Sukses

Pak Ogah Sakit Tak Punya Biaya, Begini Penjelasan BPJS Kesehatan

Istri Pak Ogah mengaku sempat menunggak iuran BPJS Kesehatan selama lima tahun karena tidak ada uang untuk membayar.

Liputan6.com, Jakarta - Kabar Pak Ogah sakit keras dan tak memiliki biaya untuk berobat menggugah perhatian Deddy Corbuzier.  Dalam unggahan podcast terbaru sang mentalis, terlihat kesehatan Pak Ogah memang belum sepenuhnya pulih setelah menjalani perawatan di rumah sakit bulan lalu.

Merebahkan diri sambil sesekali duduk pada selembar kasur tanpa ranjang, pemilik nama asli Abdul Hamid itu tampak gelisah dan terkadang meracau.

Diketahui, sekitar sebulan lalu, Pak Ogah menjalani perawatan intensif di rumah sakit karena mengalami penyumbatan darah di otak.

Setelah beberapa pekan, dia diperbolehkan pulang. Namun, kondisinya tak sepenuhnya pulih. Pak Ogah dikabarkan mengalami demensia.

Kini, dalam Podcast Deddy Corbuzier, istri Pak Ogah mengaku sempat menunggak iuran BPJS Kesehatan selama lima tahun karena tidak ada uang untuk membayar.

"Enggak ada uang," ucap istri Pak Ogah dalam tayangan di Kanal Youtube Deddy Corbuzier.

Istri Pak Ogah mengaku, satu-satunya sumber pemasukan sang suami hanya berasal dari kegiatan sulih suara di sebuah stasiun teve swasta.

"Jadi enggak mikirin BPJS lagi kan karena sebelumnya dia bilang, 'Enggak ah, bayar rumah sakit mahal, BPJS kita mati,' gitu. Itu masih bisa ngomong begitu," sang istri berkisah.

Ketika Pak Ogah sakit dan perlu mendapat perawatan, sang istri kemudian berusaha mengurus BPJS Kesehatan sang suami. Namun, upaya tersebut tidak tuntas karena tak sanggup membayar biaya tertagih.

Menanggapi hal tersebut, Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti mengatakan ada mekanisme bagi individu yang tidak mampu membayar iuran BPJS Kesehatan seperti Pak Ogah.

"Memang BPJS itu ada untuk saling gotong royong dan semua bisa tertolong, termasuk Pak Ogah," ujar Ali Ghufron dalam Podcast Deddy Corbuzier, dikutip Jumat, 25 Februari 2022.

Ali Ghufron menjelaskan, pemerintah telah mengalokasikan anggaran bagi 96,8 juta orang yang dianggap nantinya kesulitan membayar iuran.

"Anggarannya ada di Kementerian Kesehatan, tetapi yang menentukan siapa yang masuk ke 96,8 juta itu, meskipun sekarang masih kurang dari itu, adalah Kementerian Sosial. Jadi Kementerian Sosial menentukan apakah Pak Ogah atau bapak-ibu yang lain itu sebetulnya masuk untuk dibayari oleh pemerintah," jelasnya.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Jika Tidak Mampu Bayar Iuran

Diakui Ali Ghufron, belum banyak orang tahu mengenai mekanisme tersebut. Dia pun menjelaskan ada dua mekanisme bagi individu yang dirasa tidak mampu membayar iuran BPJS Kesehatan.

Pertama, mekanisme Penerima Bantuan Iuran (PBI) melalui Dinas Sosial, dan kedua melalui pemerintah daerah.

Pada mekanisme pertama, jelas Ali Ghufron, tokoh masyarakat seperti RT/RW atau kepala desa bisa membantu individu bersangkutan melapor pada dinas sosial setempat. Dinas Sosial kemudian akan berkoordinasi dengan Kementerian Sosial untuk dilakukan pengecekan dan penetapan apakah yang bersangkutan memenuhi persyaratan sebagai DTKS.

Jika memenuhi syarat, Kementerian Sosial akan masukkan orang tersebut dalam daftar DTKS dan diajukan pada Kementerian Kesehatan lantaran anggaran ada pada kementerian terebut.

"Kemudian Kemenkes memberi tahu pada BPJS Kesehatan bahwa ini harus masuk."

Pada mekanisme kedua, pemerintah daerah (pemda) bisa langsung berkoordinasi dengan BPJS Kesehatan.

"Jadi Pemda itu ada sekitar 164 yang sudah universal coverage, artinya penduduknya 95 persen lebih itu sudah dijamin oleh BPJS."

3 dari 3 halaman

Progam Online BPJS Kesehatan untuk Atasi Tunggakan Iuran

Mengenai individu yang mengalami gagal bayar atau menunggak iuran seperti yang dialami Pak Ogah, Ali Ghufron mengatakan saat ini BPJS Kesehatan memiliki program online dengan fitur Rehab.

Melalui fitur tersebut, pengguna BPJS Kesehatan yang menunggak akan diberi keringanan. Semisal, masa tunggakan tiga tahun akan kurangi menjadi dua tahun.

"Lalu dihitungkan maksimum 12 bulan sehingga dia nyicilnya berapa, gitu," tutur Ali Ghufron.

Pembayaran cicilan pun bisa dilakukan dengan banyak cara, ujarnya. "Jadi bisa nyicil, bayar dengan berbagai macam cara, pakai gopay, pakai ovo, bank digital segala macam itu bisa."

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.