Sukses

Nongkrong Bareng Teman, Dokter: Jangan Malu Bilang untuk Bilang 'Saya Tidak Merokok'

Perlu kepercayaan diri untuk menolak dan mengatakan bahwa tidak merokok kepada teman-teman yang lain

Liputan6.com, Jakarta Nongkrong bersama teman-teman yang merokok biasanya ikut ditawari hal yang sama. Tentu perlu kepercayaan diri untuk menolak dan mengatakan bahwa tidak merokok kepada teman-teman yang lain. 

"Jangan malu untuk bilang saya tidak merokok," kata dokter spesialis paru konsultan Erlina Burhan.

Maka dari itu, Erlina menyarankan untuk menghindari kumpul-kumpul dengan para perokok. Hal ini merupakan upaya menghindari konsumsi rokok. Di sini, Erlina menegaskan bahwa menghindari bukan berarti memusuhi.

"Kita cenderung mengikuti lingkungan. Ketika bergabung dengan perokok, akan ditawari rokok. Hal ini bisa memunculkan rasa enggak enak kalau enggak ikut, tidak dianggap sebagai peer group," kata Erlina dalam diskusi daring pada Sabtu, 14 Januari 2023.

Maka dari itu, bagi yang tidak merokok amat penting untuk memiliki niat untuk terus sehat dan rasa percaya diri yang tinggi tidak ikut-ikutan merokok.

"Hilangkan persepsi bahwa merokok itu keren, merokok itu lifestyle masa kini," sarannya.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Perokok Pasif Diajak Ikut Sekalian Merokok, Jangan Mau!

Anda juga pasti sudah pernah dengar kala perokok pasif kerap diajak untuk sekalian merokok. Namun, tidak perlu tergiur karena itu bisa merugikan diri sendiri.

"Kalau perokok pasif sekalian ikut merokok? Ya ini pandangan yang salah dan merugikan diri sendiri," tegas Erlina.

Daripada ikut merokok lebih baik mengingatkan pasangan atau teman untuk berupaya berhenti merokok. Jangan malah ikut merokok hal ini tentu saja merugikan diri sendiri.

"Mendingan diajak untuk tidak merokok, lalu kalau dia sedang merokok enggak dekat-dekat dulu," saran Erlina

3 dari 4 halaman

Kerugian Merokok

Merokok, baik merokok tembakau maupun elektrik, berdampak buruk bagi tubuh. Keduanya sama-sama mengandung nikotin, bahan karsinogen atau memicu kanker serta mengandung bahan toksik atau beracun lain.

"Sehingga, baik rokok konvensional atau elektrik sama-sama adiksi dan berbahaya untuk kesehatan," kata Erlina.

Pada rokok elektrik banyak yang menyebut-nyebut lebih baik dari rokok tembakau. Nyatanya, menghirup rokok elektrik sebanyak 30 kali akan menghasilkan kadar nikotin yang sama seperti 1 rokok konvensional.

"Kandungan nikotin sekali hisap itu ada nol sampai 35 mikrogram nikotin. Namun, perlu diperhatikan, saat seseorang menghirup 30 kali hisapan itu bisa mencapai kadar nikotin 1 miligram," ujar Erlina.

"Itu sama seperti yang dihantarkan dari satu rokok konvensional. Nah, kita tahu orang menghirup kan berkali-kali ya. Jadi kalau menghirup 30 kali itu sama dengan kadar nikotin yang dihantarkan satu rokok (konvensional)," tambahnya.

Sedangkan, kadar nikotin khususnya dalam cartridge atau cairan isi ulang pada rokok elektrik biasanya berbeda-beda. Kisarannya bervariasi dari 14,8 - 87,2 miligram per mililiter pada cairan.

Belum lagi dalam rokok elektrik selalu ada tambahan cairan perasa. Beberapa cairan perasa diketahui mengandung aldehid, yang mana merupakan zat kimia.

"Aldehid ini juga suatu zat yang tidak baik. Untuk perasa sebetulnya. Tapi kan ada zat kimianya," kata Erlina.

4 dari 4 halaman

Toksisitas Rokok Elektrik Tinggi

Toksisitas dari rokok elektrik adalah sesuatu yang nyata dan tidak bisa dibilang lebih aman dari rokok konvensional. 

"Walaupun dianggap, 'Wah, rokok elektrik lebih aman'. Padahal sebetulnya tetap potensi toksisitasnya ada, karena itu tadi. Ada kandungan nikotin, glycol, aldehid, logam, dan particulate matter," ujar Erlina.

"Ujung-ujungnya akan menimbulkan inflamasi. Inflamasi itu artinya peradangan. Jadi ada peradangan di paru, saluran napas, kemudian memengaruhi kerja jantung, memengaruhi kerusakan sel, dan kemudian merupakan karsinogen," tambahnya.

Jumlah perokok di Indonesia saat ini sudah cukup tinggi. Bahkan, Indonesia menempati posisi ke 13 dari seluruh dunia jika dilihat dari jumlah perokoknya.

"Dengan total 37,90 persen dari seluruh populasi. Itu kalau dihitung kira-kira 53,7 juta jiwa (jumlah perokoknya di Indonesia). Jadi lumayan banyak," kata Erlina.

Berdasarkan Survei Sosial Ekonomi Nasional tahun 2021 di Indonesia, jumlah perokok paling tinggi ada pada usia 35-39 tahun yakni sebesar 35,55 persen. Selain itu, remaja mulai dari usia 15 tahun turut menyumbang persentase di dalamnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.