Sukses

Penyebab Epilepsi adalah Genetik, Penyakit, dan Kecelakaan, Bisa Disembuhkan

Epilepsi adalah penyakit yang memengaruhi aliran listrik otak manusia.

Liputan6.com, Jakarta - Epilepsi adalah penyakit yang menyerang otak manusia atau memengaruhi aliran listrik otak manusia. Memahami epilepsi adalah bukan penyakit menular dan sudah pasti bisa disembuhkan dengan pengobatan yang tepat serta pembedahan bagi pasien yang tidak merespon obat dengan baik.

Centers for Disease Control and Prevention (CDC) menggambarkan epilepsi adalah kondisi otak umum yang menyebabkan kejang berulang. Apa sebenarnya penyebab epilepsi itu?

Penyebab epilepsi adalah genetika, penyakit tertentu, dan kecelakaan yang memicu terjadinya cedera di otak. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), menjelaskan meskipun banyak mekanisme penyakit yang mendasari dapat menyebabkan epilepsi, penyebab epilepsi adalah masih belum diketahui pada sekitar 50% kasus secara global.

Memahami gejala epilepsi adalah identik dengan kejang karena peristiwa listrik tidak biasa yang terjadi di otak. Bagaimana cara mengatasi dan mengobati epilepsi itu?

Berikut Liputan6.com ulas lebih mendalam tentang penyakit epilepsi, penyebab epilepsi, gejala epilepsi, cara mengatasi, dan cara mengobati epilepsi, Jumat (17/6/2022).

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Penyebab Epilepsi adalah Genetik, Penyakit, dan Kecelakaan

Memahami epilepsi adalah penyakit yang tidak menular dan bisa disembuhkan. Epilepsi adalah bukan penyakit dengan gangguan kejiwaan. Apa sebenarnya penyebab epilepsi itu?

Penyebab epilepsi adalah ketika ada aktivitas listrik di otak yang tidak normal. Inilah mengapa epilepsi bukan gangguan jiwa meskipun memengaruhi kemampuan kognitif penderitanya.

Memahami penyebab epilepsi adalah pada sebagian besar penderitanya tidak diketahui secara pasti. Menghimpun data dari Mayo Clinic, data menjelaskan sekitar setengah dari penderita epilepsi tidak ada penyebab jelasnya.

Meski demikian, penyebab epilepsi adalah pengaruh dari penyakit-penyakit yang mendasarinya. Dijelaskan, penyebab epilepsi adalah pada orang tua atau lansia paling sering terjadi karena penyakit neurologis seperti stroke atau tumor otak.

Hal yang sama dijelaskan oleh WHO, meskipun banyak mekanisme penyakit yang mendasari dapat menyebabkan epilepsi, penyebab epilepsi adalah masih belum diketahui pada sekitar 50% kasus secara global.

Penyakit epilepsi adalah rentan menyerang anak-anak, orang dewasa, hingga lansia. Penyebab epilepsi adalah pada anak-anak paling sering terjadi karena kelahiran prematur dan terlahir dengan kelainan otak.

WHO mengungkap di negara berkembang, meningkatnya epilepsi atau penyebab epilepsi adalah dipengaruhi kondisi endemik seperti malaria atau neurosistiserkosis, cedera lalu lintas, cedera kelahiran, dan kemajuan infrastruktur medis, ketersediaan program kesehatan preventif dan perawatan yang dapat diakses.

Ini faktor risiko penyebab epilepsi dan penjelasannya:

1. Pengaruh Genetika

Faktor risiko penyebab epilepsi adalah pengaruh genetika. Beberapa jenis epilepsi yang dikategorikan berdasarkan jenis kejang yang dialami atau bagian otak yang terpengaruh, terjadi dalam keluarga.

Dalam kasus ini, kemungkinan ada pengaruh genetik sebagai penyebab epilepsi. Gen tertentu dapat membuat seseorang lebih peka terhadap kondisi lingkungan yang memicu kejang seperti yang dialami penderita epilepsi.

2. Trauma Kepala

Faktor risiko penyebab epilepsi adalah ketika mengalami trauma di kepala. Trauma kepala akibat kecelakaan mobil atau cedera traumatis lainnya dapat menyebabkan epilepsi.

3. Kondisi Otak

Faktor risiko penyebab epilepsi adalah kondisi otak. Kondisi otak yang menyebabkan kerusakan pada otak, seperti tumor otak atau stroke, bisa menyebabkan epilepsi. Stroke adalah penyebab utama epilepsi pada orang dewasa yang berusia di atas 35 tahun.

4. Penyakit Menular

Faktor risiko penyebab epilepsi adalah penyakit menular. Penyakit infeksi, seperti meningitis, AIDS dan virus ensefalitis, dapat menyebabkan epilepsi.

5. Cedera Prenatal

Faktor risiko penyebab epilepsi adalah mengalami cedera prenatal. Misalnya, hal ini dialami sebelum lahir, bayi sensitif terhadap kerusakan otak yang bisa disebabkan oleh beberapa faktor, seperti infeksi pada ibu, gizi buruk atau kekurangan oksigen. Kerusakan otak ini bisa mengakibatkan epilepsi atau cerebral palsy.

