Sukses

BPOM: Jangan Sampai Bagi-Bagi Makanan di Momen Nataru Membawa Malapetaka

Peningkatan peredaran pangan olahan di momen Nataru membuat Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) melakukan intensifikasi pengawasan pangan.

Liputan6.com, Jakarta Jelang Natal dan Tahun Baru (Nataru) intensitas peredaran pangan menjadi meningkat. Baik pangan olahan maupun pangan segar.

Peningkatan peredaran pangan olahan di momen Nataru membuat Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) lebih intensif melakukan pengawasan pangan. Intensifikasi pengawasan pangan dilakukan untuk memenuhi hak dasar manusia yang utama. Pemenuhan hak ini dijamin dalam UUD 1945.

“Keamanan pangan ini juga menjadi salah satu komponen dasar untuk mewujudkan SDM Indonesia yang unggul, berkualitas, dan berdaya saing,” kata Plt Kepala BPOM Lucia Rizka Andalusia dalam konferensi pers di Jakarta Pusat, Kamis (21/12/2023) sore.

Intensifikasi dilakukan untuk mengantisipasi adanya peredaran pangan yang tidak memenuhi ketentuan. Pangan yang tidak memenuhi ketentuan adalah pangan yang tidak memiliki izin edar dan pangan yang kedaluwarsa.

“Intensifikasi pengawasan ini kita tujukan untuk memberi ketenangan kepada masyarakat dalam mendapat pangan olahan selama hari besar," kata Lucia. 

"Jangan, sampai nanti ritual berbagi makanan, berbagi hadiah kepada teman, sahabat, dan keluarga membawa malapetaka karena makanan yang diberikan tidak sesuai dengan ketentuan atau tidak aman,” lanjutnya. 

Intensifikasi dilakukan di 76 Unit Pelaksana Tugas (UPT) BPOM di seluruh Indonesia secara serentak dengan pengawasan yang dilakukan pada importir, distributor, dan retail.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Intensifikasi Pengawasan Dilakukan di Toko Online

Selain di toko yang menjual barang secara fisik, lanjut Rizka, intensifikasi pengawasan pangan juga dilakukan di e-commerce atau toko online.

Pengawasan ini dilakukan sejak 1 Desember 2023 dan akan berakhir pada 3 Januari 2024.

“Sejak tanggal 1 Desember 2023 sampai 3 Januari 2024 kegiatan ini akan dilakukan dengan terbagi dalam lima tahap waktu. Saat ini sudah sampai tahap ketiga, 21 Desember 2023.”

Di tahap ketiga ini, sudah dilakukan pemeriksaan pada 2.434 sarana yang terdiri dari 1.123 sarana retail modern, 833 sarana retail tradisional, 44 gudang distributor, 23 gudang importir, dan 4 gudang e-commerce.

3 dari 4 halaman

730 Sarana Jual Produk yang Tak Penuhi Ketentuan

Hasil intensifikasi pengawasan pangan menunjukkan terdapat 730 sarana atau 29,98 persen yang menjual produk tidak memenuhi ketentuan.

“Sarana tersebut terdiri dari retail modern 16 persen, retail tradisional 12 persen, gudang distributor 1,48 persen, gudang e-commerce 0,12 persen, dan gudang importir 0,04 persen,” ujar Rizka.

Sementara, dari sisi produk, jumlah produk yang tidak memenuhi ketentuan sebanyak 86.034 buah. Ini terdiri dari 4.441 item dengan rincian kondisi sebagai berikut:

  • Tanpa izin edar 52,90 persen dengan nilai ekonomi Rp1.339.513.116.
  • Kedaluwarsa 41,41 persen dengan nilai ekonomi Rp253.574.973.
  • Rusak 5,69 persen dengan nilai ekonomi Rp44.923.614.

“Total nilai ekonomi temuan pangan yang tidak memenuhi ketentuan ini sebesar Rp1,6 miliar (Rp1.538.011.903).”

4 dari 4 halaman

Wilayah dengan Temuan Pangan Tak Memenuhi Ketentuan Tertinggi

Rizka pun menyampaikan beberapa wilayah dengan temuan pangan tak memenuhi ketentuan (TMK) tertinggi dalam intensifikasi pengawasan kali ini.

Untuk temuan pangan tanpa izin edar (TIE) paling banyak ditemukan di:

  • Jakarta dengan jenis pangan TMK terbesar berupa bumbu siap pakai.
  • Tarakan dengan jenis pangan TMK terbesar berupa makanan ringan ekstrudat.
  • Batam dengan jenis pangan TMK terbesar berupa pasta dan mi.
  • Pekanbaru dengan jenis pangan TMK terbesar berupa kembang gula atau permen.
  • Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat dengan jenis pangan TMK terbesar berupa makanan ringan non ekstrudat.

Sementara, untuk temuan pangan kedaluwarsa paling banyak ditemukan di:

  • Kabupaten Belu, NTT dengan jenis pangan TMK terbesar berupa biskuit.
  • Ambon dengan jenis pangan TMK terbesar berupa makanan ringan ekstrudat.
  • Kabupaten Sumba Timur dengan pangan TMK terbesar berupa pasta dan mi.
  • Sofifi, Maluku Utara dengan pangan TMK terbesar berupa bumbu siap pakai.
  • Kabupaten Morotai dengan dengan pangan TMK terbesar berupa wafer.

Di sisi lain, temuan pangan rusak paling banyak ditemukan di:

  • Kabupaten Belu dengan temuan terbanyak berupa susu UHT atau susu steril.
  • Kabupaten Manokwari dengan pangan berupa krimer kental manis.
  • Pangkal Pinang dengan pangan terbanyak berupa tepung bumbu.
  • Ambon dengan temuan pangan terbanyak berupa biskuit.
  • Kendari dengan temuan terbanyak berupa ikan dalam kaleng.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.