Sukses

Banyak Ibu Cemas Anak Ogah Sayur, Dokter Gizi: Harusnya Lebih Takut kalau Tak Suka Protein Hewani

Dalam hal asupan anak untuk mencegah stunting, protein hewani jauh lebih penting daripada sayur.

Liputan6.com, Jakarta Sejak digencarkannya upaya penurunan stunting di Indonesia, topik-topik seputar itu terus bermunculan. Salah satunya penegasan terhadap pentingnya asupan protein hewani untuk mencegah stunting pada anak.

Pasalnya, protein hewani dalam asupan seribu hari pertama kehidupan anak sangatlah penting. Bahkan ternyata lebih penting dari konsumsi sayuran.

Dokter spesialis gizi klinik, Nurul Ratna Mutu Manikam mengungkapkan bahwa tak sedikit ibu yang ketakutan karena anaknya tidak suka makan sayur.

"Banyak sekali ibu-ibu yang sangat takut anaknya enggak suka makan sayur. Dia bilang bahwa sayur adalah sumber zat besi terutama makan bayam. Bayam merah, bayam hijau, atau apapun sayuran hijau," ujar Nurul dalam acara Aksi Gizi Generasi Maju bersama Danone Indonesia di Lombok, Nusa Tenggara Barat ditulis Selasa, (21/2/2023).

"Padahal penyerapan zat besi pada 250 gram bayam itu setara dengan 30 gram daging sapi. Jadi jangan khawatir lagi kalau misalnya ada orangtua yang meributkan anak makan sayurnya dikit atau enggak suka sayur sama sekali," tambahnya.

Nurul menjelaskan, dari perspektifnya soal gizi, orangtua justru harusnya lebih takut jika anak tidak suka mengonsumsi protein hewani. Terlebih lagi, sayur sebenarnya punya kandungan serat dan fitat.

"Kalo menurut saya dari segi gizi, ibu harus lebih takut kalau anaknya enggak suka makan protein hewani. Karena di dalam kandungan si sayur itu ada serat dan fitat yang menyebabkan penyerapan zat besinya jadi menurun," kata Nurul.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Peran Zat Besi dalam Protein Hewani dan Protein Nabati

Lebih lanjut Nurul mengungkapkan penyebab dibalik mengapa protein hewani lebih unggul dari sayur yang masuk kategori protein nabati. Hal tersebut lantaran protein hewani punya cincin porfirin.

"Zat besi yang utama itu dari hewani, karena dia ada cincin porfirin. Dimana cincin ini enggak rusak di dalam asam lambung. Sehingga proses penyerapannya pun menjadi lebih baik," ujar Nurul.

Sedangkan protein nabati seperti sayuran hijau, tahu, tempe, dan kacang-kacangan tidak memiliki cincin porfirin. Itulah mengapa protein nabati tidak mudah diserap oleh tubuh.

Terlebih lagi, protein hewani mengandung asam amino esensial yang bisa mendukung proses pembentukan sel dalam tubuh anak.

"Mengapa (protein) hewani? Karena hewani ini komponen asam amino esensialnya lengkap. Dimana dikatakan secara teoritis, kalau asam aminonya ada yang kurang, proses pembentukan selnya tidak bisa optimal," ujar Nurul.

3 dari 4 halaman

Proses Penyerapan Zat Besi Butuh Vitamin C

Zat besi yang dikonsumsi dari makanan sehari-hari nantinya akan diserap ke dalam usus halus. Sehingga, Nurul mengungkapkan bahwa penting pula untuk tidak melupakan pentingnya vitamin C.

"Jangan lupa penyerapan zat besi butuh vitamin C. Intinya, vitamin C bisa membantu si zat besi tadi sehingga lebih mudah diserap oleh tubuh," kata Nurul.

"Bahkan, penyerapannya dapat meningkat hingga dua kali lipat lebih banyak kalau dibantu dengan vitamin C dibandingkan tanpa vitamin C," tambahnya.

4 dari 4 halaman

Dampak Lain dari Kurangnya Protein Hewani dan Zat Besi

Nurul mengungkapkan bahwa tubuh yang tidak memiliki asupan nutrisi yang optimal, terutama yang kekurangan protein hewani dan zat besi bisa mengalami anemia. Anemia tersebut pun telah menjadi salah satu faktor penyebab stunting pada anak.

"Rendahnya asupan protein hewani dan zat besi dapat menyebabkan anemia, menjadi salah satu faktor penyebab stunting pada anak," kata Nurul.

Mengingat tubuh yang kekurangan asupan protein hewani dan zat besi akan mengalami gangguan fungsi hormonal, regenerasi sel, sistem kekebalan tubuh, massa otot, fungsi kognitif, dan kemampuan motorik.

"Oleh karena itu, bersama dengan asupan nutrisi yang tidak optimal, anemia menjadi salah satu faktor risiko terjadinya gangguan pertumbuhan yang merupakan awal terjadinya stunting," pungkasnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.