Sukses

Hukum Memakan Daging Kurban Sendiri Bagi Umat Islam, Ini Penjelasan Lengkapnya

Simak penjelasan terkait hukum bagi umat Muslim yang memakan sendiri daging kurbannya.

Liputan6.com, Jakarta Umumnya hewan kurban diberikan kepada orang-orang yang berhak menerima ataupun orang yang membutuhkan. Namun, apa hukumnya bagi shohibul qurban yang memakan daging kurban sendiri dalam Islam?

Ibadah kurban adalah ibadah dengan melakukan penyembelihan hewan ternak seperti unta, kambing, domba, sapi dan kerbau untuk dipersembahkan kepada Allah SWT. Umat Muslim yang merdeka finansiallah yang wajib untuk menyembelih hewan kurban ketika waktunya tiba.

Ibadah kurban ini dilaksanakan pada hari raya Idul Adha dan tiga hari sesudahnya, yakni tanggal 11-13 Dzulhijjah. Bagi umat Muslim yang ingin berkurban hukumnya sunnah muakkad. Namun bisa jadi wajib jika telah dinazarkan sebelumnya.

Berikut ini Liputan6.com ulas mengenai hukum memakan daging kurban sendiri bagi shohibul qurban yang telah dirangkum dari berbagai sumber, Jumat (16/6/2023).

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Hukum Memakan Daging Kurban Sendiri

Dikutip dari laman Badan Amil Zakat Nasional atau Baznas, Orang yang berkurban dikenal sebagai shohibul qurban. Shohibul Qurban ini berhak mendapatkan 1/3 daging kurban. Sebagaimana yang dijelaskan dalam Hadis Riwayat Ahmad, Nabi Muhammad SAW bersabda

“Jika di antara kalian berqurban, maka makanlah sebagian qurbannya” (HR Ahmad).

Dengan begitu, hukum memakan hewan kurban sendiri diperbolehkan. Hal ini juga dipertegas dalam buku berjudul Fiqih Sunnah Jilid 3 oleh Sayyid Sabiq, menjelaskan bagi orang yang berkurban, dia dibolehkan memakan daging hewan kurbannya sendiri tanpa ada batasan. Dia boleh menjadikannya sebagai kurban atau menjadikannya sebagai bentuk sedekah.

Ada utama yang berpendapat bahwa dia boleh memakan separuh dari gading hewan yang dia kurbankan dan menyedekahkan sebagian yang lain. Ada pula ulama lain yang berpendapat bahwa orang yang berkurban hendaknya membagi daging hewan kurbannya menjadi tiga, yakni sepertiga di makan sendiri, sepertiga dipergunakan untuk kurban, dan sepertiga untuk disedekahkan.

Sementara itu, Pengasuh Lembaga Pengembangan Dakwah (LPD) Al Bahjah Buya Yahya menjelaskan boleh memakan daging kurban sendiri.

“Jangan sampai Anda menyembelih kambing ternyata anak Anda ngenes melihat (orang makan daging) kambing, boleh (dimakan),” katanya dikutip dari YouTube Buya Yahya.

Dikutip dari laman Kemenag Bali, para ulama membagi dua perincian hukum mengenai kebolehan makan daging kurban bagi orang yang berkurban itu sendiri. 

Pertama, jika kurban tersebut adalah kurban sunnah atau tathawwu’, maka para ulama sepakat mengenai kebolehan makan daging kurban bagi orang yang berkurban dan keluarganya. Bahkan orang yang berkurban dianjurkan untuk makan sebagian daging kurbannya, karena Rasulullah Saw pernah makan daging kurbannya.

Rasulullah Saw ketika hari Idul Fitri tidak keluar dulu sebelum makan sesuatu. Ketika Idul Adha tidak makan sesuatu hingga beliau kembali ke rumah. Saat kembali, beliau makan hati dari hewan kurbannya.

Kedua, jika kurban tersebut adalah kurban nadzar, maka orang yang berkurban tidak boleh makan daging kurbannya. Haram mengonsumsi kurban dan hadyu yang wajib sebab nadzar. Maksudnya, haram bagi orang yang berkurban dan melakukan hadyu mengonsumsi daging kurban dan hadyu yang wajib sebab nazar. Maka wajib menyedekahkan seluruhnya, termasuk tanduk dan kuku hewan. Jika ia mengonsumsi sebagian dari hewan tersebut, maka wajib menggantinya dan diberikan pada orang fakir.

3 dari 4 halaman

Syarat Untuk Orang yang Berkurban

Berikut ini beberapa syarat bagi orang yang ingin berkurban adalah:

  1. Beragama Islam
  2. Dewasa (baligh)
  3. Berakal
  4. Mampu

Maksud dari mampu di sini adalah orang tersebut mampu membeli hewan kurban pada waktu mendekati Hari Raya Idul Adha. Dan setelahnya masih mampu memenuhi kebutuhan pokoknya. Kriteria mampu ini bisa berbeda tiap mahzabnya.

Pada mahzab Hambali, mampu berarti ketika seseorang pada Idul Adha mampu membeli hewan kurban dengan uangnya. Meski uang tersebut diperoleh dari berhutang dan ia mampu membayarnya di kemudian hari.

Di mahzab Syafii, mampu berarti apabila seseorang memiliki harta untuk membeli hewan kurban dan hartanya masih cukup memenuhi kebutuhan dirinya dan orang yang ditanggungnya. Pada mahzab Maliki, mampu berarti ketika seseorang kemampuan untuk membeli hewan kurban pada tahun ia akan berkurban. Tapi, jika dia punya kebutuhan yang mendesak lainnya sehingga dana kurban terpakai oleh kebutuhan tersebut, orang ini tidak disunahkan untuk berkurban.

Sementara untuk mahzab Hanafi, mampu artinya adalah orang yang memiliki harta sebanyak dua ratus dirham atau mempunyai seratus dirham tetapi tidak termasuk tempat tinggal, pakaian dan perabot yang ia miliki.

4 dari 4 halaman

Golongan Orang yang Berhak Menerima Daging Kurban

Selain shohibul qurban yang boleh mendapatkan daging kurbam terdapat beberapa golongan yang berhak menerima daging kurban adalah:

1. Tetangga Sekitar, Teman, dan Kerabat

Daging kurban boleh dibagikan kepada kerabat, teman, dan tetangga sekitar meski mereka berkecukupan. Besarnya daging kurban yang diberikan adalah sepertiga bagian.

2. Fakir Miskin 

Fakir miskin berhak mendapatkan daging hewan kurban. Salah satu tujuan dari berkurban adalah saling berbagi kepada mereka yang membutuhkan. Ukuran daging yang berhak diberikan kepada fakir miskin adalah mendapatkan jatah 1/3, dan shohibul qurban juga dapat menambahkan jatah hewan kurban untuk fakir miskin dari bagian kurbannya. Seperti firman Allah dalam QS. Al-Hajj ayat 28, yang artinya:

“Makanlah sebagian dari daging kurban dan berikanlah kepada orang fakir.” (Q.S. Al-Hajj:28)

Juga dalam surah Al Hajj ayat 36,

“Makanlah sebagian dari daging kurban, dan berikanlah kepada orang fakir yang tidak minta-minta, dan orang fakir yang minta-minta.”

Dua ayat ini dengan jelas Allah memerintahkan agar daging hewan kurban diberikan kepada orang fakir miskin. Bahkan dalam satu riwayat, dijelaskan bahwa pembagian daging kurban tersebut diserahkan pada keputusan orang yang berqurban (shohibul qurban). Seandainya ia ingin sedekahkan seluruh hasil qurbannya, hal itu diperbolehkan. Namun, jika shohibul qurban ingin membagikan daging kurban kepada tetangga yang non muslim boleh saja, asalkan mereka termasuk golongan fakir miskin yang membutuhkan bantuan.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.