Sukses

Ketuk Rumah Mau Mendata Status Gizi, Kader KB Ini Malah Dikira Minta Sumbangan

Musawarti, salah satu kader KB di Makassar, Sulawesi Selatan, mengungkapkan tantangan dalam mendata status gizi di sana. Kerap kali, saat mengetuk pintu rumah dikira minta sumbangan.

Liputan6.com, Makassar Pemerintah melalui Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menggerakkan tim pendamping keluarga (TPK) termasuk kader keluarga berencana (KB) untuk menurunkan angka stunting.

Menurut Kepala BKKBN Hasto Wardoyo, tim pendamping keluarga yang ada di Sulawesi Selatan totalnya ada 20.046 orang. Dua di antaranya adalah Desi Natalia Atakari dan Musawarti.

Keduanya berbagi kisah soal susah senang menjalani kegiatan sebagai kader KB di Kecamatan Rappocini, Makassar, Sulawesi Selatan.

“Sebagai kader KB kami dibentuk dalam satu tim TPK, di mana dalam kelompok itu terdiri dari satu kader KB, satu pemberdayaan kesejahteraan keluarga (PKK), dan satu tenaga kesehatan,” ujar Desi kepada Health Liputan6.com saat ditemui di UPT KB Kecamatan Rappocini, Makassar, Sulawesi Selatan, Selasa 3 Oktober 2023.

Dengan kata lain, satu tim pendamping keluarga terdiri dari tiga orang. Ketiganya melakukan edukasi dan pendampingan kepada sasaran yang dalam hal ini termasuk anak terindikasi stunting (baduta), ibu hamil, calon pengantin (catin), dan ibu nifas (pasca melahirkan).

Dalam menjalani tugas sebagai kader KB, Desi dan Musawarti sempat menghadapi beberapa tantangan. Salah satunya dianggap sebagai orang yang hendak meminta sumbangan.

“Kita datang, ditutup pintu, dia bilang ‘tidak ada minta-minta sumbangan di sini’ saya bilang ‘bukan, kami ini mau mendata status gizi bukan minta sumbangan’,” kenang Musawarti.

Selain status gizi, Musawarti juga mendata lingkar lengan hingga paparan asap rokok penghuni rumah yang didatangi.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Kerap Dapat Kode: Adakah?

Sebagai kader KB, Musawarti juga mengajak para ibu di sana untuk menggunakan KB. Biasanya, para ibu mengatakan pertanyaan kembali: Adakah?

“Susahnya itu kalau mengajak (ber-KB), mereka sudah mengerti (soal KB), tapi kalau diajak mereka suka bilang ‘Adakah?’.”

Ini adalah istilah populer di Makassar yang merujuk pada pemberian imbalan, biasanya dalam bentuk uang atau bisa pula imbalan lainnya. Dengan kata lain, para ibu yang memiliki bayi lebih berkenan di-KB jika ada imbalannya.

“Adakah amplopnya? Itu maksudnya, itu yang bikin kendala kita. Padahal ini untuk kepentingan mereka sebenarnya.”

Kader KB yang beroperasi di Kelurahan Kassi-Kassi ini menambahkan, hal ini umum terjadi di wilayahnya.

3 dari 4 halaman

Sasaran Sibuk Bekerja

Jika di Kelurahan Kassi-Kassi kendalanya soal meminta imbalan, berbeda cerita dengan Kelurahan Banta-Bantaeng.

Desi mengatakan bahwa kendala yang terasa di kelurahannya adalah sulitnya mencari waktu luang para sasaran.

“Kalau di wilayah saya tidak (seperti di Kassi-Kassi), kebetulan penduduk Banta-Bantaeng kebanyakan bekerja sebagai PNS, dokter, jadi tinggal waktu yang harus disesuaikan,” ujar Desi.

“Kendalanya lebih ke waktu untuk ketemu. Solusinya, biasanya janjian dulu untuk datang di hari Sabtu atau Minggu. Kami juga turun di tanggal-tanggal merah karena biasanya sedang ada di rumah keluarga-keluarga itu.”

Perempuan kelahiran Desember 1992 ini menambahkan, kendala di setiap daerah memang berbeda-beda, hal ini dipengaruhi oleh karakteristik penduduk setiap daerah misalnya dari sisi pekerjaan.

4 dari 4 halaman

Yang Dilakukan di Lapangan

Setiap melakukan kunjungan, tim pendamping keluarga melakukan berbagai pemeriksaan dan pemantauan.

“Tugas kami mendampingi, pada catin kami menanyakan bagaimana kondisi calon pengantin terutama wanitanya. Dilihat berat badan, ukuran lingkar lengan, itu untuk mengukur status gizi calon ibu,” jelas Desi.

“Kalau untuk ibu hamil, nakes bisa memeriksa berat badan, lingkar perut, apa ada paparan asap rokok, apa mendapat tablet tambah darah yang cukup, jarak kehamilan, kondisi anak pertama. Itu semua dilihat untuk mengukur status gizi, baik gizi ibu hamil maupun nanti calon anaknya.”

Sementara, untuk pemantauan baduta, pertanyaan yang akan dilayangkan TPK adalah:

  • Berat badan lahir anak.
  • Panjang tubuh lahir.
  • Perkembangan tinggi dan berat badan terkini.
  • Paparan asap rokok.
  • Status imunisasi anak.

“Kalau untuk pasca salin, ditanya soal jarak kehamilan, pemberian ASI eksklusif, paparan rokok, hingga alat kontrasepsi yang digunakan sekarang,” pungkas Desi.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.