Sukses

Jajanan Pakai Nitrogen Cair Sudah Ada Sejak Lama, Ini Alasan Kasus Keracunan Ciki Ngebul Baru Ramai Sekarang

Jajanan yang menggunakan nitrogen cair sudah begitu lama muncul. Lalu, kenapa asus keracunan ciki ngebul dari nitrogen cair baru ramai belakangan ini?

Liputan6.com, Jakarta Pangan siap saji atau jajanan yang menggunakan nitrogen cair sudah begitu lama muncul. Bahkan beberapa tahun lalu, es krim yang menawarkan sensasi keluarnya asap hasil dari nitrogen cair sempat viral.

Namun, kasus keracunan ciki ngebul dari nitrogen cair sendiri baru ramai belakangan ini. Lalu, apakah yang jadi penyebab dibaliknya?

Menurut Direktur Penyehatan Lingkungan (PL) Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI, dr Anas Ma'ruf, munculnya kasus keracunan ciki ngebul dari nitrogen cair kemungkinan terjadi karena penggunaan nitrogen cair yang semakin meluas.

"Ini baru terjadi di tahun 2022. Ada beberapa hal yang menjadi diskusi kita, karena memang saat ini penggunaan nitrogen cair pada pangan jajanan itu mulai meluas," kata Anas dalam konferensi pers secara daring, Kamis (12/1/2023).

"Kalau dulu kan kita lihat awal-awal ini dilakukan di tempat-tempat katakanlah mal besar dan sebagainya. Tapi saat ini kemudian meluas ke UMKM atau pedagang kecil yang kemudian bisa menyajikan ciki ngebul ini," tambahnya.

Anas menjelaskan, jajanan ciki ngebul sendiri saat ini sudah banyak ditemukan. Termasuk pada area pasar malam dan sejenisnya. Sehingga, ia memastikan pihak Kemenkes tetap melakukan pemantauan di lapangan.

"Kita sedang melakukan kajian dengan para pakar, perlu kajian lebih lanjut. Kita selalu mengawasi juga terkait dengan adakah laporan-laporan baru tentang kejadian ini. Tentu perkembangannya akan kita pantau terus-menerus," kata Anas.  

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Tidak Pernah Ada Laporan Sebelum 2022

Sebelumnya Anas turut mengungkapkan, jika melihat data Kemenkes RI yang ada pada tahun-tahun sebelumnya, tidak pernah ada laporan keracunan pangan yang berkaitan dengan nitrogen cair dalam ciki ngebul.

"Dari data yang kami dapatkan, baru ada kejadian (keracunan) terekam itu 2022. Kami cek kembali tahun 2021, 2022, dari laporan kejadian keracunan pangan itu tidak ada laporan," kata Anas.

Anas menjelaskan, pihak Kemenkes tengah melakukan pemantauan baik dari pihak puskesmas maupun rumah sakit. Sehingga bisa dilaporkan kembali jika memang ada dugaan kasus akibat ciki ngebul.

Dari data terbaru Kemenkes RI per 11 Januari 2023, ada satu kasus lagi yang baru dilaporkan dari Jawa Timur.

"Setelah kita menyampaikan edaran, sosialisasi, hari ini ada laporan satu dari Jawa Timur kemungkinan anak mengalami kejadian atau keracunan terkait dengan ciki ngebul. Saat ini sudah dilakukan investigasi," ujar Anas.

3 dari 4 halaman

Dampak Kesehatan dari Nitrogen Cair

Anas pun menjabarkan apa-apa saja yang menjadi dampak kesehatan bila terkena nitrogen cair. Salah satu yang utama dapat menyebabkan radang dingin dan luka bakar terutama pada jaringan lunak seperti kulit, mukosa, dan sebagainya.

Dampaknya berupa tenggorokan yang terasa seperti terbakar karena suhu yang sangat dingin dan bersentuhan langsung dengan organ. Sehingga memicu kerusakan internal organ tubuh.

"Kemudian kalau terhirup itu bisa menimbulkan persoalan karena dinginnya tadi. Bisa menimbulkan masalah di pernapasan. Juga, dapat menyebabkan gangguan di saluran pencernaan kalau dia tertelan," kata Anas.

"Bisa di tenggorokannya sampai ke lambung dan sebagainya. Sehingga menyebabkan gangguan pada saluran pencernaan kalau tertelan," tambahnya.

4 dari 4 halaman

Biaya Pengobatan Bisa Ditanggung BPJS

Dalam kesempatan yang sama, Anas mengungkapkan bahwa jika melihat dari jumlah kasusnya, pasien ciki ngebul masih di beberapa tempat saja. Sehingga biaya pengobatannya belum bisa ditanggung sepenuhnya oleh pemerintah.

Namun, biaya pengobatan pasien bisa menggunakan BPJS dan asuransi swasta. Hal ini lantaran keracunan akibat ciki ngebul belum ditetapkan sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB).

"Pembiayaan tentu karena ini belum penetapan status KLB oleh pemerintah daerah apalagi tingkat nasional juga belum, maka pembiayaan tentu mengikuti pola seperti yang biasa. Apakah menggunakan asuransinya, BPJS, atau metode yang lain," kata Anas.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.