Sukses

HEADLINE: Delta Belum Terkendali Kini Ada Varian COVID-19 Delta Plus, Seberapa Bahaya?

Liputan6.com, Jakarta Penyebaran virus Corona varian Delta saat ini hampir merata di Indonesia. Dalam pemeriksaan whole genome sequencing varian virus Sars-CoV-2 oleh Badan Litbang Kesehatan Kemenkes RI ditemukan bahwa varian Delta mendominasi 86 persen spesimen dalam 60 hari terakhir. 

Belum selesai mengendalikan varian Delta, kini kita kembali dikhawatirkan dengan terdeteksinya varian Delta Plus. Varian tersebut sudah terdeteksi di dua provinsi di Indonesia baru-baru ini.

"Ini 2 (kasus) di Jambi dan 1 di Sulbar (Sulawesi Barat)," kata Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung Kementerian Kesehatan RI, Siti Nadia Tarmizi kepada Health-Liputan6.com pada Rabu (28/7/2021).

Nadia mengatakan sampel kasus tersebut diambil bulan Juni dengan temuannya pada Juli ini. Saat ini pasien yang terpapar varian Delta Plus sudah sembuh, seperti disampaikan Nadia.

 

Simak Juga Video Berikut

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 5 halaman

Asal-Usul Varian Delta Plus

Kepala Saintis World Health Organization (WHO) Soumya Swaminathan menjelaskan bahwa varian Delta Plus bakal tetap disebut varian Delta dengan menyisipkan sebutan Plus di belakangnya. 

"Alasan varian itu disebut dengan 'Plus' karena memiliki mutasi lain, yang juga terlihat pada varian Beta, dan varian Gamma, yang berpotensi dapat berdampak pada antibodi virus," kata Soumya dalam video di akun Twitter WHO yang diunggah pada 27 Juni 2021.

Ahli Mikrobiologi sekaligus Staf Pengajar Biologi di Universitas Padjadjaran (Unpad), Bandung, Dr Mia Miranti menjelaskan bahwa varian Delta Plus memiliki kode B.1.617.2.1 atau AY.1. Ada pula varian Delta Plus dengan kode AY.2.

“Jadi B.1.617.2.1 atau AY.1 itu ditemukan di 9 negara tapi AY.2 hanya ditemukan di Amerika Serikat,” ujar Mia kepada Health Liputan6.com melalui sambungan telepon, Kamis (29/7/2021).

“Kenapa disebut Plus? Karena kode aslinya masih B.1.617.2 jadi masih varian Delta. Plus-nya itu karena ada mutasi lagi di spike-nya.”

Lebih lanjut, mutasi yang terjadi pada varian Delta Plus tepatnya pada spike protein K417N.

Varian ini pertama kali dideteksi di India ketika tsunami COVID-19 terjadi pada Juni 2021. Menurut laporan GAVI (Global Alliance for Vaccines and Immunization), varian ini ditemukan lewat data yang dikirimkan ke GISAID, sebuah platform terbuka yang meneliti virus.

Pada 23 Juni, BBC melaporkan bahwa varian Delta Plus ini sudah ditemukan di Inggris, Amerika Serikat, Portugal, Swiss, Jepang, Polandia, Nepal, China, dan Rusia. 

GAVI lantas menekankan pentingnya vaksinasi untuk mencegah varian Delta maupun Delta Plus. Hingga akhir bulan lalu, GAVI menjelaskan bahwa jumlah kasus Delta Plus masih relatif rendah.

3 dari 5 halaman

Kekhawatiran soal Potensi Varian Delta Plus Lebih Mematikan

 Soumya mengakui adanya kekhawatiran varian Delta Plus mungkin menjadi lebih mematikan karena resisten terhadap obat dan vaksin. Pemerintah India juga menyorot hal serupa.

"Kita perlu mencermati hal ini, kita perlu secara pasti meningkatkan pengurutan genom di negara-negara di seluruh dunia sehingga kita dapat melacak apa yang terjadi," jelas Soumya.

Seperti yang Soumya sampaikan di atas, Mia juga menyorot mengenai potensi varian Delta Plus resisten terhadap antibodi tubuh yang sudah divaksin.

“Yang dikhawatirkan dari varian Delta Plus ini adalah dia resisten terhadap antibodi yang terbentuk dari vaksin terutama vaksin dari rekombinan gen seperti AstraZeneca," kata Mia.

Walau dikhawatirkan dapat tahan terhadap antibodi bukan berarti varian Delta Plus lebih virulen atau ganas.

