Sukses

Menkes Budi Tegaskan Transisi Endemi COVID-19 Dilakukan Bertahap

Transisi endemi COVID-19 dilakukan secara bertahap, tidak bisa sekaligus.

Liputan6.com, Tanjung Pinang Upaya melakukan transisi endemi COVID-19, menurut Menteri Kesehatan Republik Indonesia Budi Gunadi Sadikin harus dilakukan secara bertahap. Dalam hal ini, pelonggaran protokol kesehatan yang ada, tidak bisa dilakukan sekaligus atau menyeluruh.

"Jadi, memang sekarang kita melanjutkan tahapan transisi endemi menjadi endemi. Nah, ini harus dilakukan bertahap, tidak bisa sekaligus," terang Budi Gunadi di sela-sela kunjungan kerja meninjau pelaksanaan Bulan Imunisasi Anak Nasional (BIAN) 2022 di Tanjung Pinang, Kepulauan Riau, ditulis Sabtu (21/5/2022).

Adanya pelonggaran masker di luar ruangan yang disampaikan Presiden Joko Widodo (Jokowi) beberapa hari lalu merupakan salah satu bagian dari program transisi yang Pemerintah siapkan secara bertahap untuk menuju transisi dari pandemi COVID-19 ke kondisi endemi.

Kebijakan pelonggaran masker pun melihat situasi COVID-19 Tanah Air yang semakin terkendali. Meski ada penyebaran varian Omicron, kondisi Indonesia relatif cukup baik, tidak ada kenaikan signifikan ketimbang sejumlah negara lain, seperti Taiwan, Amerika Serikat, dan Tiongkok.

"Presiden juga melihat bahwa kondisi COVID-19 kita terkendali. Beliau baru pulang dari Amerika kemarin dan banyak dipuji karena Indonesia kasusnya sudah menurun," imbuh Budi Gunadi.

"Ya, yang dirawat di rumah sakit sudah hampir tidak ada, yang meninggal juga sedikit sekali."

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Tidak Terjadi Kenaikan COVID-19 Akibat Varian Baru

Pada Selasa (17/5/2022), Budi Gunadi Sadikin memaparkan, beberapa alasan Pemerintah mulai mengambil langkah-langkah transisi endemi COVID-19 secara bertahap.

"Yang pertama adalah kenaikan kasus COVID-19 itu disebabkan karena adanya varian baru. Kita sudah melihat, penyebab utama lonjakan Lebaran dan Tahun Baru di beberapa negara seperti Amerika, Jepang, dan yang sekarang sedang tinggi di Taiwan dan Tiongkok kan ada varian baru, BA.2 Omicron," paparnya saat konferensi pers Pelonggaran Kewajiban Pemakaian Masker dan Aturan Perjalanan Dalam dan Luar Negeri yang disiarkan dari Media Center COVID-19, Graha BNPB, Jakarta.

"BA.2 Omicron memang banyak di beberapa negara, misal India dan Indonesia. Tetapi berbeda dengan negara-negara lain, kita tidak mengamati adanya kenaikan kasus yang tinggi dengan adanya varian baru."

Selanjutnya, Pemerintah melihat pembentukan kekebalan kelompok. Bahwa antibodi masyarakat, khususnya di Jawa dan Bali tinggi.

"Untuk masyarakat Jawa dan Bali sekitar 93 persen sudah memiliki antibodi. Antibodi ini bisa berasal dari vaksinasi yang diberikan oleh Pemerintah atau juga bisa berasal dari infeksi. Nah, sebelum Lebaran kemarin, kami melakukan sero survei antibodi untuk melihat seperti apa kondisi antibodi orang," jelas Menkes Budi Gunadi.

"Ternyata naik dari 93 persen, menjadi 99,2 persen. Ini disebabkan adanya percepatan dari vaksinasi, tapi juga karena memang penularan Omicron yang jauh lebih tinggi dari Delta membuat masyarakat memiliki antibodi yang berasal dari infeksi."

3 dari 4 halaman

Titer Antibodi Naik Lebih Tinggi

Tak hanya kadar antibodi, Budi Gunadi Sadikin menyebut, titer antibodi masyarakat di Jawa dan Bali naik lebih tinggi.

"Kita bisa lihat bahwa bukan hanya jumlah masyarakat yang memiliki antibodi lebih banyak, tapi titer atau kadar antibodi yang jauh lebih tinggi. Rata-rata kadar titer antibodi dalam orde ratusan. Kalau saya lihat ya sekitar 500 sampai 600," ujarnya.

"Ini membuktikan bahwa masyarakat kita, selain yang memiliki antibodi lebih banyak, kadar antibodi atau titer antibodi juga naik lebih tinggi."

Menkes Budi Gunadi menjelaskan, kadar titer antibodi yang tinggi karena banyak masyarakat Indonesia yang sudah divaksinasi, lalu terkena Omicron. Hasil penelitian menunjukkan, bahwa kombinasi dari vaksinasi  COVID-19 ditambah infeksi ini membentuk super immunity.

"Jadi, maksudnya antibodi yang tinggi ini bisa bertahan lama. Orang-orang yang sudah divaksinasi, kemudian terkena COVID-19, lalu yang bersangkutan masuk sakit. Mereka juga membangun super immunity," pungkasnya.

Berdasarkan alasan kasus COVID-19 dengan adanya varian Omicron terkendali dan hasil sero survei antibodi tinggi, maka Indonesia secara bertahap bisa mulai melakukan langkah-langkah transisi endemi COVID-19.

4 dari 4 halaman

Pentingnya Kesadaran Masyarakat

Hasil evaluasi pasca Lebaran 2022, Pemerintah tidak melihat adanya kenaikan kasus COVID-19. Walau begitu, perkembangan kasus akan terus dimonitor.

"Kalau ditanya naik atau enggak (kasus COVID-19), harusnya ada, karena mobilitias tinggi. Kami juga monitor setiap minggu mengenai reproduction rate yang sekarang juga sudah di angka 1 atau sedikit dii bawah 1, ya harusnya ini masih terkendali," Budi Gunadi Sadikin menambahkan.

"Pengalaman kami melihat Hari Raya Besar sebelumnya, yaitu Natal dan Tahun Baru lalu juga Lebaran tahun 2021, biasanya indikasi kenaikan itu terjadi 27-34 hari sesudah hari rayanya. Kalau hari rayanya kemarin, kalau enggak salah ya kita lihat di akhir bulan Mei ini. Insya Allah, tidak ada kenaikan yang signifikan."

Dalam pelonggaran masker, Menkes Budi Gunadi menekankan, pentingnya transisi dari pandemi menjadi endemi berkaitan dengan kesadaran masyarakat.

"Kalau yang bersangkutan sakit ya harus istirahat. Kalau sakit dan tahu bisa menularkan ya harusnya dia tidak ke mana-mana ya, tetap di rumah supaya tidak menularkan ke rekan di tempat-tempat lain," ucapnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.