI Purn Farid Zainudin (Mantan Kepala BAIS), Mayjen TNI Purn M. Yusuf Solikin, Mayjen TNI Purn Bambang Ismoyo (Mantan Dirdik Sesko TNI), Mayjen TNI Purn M. Luthfi Wetto, Marsekal Muda (Marsda) TNI Purn Basri Sidehabi (Mantan Gubernur Akademi TNI AU), Marsda TNI Purn Pieter L.D. Wattimena (Mantan Dirjen Ranahan Departemen Pertahanan), Laksamana Muda (Laksda) TNI Purn Sosialisman (Mantan Panglima Komando Armada Timur TNI AL), Laksda TNI Purn Abdul Malik Yusuf (Mantan Widyaiswara Utama Bid Ekonomi 23. Lemhannas).

Lepas Wing Komando...

3 dari 6 halaman

Lepas Wing Komando

Pernyataan mantan Panglima ABRI (sekarang TNI) Jenderal Purnawirawan Wiranto di sejumlah media massa yang menyebutkan mantan Danjen Komando Pasukan Khusus (Kopassus) Prabowo Subianto membuat geram sejumlah akar rumput. Khususnya bagi mantan Korps Baret Merah yang mengaku menjadi saksi hidup beberapa tragedi kerusuhan 16 tahun silam.

Dalam aksi dukungannya terhadap Prabowo Subianto, mereka yang terdiri dari perwakilan eks Kopassus di Indonesia mendesak agar Wiranto melepas wing komando. Sebab, Wiranto dinilai tidak pantas mengenakannya.

"Kami juga mendesak agar Wiranto melepas wing komando milik Kopassus karena Wiranto tidak pantas pakai itu. Kalau bicaranya tidak memberi contoh seperti itu, (wing) dia harus dicopot," kata eks Komandan Tim 1 Kompi 13 Grup 1 Kopassus Serang Kolonel Purn TNI Ruby di Djoko Santoso Media Center, kawasan Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat, Sabtu (21/6/2014).

Menurut Ruby, pernyataan Wiranto maupun para purnawirawan jenderal itu dinilai dapat menimbulkan potensi konflik perpecahan, khususnya di dalam institusi militer. Sebab, pernyataannya dapat menimbulkan adu domba di kalangan bawah.

"Karena itu, kalau dia (Wiranto) terus memberikan pernyataan, kita akan cari dia. Di mana dia ada, kita akan cari. Kalau dia diam, kami akan diam. Kita mencari itu supaya dia tidak arogan dan memecah belah dan tidak adu domba. Karena kami ini akar rumput akan panas jika diadu domba seperti ini," tandas Ruby.

Tudingan Eks Baret Merah...

4 dari 6 halaman

Tudingan Eks Baret Merah

Perwakilan puluhan eks anggota Komando Pasukan Khusus (Kopassus) seluruh Indonesia tidak terima terhadap penyataan mantan Panglima ABRI (sekarang TNI) Jenderal Purnawirawan TNI Wiranto, yang menyatakan jika mantan Komandan Jenderal mereka yakni Prabowo Subianto disebut bertanggung jawab terkait kerusuhan Mei 1998 silam.

"Apa yang diungkapkan Wiranto salah, sudah tidak benar. Wiranto dulu ingin membumihanguskan Jakarta waktu 1998, kami saksi hidup," kata eks Komandan Tim 1 Kompi 13 Grup 1 Kopassus Serang Kolonel (Purn) TNI Ruby di Djoko Santoso Media Center, kawasan Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat, Sabtu (21/6/2014).

Tak hanya Jakarta, dia juga mengatakan jika Timor Timur (sekarang Timor Leste) juga ingin dibumihanguskan oleh Wiranto yang sekarang menjabat Ketua Umum Partai Hanura. Ruby berujar, Wiranto tidak pantas disebut sebagai mantan pimpinan mereka karena sudah tidak jujur melemparkan tanggung jawabnya atas apa yang terjadi 16 tahun silam.

"Jakarta dan Timor Timur waktu 1998 itu ingin dibumihanguskan oleh Wiranto. Tidak pantas sebagai pimpinan berbicara seperti itu. Namanya memecah belah. Ucapan itu karena dia sudah dibayar asing," ujarnya.

Lebih jauh Ruby mengatakan, ribuan mantan Kopassus tidak akan tinggal diam jika Wiranto kembali mengatakan hal yang bukan sebenarnya terkait kasus-kasus kerusuhan yang terjadi, semasa Wiranto menjadi Pangab (Panglima ABRI).

"Kalau dia terus memberikan pernyataan salah dan tidak benar, akan kita cari dia, di mana pun dia ada kita cari. Kita ribuan di seluruh Indonesia. Kalau dia diam, kita diam. Wiranto bukan lagi siapa-siapa, kita sesama rakyat biasa," tandas Ruby.

Ucapan Sangat Manis...

5 dari 6 halaman

Ucapan Sangat Manis

Wakil Ketua Umum Tim Pemenangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa, Jenderal Purn George Toisutta menilai pernyataan Wiranto yang menyebut Prabowo dipecat karena terkait penculikan aktivis pada 1998, ternyata dihargai dari para prajuritnya. Sebab, dari sikap pernyataan itu, para mantan anggota di TNI mengerti karakter Wiranto sebenarnya.

