Sukses

Penjelasan Proses Terjadinya Hujan Orografis, Dipengaruhi Angin

Proses terjadinya ini dipicu oleh angin yang mendorong udara ke arah bukit dan pegunungan.

Liputan6.com, Jakarta - Hujan orografis, juga dikenal sebagai hujan pegunungan. Proses terjadinya hujan orografis adalah ketika udara lembap dan berangkat dari daerah yang lebih rendah bertemu dengan pegunungan atau rintangan geografis yang tinggi. Wilayah tanpa hujan di sisi berlawanan gunung disebut "daerah bayangan hujan."

Dalam buku berjudul Ilmu Pengetahuan Sosial oleh Waluyo, dkk, proses terjadinya hujan orografis, yang juga dikenal sebagai hujan relief, adalah terjadi di daerah perbukitan atau pegunungan. Proses terjadinya ini dipicu oleh angin yang mendorong udara ke arah bukit dan pegunungan.

Proses terjadinya hujan orografis adalah contoh bagaimana topografi atau karakteristik geografis dapat memengaruhi pola curah hujan di suatu daerah. Ini adalah salah satu faktor yang berkontribusi pada distribusi hujan yang tidak merata di berbagai wilayah, terutama di sekitar pegunungan atau rintangan geografis yang tinggi.

Berikut Liputan6.comulas lebih mendalam tentang proses terjadinya hujan orografis yang dimaksudkan, Rabu (18/10/2023).

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Terjadinya Hujan Orografis

Proses terjadinya hujan orografis sebagai berikut:

1. Arus Udara Lembap

Semuanya dimulai ketika arus udara lembap yang kaya akan uap air naik dari daerah yang lebih rendah. Ini bisa terjadi karena berbagai alasan, seperti angin konvergensi (angin yang bertemu dan bergerak ke atas), perbedaan suhu, atau efek pemanasan matahari.

2. Interaksi dengan Pegunungan

Ketika arus udara lembap ini mencapai pegunungan atau rintangan geografis yang tinggi, udara terpaksa naik untuk melewati rintangan tersebut. Ketika udara naik, ia mendingin karena tekanan atmosfer yang lebih rendah di ketinggian yang lebih tinggi. Ketika udara mendingin, kemampuannya untuk menyimpan uap air menurun.

3. Kondensasi

Melansir dari Met Office, Ketika tiba di puncak bukit, suhu udara akan turun, dan jika kelembaban udara mencukupi, uap air akan mengalami kondensasi, membentuk awan, dan pada akhirnya menghasilkan hujan yang jatuh di atas bukit.

Pada ketinggian tertentu, udara lembap mencapai titik embunnya, yaitu suhu ketika uap air mulai mengembun dan berubah menjadi titik-titik air atau tetes air. Kondensasi ini menghasilkan awan yang disebut awan orografis, yang sering terlihat menempel di sekitar puncak pegunungan.

4. Percipitasi

Ketika awan orografis terlalu berat dan tidak lagi dapat menahan uap air, air kondensasi jatuh ke bawah sebagai hujan, salju, atau hujan es tergantung pada suhu dan kondisi di ketinggian tersebut. Inilah yang disebut hujan orografis. Curah hujan ini bisa sangat melimpah di sisi angin (leeward) pegunungan, sementara sisi hulu angin (windward) cenderung lebih kering.

Mengutip dari buku berjudul Tata Ruang Air oleh Robert J. Kodoatie, dkk., setelah mengalami proses kondensasi, awan akan bergerak menuju daerah dengan tekanan udara yang lebih rendah, dan hujan akan turun ke permukaan bumi dalam bentuk air. Kemudian, air hujan tersebut akan mencapai permukaan bumi dan meresap ke dalam tanah melalui pori-pori.

Air yang meresap ini akan mengalir di atas permukaan bumi, seperti di parit atau sungai, dan akhirnya mengalir ke laut. Biasanya, sekitar 80% dari air hujan jatuh ke laut, sedangkan sisanya sekitar 20% mengalir ke daratan.

 

3 dari 3 halaman

Klasifikasi Hujan

Dalam buku berjudul Geografi Untuk Kelas X SMA/MA oleh Ahmad Yani, jenis hujan diklasifikasikan berdasarkan dua faktor utama, yakni ukuran butir hujan dan proses terjadinya. Fokus utama kali ini adalah pada klasifikasi berdasarkan ukuran butir hujan.

1. Hujan Gerimis (Drizzle)

Hujan gerimis terjadi ketika butir-butir hujan memiliki diameter yang sangat kecil, yaitu kurang dari 0.5 mm. Karakteristik paling mencolok dari hujan gerimis adalah tetesan air yang sangat kecil dan rapat, hampir seperti kabut yang jatuh perlahan. Ini sering terjadi dalam hujan ringan atau kabut deras, dan sering kali menciptakan suasana yang tenang.

2. Hujan Salju (Snow)

Hujan salju terdiri dari kristal-kristal es yang terbentuk ketika temperatur udara berada di bawah titik beku. Ini adalah hujan yang sangat berbeda dari hujan cair biasa. Hujan salju sering terjadi dalam kondisi dingin, khususnya selama musim dingin. Kristal-kristal es ini dapat tahan cukup lama sebelum meleleh saat mencapai tanah, menciptakan pemandangan yang indah di musim salju.

3. Hujan Batu Es (Hail)

Hujan batu es adalah fenomena cuaca yang menarik. Ini terjadi ketika butiran-butan batu es turun dari awan, meskipun suhu di daratan cukup panas. Fenomena ini terjadi karena awan yang memiliki temperatur di atas titik beku di tingkat yang lebih tinggi di atmosfer. Hujan batu es memiliki butiran yang jauh lebih besar daripada hujan biasa. Butirannya cukup besar dan keras, dan ketika mencapai tanah, dapat menyebabkan kerusakan.

4. Hujan Deras (Rain)

Hujan deras adalah jenis hujan yang paling umum dialami. Ini terjadi ketika air jatuh dari awan yang temperaturnya di atas titik beku. Butiran hujan biasanya memiliki diameter lebih dari 0.5 mm. Hujan deras seringkali terjadi dalam intensitas yang cukup kuat, menciptakan suara gemuruh dan memberikan nutrisi yang berharga bagi tanaman dan lingkungan.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.