6. Gangguan Perkembangan

Faktor risiko penyebab epilepsi adalah terjadinya gangguan perkembangan. Epilepsi terkadang dapat dikaitkan dengan gangguan perkembangan, seperti autisme dan neurofibromatosis.

3 dari 3 halaman

Gejala Epilepsi dan Cara Mengatasinya yang Tepat

Penyakit epilepsi adalah penyakit yang aliran listrik otak manusia. Inilah mengapa gejala epilepsi adalah identik dengan kejang karena peristiwa listrik tidak biasa tersebut.

Epilepsy Foundation mengungkapkan gejala epilepsi adalah dimulai dengan penderita yang sebelum mengalami kejang akan mengalami tatapan kosong, timbul gerakan menyentak di lengan dan kaki tak terkendali, kehilangan kesadaran, ketakutan, dan kecemasan atau deja vu.

Memahami kejang yang dialami penderita epilepsi adalah bermacam-macam atau banyak jenisnya. Ada sembilan kejang yang disebut sebagai gejala epilepsi. Ini penjelasan macam-macam kejang karena epilepsi melansir Mayo Clinic:

1. Kejang Fokal

Kejang fokal epilepsi adalah muncul sebagai akibat dari aktivitas abnormal di satu area otak. Kejang ini terbagi dalam dua kategori:

2. Kejang Fokal Tanpa Kehilangan Kesadaran

Kejang fokal tanpa kehilangan kesadaran epilepsi adalah dapat mengubah emosi atau mengubah tampilan, penciuman, rasa, rasa, atau suara. Mereka juga dapat menyebabkan bagian tubuh tersentak secara tidak sengaja, seperti lengan atau kaki, dan gejala sensorik spontan seperti kesemutan, pusing, dan lampu berkedip.

3. Kejang Fokal dengan Gangguan Kesadaran

Kejang perubahan atau hilangnya kesadaran atau kesadaran epilepsi adalah membuat seseorang mungkin menatap ke langit-langit. Tidak merespons lingkungan secara normal atau melakukan gerakan berulang, seperti menggosok tangan, mengunyah, menelan, atau berjalan berputar-putar.

4. Kejang Absen

Kejang absen epilepsi adalah sering terjadi pada anak-anak dan ditandai dengan menatap ke atas atau gerakan tubuh halus seperti mata berkedip atau menampar bibir. Kejang ini dapat terjadi dalam kelompok dan menyebabkan hilangnya kesadaran sebentar.

5. Kejang Tonik

Kejang tonik epilepsi adalah menyebabkan otot kaku. Kejang ini biasanya memengaruhi otot di punggung, lengan, dan kaki, serta dapat menyebabkan seseorang jatuh ke lantai.

6. Kejang Atonik

Kejang atonik epilepsi adalah menyebabkan hilangnya kendali otot yang dapat menyebabkan pingsan tiba-tiba atau jatuh.

7. Kejang Klonik

Kejang klonik epilepsi adalah berhubungan dengan gerakan otot yang berulang atau berirama menyentak. Kejang ini biasanya menyerang leher, wajah, dan lengan.

8. Kejang Mioklonik

Kejang mioklonik epilepsi adalah biasanya muncul sebagai sentakan atau sentakan singkat yang tiba-tiba pada lengan dan kaki.

9. Kejang Tonik-klonik

Kejang tonik-klonik epilepsi adalah jenis serangan epilepsi yang paling dramatis dan dapat menyebabkan hilangnya kesadaran secara tiba-tiba, tubuh kaku dan gemetar, dan terkadang kehilangan kontrol kandung kemih atau menggigit lidah.

Lalu bagaimana cara mengatasi seseorang yang menderita epilepsi?

Apabila mendapati seseorang mengalami gejala epilepsi seperti kejang, Dokter Spesialis Saraf Rumah Sakit Akademik (RSA) UGM dr. Fajar Maskuri, M.Sc., Sp.S melansir dari situs website resmi UGM, merekomendasikan agar penderita diamankan agar tidak mengalami cedera.

“Sebenarnya epilepsi adalah gangguan saraf otak sehingga harus dirawat oleh dokter saraf. Meski bersentuhan kulit atau terkena air liur si penderita saat kita menolong itu tidak akan tertular,” dijelaskan.

WHO mengungkap ada 70 persen penderita epilepsi yang bisa terbebas dari kejang dengan mengonsumsi obat anti kejang yang tepat. Perhatikan baik-baik, penghentian konsumsi obat anti kejang dilakukan setelah 2 tahun tidak mengalaminya dan mempertimbangkan faktor klinis, sosial, dan pribadi yang relevan.

Akan tetapi, ketika penderita sudah mengalami gejala epilepsi tetapi tidak kunjung mendapat pengobatan, maka kerusakan otak akan semakin parah. Pengobatan epilepsi memang perlu dilakukan dalam waktu yang lama, ini normal terjadi. Pembedahan harus dilakukan bagi pasien yang merespon buruk perawatan obat.

Pencegahan yang bisa dilakukan?

WHO memperkirakan 25 persen kasus epilepsi dapat dicegah. Mulai dari menghindari cedera kepala, melakukan perawatan perinatal yang memadai, konsumsi obat demam untuk anak yang kejang saat demam, mengurangi faktor risiko kardiovaskular, dan mencegah infeksi sistem saraf pusat.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.