"Saya hargai omongan Pak Wiranto. Sehingga kami yang muda-muda dapat melihat bapak sebenarnya," kata George usai menyambut para pendukung deklarasi di Rumah Polonia, Jakarta Timur, Sabtu (21/6/2014).

Karena itu, George yang satu angkatan dengan Prabowo di Akademi Militer (Akmil) pada tahun 1974 itu menyampaikan terima kasih atas ucapan dari bekas pimpinannya itu di militer.

"Terima kasih Pak Wiranto sudah berucap dengan sangat manis kepada kami," ujar dia.

Sebelumnya, Wiranto menggelar konferensi pers menanggapi tersebarnya hal tersebut. Dalam kesempatan itu, Wiranto di antaranya menyebut Prabowo terlibat penculikan aktivis pada tahun 1998 atas inisiatif sendiri.

Wiranto juga menilai, tidak penting apakah Prabowo diberhentikan secara hormat atau tidak. Dia meminta publik untuk melihat substansi penyebab kenapa Prabowo bisa sampai diberhentikan.

SK DKP Dinilai Inskonstitusional...

6 dari 6 halaman

SK DKP Dinilai Inskonstitusional

Tim Kampanye Nasional Prabowo-Hatta, Andre Rosiade mengatakan bahwa surat keputusan (SK) yang dibuat Panglima ABRI Nomor 838 Tahun 1995 tentang Dewan Kehormatan Perwira(DKP) dinilai inskonstitusional. Sebab, Panglima ABRI (Pangab) saat itu, Wiranto tidak memiliki wewenang untuk membuat DKP untuk perwira tinggi (pati) tersebut.

"Berdasarkan skep (SK) Panglima ABRI Nomor 838 Tahun 1995 tentang DKP, Pangab hanya mempunyai wewenang membuat DKP untuk pamen atau perwira menengah, dari kolonel ke bawah," kata Andre dalam keterangannya di Rumah Polonia, Cipinang, Jakarta Timur, Sabtu (21/6/2014).

Tak hanya itu, seyogianya dalam menyusun SK itu anggota DKP minimal 3 orang yang harus memiliki pangkat lebih tinggi dari terperiksa. Namun, faktanya hanya 1 orang yang saat itu memiliki pangkat lebih tinggi, yaitu KSAD Jenderal Subagyo H.S.

"Ini menunjukkan Pak Wiranto sebagai Pangab sudah melakukan tindakan inkonstitusional yang melebihi wewenang beliau sebagai Pangab, demi ambisi pribadi untuk menyingkirkan Prabowo Subianto," tukas Andre.

Dia mengungkapkan, berdasarkan pernyataan Kapuspen TNI pada 20 Juni 2014 untuk menyampaikan pernyataan Panglima TNI Jenderal Moeldoko, tidak ditemukan arsip DKP di Mabes TNI maupun di Sekretariat Umum (Setum) TNI. Dia menduga dokumen DKP itu disimpan Wiranto.

"Diindikasikan, dokumen DKP itu disimpan secara pribadi oleh Pangab saat itu, saudara Wiranto," kata dia.

Menurut Andre, tindakan Ketua Umum Partai Hanura yang kini berkoalisi dengan pasangan capres-cawapres Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK) itu inkonstitusional dan ilegal. Serta, menyalahi SK Panglima ABRI No. 838 Tahun 1995.

"Karena itulah, dokumen itu tak disimpan di Mabes TNI," ungkapnya.

Dengan demikian, imbuh Andre, pernyataan Wiranto menjadi keberkahan yang diberikan Allah SWT kepada Prabowo bahwa tudingan itu hanyalah fitnah yang dilakukan tim nomor urut 2, Jokowi-JK. Sebab, elektabilitas Pak Prabowo semakin meningkat dan telah melewati pasangan nomor 2. Tudingan itu dimunculkan kembali untuk mencoba menurunkan elektabilitas Prabowo-Hatta.

"Selain itu, para purnawirawan di kubu Jokowi-Jusuf Kalla sebenarnya telah mengetahui bahwa DKP itu ilegal dan inkonstitusional. Karena itu pada Pilpres 2009, isu ini tidak pernah dimunculkan ke publik. Ada apa?" tukas Andre.

Karena itu, dia meminta kepada rakyat Indonesia bahwa apa yang disampaikan Wiranto dan pendukung mantan jenderal di belakangnya merupakan fakta sebenarnya yang perlu diketahui secara bersama.

"Yakinlah Gusti Allah ora sare atau Tuhan tidak tidur. Hal ini juga sesuai dengan pernyataan Pak Prabowo bahwa becik ketitik olo ketoro, yang benar akan kelihatan benar dan yang salah pasti akan terungkap salah," tandas dia.

Sebelumnya, Wiranto menggelar konferensi pers menanggapi tersebarnya hal tersebut. Dalam kesempatan itu, Wiranto di antaranya menyebut Prabowo terlibat penculikan aktivis pada tahun 1998 atas inisiatif sendiri.

Wiranto juga menilai, tidak penting apakah Prabowo diberhentikan secara hormat atau tidak. Dia meminta publik untuk melihat substansi penyebab kenapa Prabowo bisa sampai diberhentikan.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini