Sukses

Pria Ngaku Dewa Bikin Negara Fiksi US Kailasa, Sempat Ikut Rapat PBB

Identitas priaa ngaku dewa terkuak, bikin heboh.

Liputan6.com, Jakarta Mendirikan sebuah negara tentu bukanlah hal yang mudah. Butu berbagai persyaratan yang disepakati internasional. Bahkan asal-usul sebuah negara menjadi jati diri sebuah negara yang berdaulat. Tidak dengan negara US Kailasa yang baru saja bikin heboh berkat eksistensinya yang diragukan di dunia internasional.

Melansir dari Oddity Central, Negara United State Kailasa merupakan negara fiksi yang dibuat oleh seorang pria yang mengaku dirinya sebagai seorang dewa. Dialah Nithyananda Paramashivam pendiri US Kailasa. Namun, kamu akan mengalami kesulitan untuk menemukannya di peta manapun. Bukan karena ukurannya yang kecil, tetapi karena tidak ada yang tahu di mana letaknya sebenarnya. 

Agak aneh memang, mengingat sebuah negara harus memiliki wilayah tempat di mana penduduknya tinggal. Tepat pada tahun  2019, Nithyananda mengumumkan pembentukan Kailasa sebagai negara bagian. Menariknya, ia mengaku telah membeli sebuah pulau di pantai Ekuador sebagai kantor pemerintahan negara US Kailasa. 

Namun siapa sangka, pemerintah Ekuador yang terletak di Amerika Selatan membantah adanya pembelian pulau itu. Meski menjadi negara yang tidak nyata, US Kailasa bisa ikut rapat PBB dua kali. Berikut Liputan6.com merangkum eksistensi negara fiksi US Kailasa melansir dari Oddity Central, Jumat (17/3/2023).

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Nithyananda Paramashivam, Pria Ngaku Dewa Ternyata Buron di India

Sosok Nithyananda Paramashivam dikenal sebagai sosok petinggi umat Hindu. Nithyananda memproklamirkan dirinya sebagai dewa yang, pada tahun 2002. Siapa sangka, ia memiliki masa lalu yang rumit. Seorang murid perempuan menuduhnya melakukan pembunuhan pada tahun 2010, tetapi dia hanya ditangkap sebentar dan kemudian dibebaskan dengan jaminan. 

Tak hanya itu Nithyananda kemudian dituduh menculik dan mengurung anak-anak di asramanya di Gujarat, India. Tetapi beberapa hari sebelum dia muncul di pengadilan, Nithyananda menghilang dan sejak saat itu dalam pengungsian.

Video khotbahnya secara rutin dipublikasikan di berbagai saluran media sosial. Para pengikutnya giat mempromosikan gagasan Kailasa sebagai sebuah negara bagi "2 miliar umat Hindu". Mereka mengklaim bahwa Kailasa di Amerika Serikat adalah sebuah negara bagi umat Hindu yang menjadi korban penganiayaan, sama seperti yang dialami oleh pendirinya. Hal ini sangat sulit untuk dipercaya.

Nithyananda dan para pengikutnya mengklaim bahwa mereka telah menjadi korban "penganiayaan" selama lebih dari satu dekade, termasuk lebih dari 70 upaya pembunuhan, lebih dari 250 kasus pelecehan seksual, 120 kasus palsu yang melanggar hukum, lebih dari 17.000 jam propaganda kebencian di media elektronik. 

Lebih dari 25.000 artikel di media cetak. Mereka percaya bahwa setiap upaya untuk membawa pemimpin mereka ke pengadilan dianggap sebagai serangan terhadap agama Hindu secara keseluruhan.

3 dari 3 halaman

US Kailasa Sudah Dua Kali Ikut Pertemuan PBB

Meskipun Kailasa Amerika Serikat - yang dinamai dari gunung suci Hindu Siwa di Himalaya - telah ada selama beberapa tahun, baru pada tahun 2023 negara ini mulai menarik perhatian dunia internasional setelah perwakilan mereka muncul dalam pertemuan PBB. 

Seorang wanita yang mengaku sebagai Vijayapriya Nithyananda, duta besar tetap Kailasa Amerika Serikat, bahkan mengambil mikrofon dan mengajukan pertanyaan tentang hak-hak adat dan pembangunan berkelanjutan". Namun, PBB menyatakan bahwa pengajuan mereka tidak relevan dan bersinggungan dengan masalah yang sedang dibahas pada pertemuan tersebut di Jenewa.

Vijayapriya mengklaim bahwa Kailasa adalah negara berdaulat pertama bagi umat Hindu yang memberikan semua kebutuhan dasar seperti makanan, tempat tinggal, dan perawatan medis secara gratis kepada warganya. Namun, klaim ini tidak dapat dipertanggungjawabkan. 

Terkait dengan kehadiran perwakilan negara fiksi di pertemuan PBB, seorang perwakilan PBB mengatakan bahwa acara tersebut bersifat publik sehingga hampir semua orang dapat hadir. Meskipun demikian, PBB tidak senang bahwa negara yang didirikan oleh buronan kontroversial dihadirkan dalam pertemuan tersebut.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.