Sukses

Apakah Penyakit Akibat Polusi Udara Bakal Bakal Jadi Kejadian Luar Biasa?

Budi Gunadi Sadikin jawab kemungkinan penyakit akibat polusi udara bakal ditetapkan sebagai KLB?

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mencatat adanya kenaikan angka kasus penyakit pernapasan, salah satunya Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) di Ibu Kota akibat polusi udara. Kenaikan jumlah penderita ISPA, khususnya pada balita di angka 31 persen, dari sebelumnya 24 persen.

Tercatat, terdapat 41.000 kasus penyakit ISPA yang menimpa balita di DKI Jakarta selama periode Juni dan Juli 2023.

Lantas, mungkinkah penyakit akibat polusi udara dapat ditetapkan sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB)?

Masalah Polusi Udara Masih Bisa Tertangani

Menteri Kesehatan Republik Indonesia Budi Gunadi Sadikin menjawab, belum ada pertimbangan opsi KLB terkait masalah polusi udara.

"Kita belum, karena memang kan KLB itu biasanya jatuhnya korban yang berisiko tinggi ya. Ini (polusi udara) masih bisa tertangani," kata Budi Gunadi usai saat Rapat Kerja bersama Komisi IX DPR RI di Gedung DPR RI, Komplek Parlemen Senayan, Jakarta pada Rabu 30 Agustus 2023.

KLB atau Kejadian Luar Biasa adalah timbulnya atau meningkatnya kejadian kesakitan dan/atau kematian yang bermakna secara epidemiologi pada suatu daerah dalam kurun waktu tertentu, dan merupakan keadaan yang dapat menjurus pada terjadinya wabah.

Penjelasan KLB ini tertuang melalui Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1501/MENKES/PER/X/2010 tentang Jenis Penyakit Menular Tertentu yang Dapat Menimbulkan Wabah dan Upaya Penanggulangan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Penetapan KLB dari Penyakit Menular

Sebagaimana Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1501/MENKES/PER/X/2010, penetapan Kejadian Luar Biasa (KLB) pada dasarnya dari penyakit-penyakit yang biasanya menimbulkan wabah.

Bunyi Pasal 4 ayat (1) Jenis-jenis penyakit menular tertentu yang dapat menimbulkan wabah adalah sebagai berikut:

  1. Kolera
  2. Pes
  3. Demam Berdarah Dengue
  4. Campak
  5. Polio
  6. Difteri
  7. Pertusis
  8. Rabiesi. Malaria
  9. Avian Influenza H5N1
  10. Antraks
  11. Leptospirosis
  12. Hepatitis
  13. Influenza A baru (H1N1)/Pandemi 2009
  14. Meningitis
  15. Yellow Fever
  16. Chikungunya
3 dari 4 halaman

Surat Edaran Kemenkes

Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI melalui Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit menerbitkan Surat Edaran (SE) Nomor HK.02.02/C/3628/2023 tentang Penanggulangan Dampak Polusi Udara Bagi Kesehatan.

Surat Edaran ditujukan kepada dinas kesehatan provinsi, kabupaten/kota, direktur rumah sakit, kantor Kesehatan Pelabuhan, B/BTKLPP, dan puskesmas.

Melalui SE, Kemenkes mendorong pemerintah daerah untuk melibatkan peran aktif masyarakat dalam upaya penanggulangan terjadinya gangguan dan penyakit pernapasan. Hal ini melihat polusi udara merupakan isu yang bersifat lintas batas (transboundary).

Artinya, tidak mengenal batasan waktu, lokasi, dan generasi sehingga penanganan polusi udara membutuhkan koordinasi antar pemangku kepentingan, baik pemerintah pusat, pemerintah daerah, sektor swasta, termasuk masyarakat.

Kampanye Dampak Polusi Udara

Upaya tersebut, antara lain:

Pertama, mengedukasi masyarakat melalui kampanye di berbagai media terkait dampak polusi udara terhadap Kesehatan berupa penyakit yang bersifat akut (jangka pendek) hingga kronis (jangka Panjang).

Penyakit akut di antaranya iritasi mukosa, iritasi saluran pernapasan, peningkatan ISPA, peningkatan serangan ASMA dan PPOK, peningkatan serangan jantung, resiko keracunan gas toksik.

Sedangkan, penyakit kronis di antaranya hiperaktivitas bronkus, reaksi alergi, reaksi asma, risiko PPOK, Risiko penyakit jantung dan pembuluh darah, risiko kanker, risiko stunting.

Kedua, mendorong peningkatan kewaspadaan masyarakat dalam hal terdapat peringatan dini berdasarkan hasil pemantauan kualitas udara secara realtime yang bersumber resmi dari pihak yang berwenang.

4 dari 4 halaman

Penerapan Surveilans dan Protokol Kesehatan

Ketiga, mendorong kepada pemerintah daerah untuk mengimplementasikan Strategi Peningkatan Kualitas Udara dan Pengelolaan Dampak Kesehatan, mulai dari menerapkan protokol kesehatan 6M + 1S, membuat sistem peringatan dini kepada masyarakat saat polusi udara tinggi.

Juga meningkatkan upaya surveilans, identifikasi, dan intervensi dini serta Health Risk Assessment, serta penanganan kasus komprehensif di fasilitas pelayanan kesehatan (Fasyankes).

Keempat, menyiapkan fasilitas kesehatan tingkat pertama dan tingkat lanjutan serta bekerja sama dengan stakeholder terkait lainnya dalam penanganan keluhan/gangguan kesehatan masyarakat akibat polusi udara.

Kelima, mendorong peningkatan peran serta masyarakat dalam menanggulangi dampak kesehatan yang diakibatkan polusi udara melalui penerapan Protokol Kesehatan 6M + 1S, khususnya terhadap populasi rentan seperti anak, ibu hamil, orang dengan komorbid (penyakit penyerta), dan lanjut usia.

Masker Harus Tersedia

Keenam, memastikan ketersediaan masker di setiap daerah dalam memproteksi polusi udara khususnya masker yang dapat memfiltrasi polusi udara khususnya PM2,5.

Ketujuh, melaksanakan pemantauan kualitas udara serta pencegahan dan pengendalian peningkatan kasus yang ditemukan dan melaporkan hasilnya kepada Direktur Jenderal P2P melalui Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon (SKDR) pada menu EBS melalui link https://skdr.surveilans.org atau nomor WhatApp (WA) Public Health Emergency Operation Centre (PHEOC): 0877-7759-1097 atau email: poskoklb@yahoo.com dan ditembuskan kepada Direktorat Penyehatan Lingkungan (e-mail: subditputk2020@gmail.com) serta Dinas Kesehatan Provinsi dan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.