Sukses

Pasien Kanker Payudara Tambah 1 Setiap 8 Menit, Dokter: Deteksi Dini Penting

Kasus kanker payudara di Indonesia mencapai 65.858 kasus baru per tahun. Artinya, ada 182,9 kasus per hari atau 7,6 kasus per jam.

Liputan6.com, Jakarta Dokter spesialis bedah onkologi di Rumah Sakit Kanker Dharmais, Rian Fabian Sofyan menjelaskan pentingnya deteksi dini untuk mencegah kanker payudara baru terdeteksi di stadium lanjut.

Menurutnya, lebih dari 20 tahun, rumah sakit acap kali menerima pasien kanker payudara dengan stadium lanjut atau kankernya sudah menyebar.

Data pada 2020 menunjukkan, kasus kanker payudara di Indonesia mencapai 65.858 kasus baru per tahun. Artinya, ada 182,9 kasus per hari atau 7,6 kasus per jam.

“Artinya ada 1 pasien setiap 8 menit yang menderita kanker payudara,” kata Rian dalam konferensi pers daring Peringatan Hari Kanker Sedunia Tahun 2023, Kamis 2 Januari 2023.

Tantangan yang dihadapi di Indonesia adalah bagaimana para pasien bisa datang ke fasilitas kesehatan saat kankernya masih stadium awal.

“Pasien kanker payudara yang datang ke RS Dharmais 72,3 persennya sudah stadium tinggi, stadium tiga ke atas.”

Padahal, semakin tinggi stadium maka angka kesembuhannya semakin menurun. Stadium tiga ke atas, angka kesempatan hidup 10 tahun kurang dari 50 persen. Di sisi lain, biayanya pun jauh lebih tinggi dari stadium dini.

Maka dari itu, kanker payudara disebut sebagai penyakit yang menggerus pembiayaan negara hingga Rp3,5 triliun. Oleh karena itu, dibutuhkan intervensi kebijakan untuk mengatasinya.

Melakukan intervensi kanker payudara sama dengan mengurangi beban pembiayaan negara.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Penyebab Terlambatnya Penanganan

Rian juga menjelaskan terkait penyebab terlambatnya pasien datang ke fasilitas kesehatan sehingga penanganannya pun terlambat.

“Ada tiga faktor, ada faktor pasien, dokter, dan sistem.”

Dari pasien, mereka acap kali ketakutan ketika menemukan benjolan tidak normal di payudara mereka. Ketika sudah berani periksa, mereka acap kali dihadapkan dengan masalah biaya.

“Meskipun biaya pengobatannya di-cover BPJS Kesehatan tapi biaya ongkos ke fasilitas kesehatannya itu mereka tidak punya, atau jarak ke faskes sangat jauh.”

Bisa pula karena informasi yang kurang tentang deteksi mandiri kanker payudara dan kurangnya edukasi.

3 dari 4 halaman

Faktor Dokter dan Sistem

Sedangkan, faktor dokter bisa karena dokternya kurang mendapatkan pendidikan tentang kanker. Bisa pula karena kurangnya jumlah dokter onkologi di Indonesia.

“Mungkin tahun ini ada kisaran 200 sampai 300 dokter onkologi di Indonesia dan yang kita butuhkan kurang lebih 500 dokter bedah onkologi.”

Dari faktor sistem, keterlambatan penanganan kanker payudara bisa disebabkan oleh alur rujukan yang terlalu panjang.

“Nah ini masalahnya. Jadi ketika pasien sudah ke puskesmas ketika sudah ada diagnosis kecurigaan kanker, mereka harus ke fasilitas kesehatan di tingkat dua atau tingkat pratama baru ke tipe C terus ke tipe A.”

Alur yang panjang membuat waktu perawatan menjadi tertunda, padahal pasien memerlukan penanganan segera.

4 dari 4 halaman

Upaya Deteksi Kanker

Dalam kesempatan yang sama, Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan, dr Maxi Rein Rondonuwu menjelaskan langkah penanganan kanker di Indonesia. Khususnya kanker payudara dan leher rahim.

Menurutnya, penanganan oleh Kementerian Kesehatan dimulai dengan penguatan di layanan primer.

“Di layanan primer skrining yang paling besar kita lakukan pada kanker leher rahim dan kanker payudara,” kata Maxi.

Khusus kanker rahim ada tindakan pencegahannya di puskesmas yaitu dengan imunisasi HPV pada murid kelas lima dan kelas enam sekolah dasar (SD).

Pada 2024, targetnya seluruh siswi kelas lima dan kelas enam di Indonesia sudah mendapatkan imunisasi HPV.

“Kanker leher rahim yang lebih lanjut akan ditangani di rumah sakit. Apakah dengan obat, kemoterapi, maupun radioterapi.”

“Untuk periksa kanker payudara di rumah sakit diusahakan ada satu mammografi (alat periksa payudara) di setiap provinsi untuk memeriksa kanker itu sudah derajat berapa sehingga penanganannya tepat.”

Hal ini tentu harus dibarengi kemampuan rumah sakit. Untuk itu, Kemenkes meminta Rumah Sakit Kanker Dharmais untuk mengampu sebagai rujukan nasional untuk memperkuat RS di provinsi sehingga kemampuannya dalam penanganan kanker jadi merata.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.