“Resisten terhadap antibodi ini bukan berarti virus lebih virulen. Mungkin virus ini tidak terlalu ganas, tapi karena dia bisa memengaruhi antibodi, akibatnya antibodi kita yang harusnya perang malah tidak bisa melawan.”

Tingkat keganasan kecepatan penularan varian Delta Plus diperkirakan masih sama dengan varian Delta sebelumnya. Hanya saja ketika imun tubuh melawan, virus tersebut malah bertahan, tambahnya.

Salah seorang peneliti vaksin AstraZeneca asal Indonesia yang kini sedang menempuh pendidikan di Jenner Institute, Nuffield Department of Clinical Medicine, University of Oxford (D. Phil in Clinical Medicine) Indra Rudiansyah mengatakan, beberapa jurnal ilmiah melakukan studi yang dilakukan di laboratorium menyatakan bahwa semua vaksin yang berlisensi masih tetap efektif melawan beberapa varian yang ada.

"Meski ada sedikit penurunan (efektivitas) karena kemampuan netralisasi virus, namun semua vaksin masih efektif," katanya dalam diskusi media daring dengan tema “Fakta Seputar Vaksin dan Upaya Menuju Kekebalan Komunal", Kamis (29/7/2021).

 

 

4 dari 5 halaman

Lebih Menular?

Muncul juga kekhawatiran varian Delta Plus lebih menular dibandingkan varian Delta. Seperti diketahui, varian Delta tercipta akibat gabungan mutasi sehingga membuat varian ini jauh lebih menular. 

Seseorang yang terpapar varian Delta kemungkinan punya lebih banyak muatan virus. "Satu orang (yang terpapar varian Delta) tidak hanya dapat menularkan ke dua orang tetapi dapat menularkan ke empat, enam dan delapan orang," kata Soumya.

Tingkat penularannya yang tinggi membuat WHO memasukkan varian yang pertama kali ditemukan di India pada Oktober 2020 dalam kategori variant of concern.

Namun, belum ada bukti yang kuat apakah varian turunan Delta lebih menular. Siti Nadia Tarmizi mengatakan belum terlihat perbedaan penularan antara varian Delta dengan Delta Plus.

"Sama seperti varian Delta," kata Nadia dalam pesan singkat.

Serupa dengan jawaban Nadia, Ketua Satgas Perlindungan Anak Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Eva Devita Harmoniati mengatakan data lebih detail terkait seberapa besar penularan varian Delta Plus masih belum lengkap. Para ahli kesehatan pun sedang menyelidiki, apakah Delta Plus mungkin lebih menular daripada strain lain, seperti varian Alpha atau Delta.

"Kita pasti belum bisa mengatakan, apakah dia Delta Plus lebih lebih menular menyebar," lanjut Eva dalam dialog Suara Anak Divaksin, Kamis (29/7/2021).

 

5 dari 5 halaman

Upaya Tekan Kasus Penularan Varian Delta Plus

Juru Bicara Satuan Tugas COVID-19 Wiku Adisasmito mengatakan, mutasi yang terjadi pada varian Delta Plus menunjukkan cara virus memperbanyak diri.

Sebagai perlindungan dari virus Corona, apapun variannya, Wiku kembali mengingatkan kepatuhan protokol kesehatan, yakni memakai masker, mencuci tangan dengan sabun, dan jaga jarak harus tetap diterapkan masyarakat. Tujuannya, mencegah virus Corona masuk ke tubuh.

"Oleh karena itu, upaya terbaik yang dapat dilakukan adalah menghindari masuknya virus ke dalam tubuh, dengan disiplin menjalankan protokol kesehatan," imbuh Wiku dalam konferensi pers Kamis (29/7/2021).

Untuk mengantisipasi penyebaran varian virus Corona, termasuk turunannya, seperti varian Delta Plus, Pemerintah menerapkan berbagai kebijakan yang terus dilakukan.

"Misal, penerapan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM), optimalisasi posko, dan pengaturan pelaku perjalanan," jelas Wiku Adisasmito.

"Ini untuk mencegah penularan di masyarakat maupun mencegah importasi kasus yang dapat memperburuk kondisi penularan COVID-19 secara nasional."

Upaya lain yang perlu dilakukan, lanjut Wiku, meminimalisir penularan virus Corona yang terjadi dengan mempercepat pelaksanaan strategi vaksinasi COVID-19 nasional.

"Karena peluang terbentuknya varian (virus Corona) baru pada orang yang sudah divaksin lebih rendah dibanding orang yang belum divaksin," lanjutnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.