Sukses

Ngabuburit Adalah Tradisi Khas Bulan Puasa di Indonesia, Ini Asal Usulnya

Pengertian dan asal usul Ngabuburit, berserta dengan kegiatan Ngabuburit yang umum dilakukan masyarakat Indonesia.

Liputan6.com, Jakarta Ngabuburit adalah salah satu tradisi khas bulan puasa atau ramadhan, yang pasti dapat ditemui dengan mudah di berbagai daerah di Indonesia. Menjadi salah satu tradisi yang banyak ditunggu-tunggu, Ngabuburit adalah kegiatan-kegiatan menyenangkan yang umum dilakukan untuk menunggu waktu berbuka puasa. 

Ngabuburit adalah ciri khas bulan puasa yang hanya bisa ditemui di Indonesia. Meski begitu, awalnya Ngabuburit sama sekali tidak ada hubungannya dengan bulan puasa ataupun ramadhan. Namun sekarang, istilah Ngabuburit telah dipakai oleh banyak masyarakat Indonesia sebagai bentuk kegiatan yang umum dilakukan untuk sambil menunggu waktu berbuka

Kegiatan Ngabuburit telah ada sejak dahulu, dan merupakan kegiatan yang umumnya dilakukan oleh orang sunda. Berasal dari bahasa sunda, arti dari Ngabuburit memiliki arti yang berbeda, namun tetap dengan makna yang sama yaitu kegiatan yang dilakukan untuk menghabiskan waktu luang di sore hari.

Untuk lebih memahami makna dan arti dari Ngabuburit, berikut ini telah Liputan6.com rangkum dari berbagai sumber pada Kamis (16/2/2023). Pengertian dan asal usul Ngabuburit, berserta dengan kegiatan Ngabuburit yang umum dilakukan masyarakat Indonesia.  

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Ngabuburit Adalah

Ngabuburit Adalah

Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, sebenarnya ngabuburit berasal dari bahasa Sunda. Orang Sunda menyebut istilah ngabuburit dan dipendekkan dari kalimat ‘ngalantung ngadagoan buri’. Arti dari singkatan ngabuburit ini adalah orang menunggu dan bersantai sebelum matahari terbenam.

Ngalantung ngadagoan buri (Ngabuburit) : menunggu dan bersantai sebelum matahari terbenam.

Seiring dengan berjalannya waktu, dan perkembangan informasi yang kian pesat, kini kata ngabuburit menjadi salah satu kata nasional yang digunakan untuk mendeskripsikan kegiatan menyenangkan yang dilakukan untuk menunggu waktu berbuka puasa.

Jadi, istilah ngabuburit sudah digunakan sejak lama. Istilah 'ngabuburit' memang berasal dari bahasa Sunda, berasal dari kata 'burit' yang berarti siang. Jangka waktunya mungkin dari 15.30 hingga 17.30. Waktu ini sangat cocok untuk kegiatan santai karena matahari tidak terlalu terik.

3 dari 4 halaman

Kegiatan Ngabuburit

Kegiatan Ngabuburit

Ngabuburit merupakan salah satu tradisi yang sangat terkenal saat bulan puasa atau Ramadan. Setelah mengetahui arti dari apa itu ngabuburit, ternyata juga dihabiskan dengan beberapa kegiatan. Banyak orang akan berkumpul di taman, di pinggir jalan atau di masjid untuk menghabiskan waktu ngabuburit .

Ngabuburit tidak hanya bersantai menunggu waktu berbuka puasa atau buka puasa, tetapi juga melakukan hal-hal yang bermanfaat, seperti beribadah, membaca Al Quran atau mengaji di masjid. Padahal, kegiatan pertama ketika orang mendengar tentang ngabuburit adalah menghabiskan waktu di masjid atau pesantren untuk melakukan beberapa kewajiban atau sunnah dalam Islam.

Sebagian orang, terutama ibu-ibu, ingin menghabiskan waktu ngabuburit untuk menyiapkan bekal atau bekal untuk keluarga sebelum berbuka puasa. Ada juga orang yang suka menghabiskan waktu ngabuburit untuk berolahraga atau berolahraga karena waktu yang baik untuk berolahraga di bulan Ramadhan adalah sore hari. 

Saat ini, ngabuburit sebagian besar merupakan kegiatan santai sebelum berbuka puasa. Banyak orang melakukannya dengan berburu makanan enak karena banyak bazar jajanan kaki lima selama Ramadhan. Yang lain memilih untuk berbelanja di mal. Beberapa orang yang lebih menyukai ketenangan pergi ke tempat yang lebih terpencil seperti pantai, bukit atau danau. 

4 dari 4 halaman

Tradisi Khas Bulan Puasa di Indonesia Lainnya

Tradisi Khas Bulan Puasa di Indonesia Lainnya

Umat ​​Islam di Indonesia selalu menyambut bulan suci Ramadhan dengan suka cita. Hal itu bisa dilihat dari berbagai ritual dan tradisi menyambut bulan puasa, masing-masing tradisi memiliki maknanya sendiri-sendiri dan sangat dipengaruhi oleh budaya dan norma-norma dari daerah atau etnis masing-masing dari mana mereka berasal.

1. Nyadran atau Nyekar

Nyadran merupakan tradisi masyarakat Jawa dalam menyambut bulan suci Ramadhan. Orang-orang akan mengunjungi makam keluarga dan leluhur mereka beberapa hari sebelum Ramadhan tiba. Mereka akan meletakkan bunga di kuburan, membersihkan area di sekitar kuburan dan mengirimi mereka doa. Jangan heran jika kuburan umat Islam di Indonesia dipadati pengunjung pada hari-hari terakhir Syaban.

2. Dugderan 

Dugderan pertama kali dilakukan oleh masyarakat Semarang pada tahun 1881 untuk menentukan hari pertama Ramadhan. Kini di zaman modern, Dugderan dipandang sebagai pesta rakyat dengan parade panjang. Namun, puncak acara ini tetap sama: ritual untuk menentukan hari pertama puasa Ramadhan. Acara ini memiliki maskot khusus yang disebut Warak Ngendog. Warak Ngendog adalah patung kambing berkepala naga. Patung tersebut dilengkapi dengan beberapa butir telur rebus sebagai simbol bahwa makhluk tersebut sedang bertelur. 

3. Nyorog 

Nyorog adalah tradisi Betawi di mana orang membagikan paket makanan kepada anggota keluarga yang lebih tua seperti ayah, ibu, paman, atau kakek nenek. Dulu, paket diisi dengan sayuran dan ikan yang dimasak, tetapi sekarang orang berbagi paket biskuit, kopi instan, gula, sirup, teh, dan lain-lain. Tradisi Nyorog dianggap sebagai pengingat bahwa Ramadhan akan datang dan masyarakat harus mempererat ikatan dengan keluarga.

4. Megengan

Masyarakat di Jawa Timur terutama di Tuban, Malang , dan Surabaya mengadakan tradisi Megengan untuk menyambut bulan Ramadhan. “Megengan” berasal dari bahasa Jawa megeng, yang berarti “memegang”. Tradisi ini mengingatkan orang-orang bahwa Ramadhan akan datang, dan mereka harus menahan diri dari melakukan dosa. Selama Megengan, masyarakat biasanya duduk bersama di masjid atau lapangan untuk berdoa bersama, mengunjungi makam kekasihnya, lalu makan bersama. Tradisi itu juga merupakan salah satu cara penyebaran Islam di Jawa Timur sejak dulu.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.