Sukses

Dejavu adalah Fenomena yang Wajar Dialami Seseorang, Kenali Penyebabnya

Dejavu adalah keadaan di mana kamu merasakan hal yang familier, seolah-olah pernah mengalami keadaan tersebut sebelumnya.

Liputan6.com, Jakarta Dejavu adalah istilah yang mungkin cukup sering kamu dengar sekarang ini. Dejavu dikenali sebagai sensasi ketika kamu melakukan sesuatu yang saat ini sedang dialami sudah pernah kamu alami sebelumnya. Kamu merasa akan tahu apa yang terjadi selanjutnya.

Dejavu adalah suatu hal yang wajar dialami oleh seseorang. Bahkan, sekitar 60 persen hingga 70 persen orang dengan kesehatan yang baik mengalami beberapa bentuk Dejavu. Dejavu lebih sering dialami oleh orang-orang yang berusia muda.

Dejavu adalah keadaan di mana kamu merasakan hal yang familier, seolah-olah kamu pernah mengalami keadaan tersebut sebelumnya. Banyak orang penasaran bagaimana dejavu bisa terjadi serta apakah ada hubungannya dengan kesehatan.

Berikut Liputan6.com rangkum dari berbagai sumber, Rabu (20/4/2022) tentang dejavu.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Dejavu adalah

Dejavu adalah istilah yang berasal dari bahasa Prancis, yang berarti "pernah terlihat”. Sekitar 60 persen hingga 70 persen orang dengan kesehatan yang baik mengalami beberapa bentuk Dejavu. Pemandangan atau suara yang familiar dapat memicu perasaan tersebut.

Sebagian besar perasaan Dejavu menghilang dengan cepat, ini dapat membuat kamu sulit mengingat detail spesifik tentang pengalaman itu. Dejavu adalah keadaan yang paling sering terjadi pada orang yang berusia antara 15 hingga 25 tahun. Beberapa orang berpikir bahwa Dejavu adalah tanda dari fenomena psikis yang potensial.

Pendekatan ilmiah menolak penjelasan bahwa déjà vu adalah "prekognisi" atau "ramalan". Pendekatan ilmiah menjelaskan bahwa Dejavu adalah anomali ingatan, yang membuat kesan berbeda bahwa suatu pengalaman "diingat kembali". Penjelasan ini didukung oleh fakta bahwa arti dari "mengingat" pada waktu itu sangat kuat dalam banyak kasus, tetapi keadaan pengalaman "sebelumnya" (kapan, di mana, dan bagaimana pengalaman sebelumnya terjadi) tidak pasti atau diyakini tidak mungkin.

Dua jenis dejavu adalah jenis patologis dari dejavu yang biasanya berhubungan dengan epilepsi dan non-patologis yang merupakan sebuah karakteristik dari orang yang sehat dan fenomena psikologis. Pengalaman dejavu yang terjadi berkepanjangan atau sering (merupakan hal yang tidak umum), atau berhubungan dengan gejala lain, seperti halusinasi, mungkin menjadi indikator penyakit neurologis atau psikiatris.

3 dari 4 halaman

Penyebab Dejavu

Di dalam otak manusia, terdapat bagian otak yang disebut dengan lobus temporal, ini dapat membantu kamu mengenali pengalaman yang pernah dialami sebelumnya. Sementara itu, sains belum membuktikan bahwa pengalaman Dejavu sehari-hari adalah hasil dari ingatan yang tersimpan di area temporal, namun beberapa peneliti percaya ada hubungan antara keduanya.

Beberapa orang sering merasa bahwa Dejavu dapat membantu mereka memprediksi kejadian di masa depan. Namun, terdapat penelitian yang menyebutkan bahwa individu tidak dapat menebak atau memprediksi jawaban dari hasil tes penelitian mereka. Bagi orang orang yang mengalami Dejavu tidak perlu khawatir, karena pengalaman ini tidak menimbulkan efek kesehatan yang merugikan.

Namun, dalam kasus yang jarang terjadi, Dejavu bisa menjadi tanda gangguan neurologis. Individu dengan epilepsi sering mengalami kejang fokal yang terjadi di satu area otak, terkadang di lobus temporal yakni tempat menyimpan ingatan, yang biasa disebut kejang lobus temporal.

Kejang lobus temporal ini dapat menghasilkan perasaan Dejavu jika mengalami tanda-tanda seperti, muncul perasaan secara tiba-tiba dan tidak dapat dijelaskan, terdapat kedutan di otot dan memiliki sensasi yang melibatkan penglihatan, rasa, penciuman, pendengaran, dan sentuhan.

4 dari 4 halaman

Teori Penyebab Dejavu Lainnya

Memory Recall

Banyak ahli percaya bahwa penjelasan dejavu adalah berkaitan dengan cara seseorang memproses dan mengingat sebuah ingatan. Penelitian yang dilakukan oleh Anne Cleary, seorang peneliti dejavu dan profesor psikologi di Colorado State University, telah membantu menghasilkan beberapa dukungan untuk teori ini. Melalui karyanya, dia menemukan bukti yang menunjukkan bahwa dejavu dapat terjadi sebagai respons terhadap peristiwa yang menyerupai sesuatu yang pernah kamu alami tetapi tidak kamu ingat.

Bisa jadi pengalaman itu terjadi di masa kecil, atau kamu tidak dapat mengingatnya karena alasan lain. Proses ingatan implisit ini mengarah pada perasaan familier yang agak aneh. Jika dapat mengingat memori yang serupa, kamu dapat menghubungkan keduanya dan kemungkinan besar tidak akan mengalami dejavu sama sekali. Menurut Cleary, hal ini biasanya terjadi saat kamu melihat pemandangan tertentu, seperti di dalam gedung atau panorama alam, yang sangat mirip dengan sesuatu yang tidak kamu ingat.

Gangguan Listrik Otak

Kedua, teori penyebab dejavu adalah gangguan listrik otak. Teori ini menjelaskan bahwa dejavu terjadi ketika otak mengalami gangguan yang minor, sehingga terbentuk impuls atau aliran listrik yang sedikit berbeda dari biasanya.

Kelainan ini bisa mirip dengan kondisi aliran listrik otak para pasien dengan epilepsi. Meski demikian, berbeda dengan penyakit epilepsi, kelainan listrik pada otak ini hanya terjadi untuk sementara waktu dan tidak mengganggu kinerja otak secara umum.

Persepsi Terbelah

Teori ini menjelaskan bahwa dejavu adalah kondisi yang terjadi ketika seseorang melihat suatu objek atau pemandangan pada 2 waktu yang berbeda. Misalnya, saat pertama kali melihat suatu objek atau pemandangan, kamu mungkin kurang memperhatikannya atau tidak fokus dengan apa yang sedang dilihat pada waktu itu.

Meski begitu, otak telah membentuk persepsi tentang apa yang kamu lihat sebelumnya. Jadi, ketika mulai melihat objek atau pemandangan tersebut di kemudian hari, kamu mungkin akan merasa sudah pernah melihatnya sebelumnya. Padahal, itu adalah satu persepsi lanjutan dari pengalaman yang sama.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.