Sukses

Lebih dari Separuh Warga Kampung Terpapar COVID-19, Doni Monardo Kunjungi Payo Selincah

Doni Monardo menjejak Kampung Payo Selincah, yang mana lebih dari separuh warga terpapar COVID-19.

Liputan6.com, Jambi - Pada ‘etape’ perjalanan pengendalian COVID-19 setahun ini ke sejumlah provinsi, yang diakhiri di Jambi, Ketua Satuan Tugas Penanganan COVID-19 Doni Monardo mampir ke Kampung Payo Selincah. Kampung tersebut rupanya menyimpan kisah pilu, lebih dari separuh warga terpapar COVID-19.

Muhammad Ali Aris, tokoh masyarakat di Kampung Payo Selincah, Jambi menceritakan, pemicu warga terpapar COVID-19 di kampungnya bermula dari tradisi Punggahan, yang diselenggarakan hari Minggu, 11 April 2021, dua hari sebelum puasa Ramadan jatuh pada Rabu, 13 April 2021.

Punggahan dilakukan sebagai bentuk rasa syukur dan sarana berkumpul di rumah salah seorang warga. Tradisi ini juga disebut Munggahan. Berasal dari kata “munggah” atau naik. Maknanya, melalui tradisi Punggahan memasuki Ramadhan, umat Islam bisa naik derajatnya.

Setelah lantunan doa-doa, mereka pun makan bersama. Nasi dan aneka lauk ditata memanjang di atas alas daun pisang. Peserta Punggahan duduk berjejer menyantap hidangan yang terhampar di hadapannya, demikian laporan Tenaga Ahli BNPB Egy Massadiah dan Roso Daras, yang diterima Health Liputan6.com, Sabtu, 8 Mei 2021.

Warga duduk berhimpit-himpitan. Bahkan ketika dua orang yang berhadap-hadapan mengambil nasi bersamaan, kepala mereka bisa beradu. Begitu rapat jarak antara satu dan yang lain.

Menutup rangkaian tradisi, dilakukan acara bersalam-salaman. Pendek kata, suasana berlangsung menggembirakan, menyambut datangnya bulan suci Ramadan. Atas nama tradisi juga, tidak ada yang menghiraukan ancaman COVID-19.

Saksikan Video Menarik di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 5 halaman

Petaka COVID-19 Menyeruak

Kegembiraan tradisi Punggahan yang dilakukan warga Kampung Payo Selincah menyambut Ramadan diam-diam memunculkan petaka COVID-19. Mendadak ada laporan seorang warga mengalami demam, yang berujung positif COVID-19.

“Keesokan hari, kami semua tersentak ketika ada warga yang tiba-tiba demam disertai batuk. Setelah periksa ke rumah sakit, ternyata positif COVID-19. Kami semua shock, seperti baru tersadar dari kesalahan yang baru saja dilakukan,” papar Ali, sapaan akrabnya.

Lelaki 55 tahun ini pun langsung bertindak. Ali tak ingin korban COVID-19 di kampungnya berderet deret, sigap ia pun menjadi orang cerewet.

“Saya kebetulan tidak datang (saat acara Punggahan), karena sedang berada di luar kota. Istri saya juga tidak hadir, karena menunggui orang tua yang sakit. Dua dari tiga anak saya yang datang. Satu di antaranya positif COVID-19,” ujar Pak Ali, yang berprofesi petani sawit.

Demi mengetahui COVID-19 merembes ke kampungnya, Ali segera meminta semua yang hadir pada ritual Punggahan melakukan swab, secepatnya. Dua hari setelah Punggahan, sebanyak 18 warga datang ke RS Bhayangkara Jambi. 

Hasil pemeriksaan, 15 di antaranya positif, dan 3 negatif. Mereka bersedia dirujuk ke RSUD Abdul Manap, Jambi. Kesadaran kolektif warga memutus sebaran pandemi muncul spontan.

Sebuah spanduk pun menyambut di depan perkampungan. Tulisan besar terpampang dan mudah terbaca:

Mohon Maaf, sehubungan dengan meningkatnya kasus COVID-19 di Lingkungan RT 04 Kel. Payo Selincah hingga masuk kategori Zona Merah, maka untuk sementara waktu aktivitas ibadah di Masjid ditutup sampai  dengan pemberitahuan lebih lanjut.

3 dari 5 halaman

Julukan sebagai Kampung Hangat

Satu anaknya positif COVID-19, Ali meminta ia dan sekeluarga untuk isolasi mandiri di rumah.

“Saya mencoba berkomunikasi dengan dokter. Intinya, meminta izin untuk isolasi mandiri di rumah. Saya yang menjamin mereka tidak akan keluar kamar. Saya yakin bisa, karena semua warga di kampung itu ada hubungan famili. Saya pastikan, mereka patuh,” kata Ali, yang juga seorang jurnalis.

Permintaan Ali membawa pulang semua keluarganya yang positif dikabulkan. Setiba di rumah, mereka diminta berdiam diri. Tidak boleh keluar kamar. Semua kebutuhan, dipenuhi oleh keluarga lain yang sehat.

“Keadaannya tetap lebih baik, dibanding kalau mereka harus diisolasi di rumah sakit, tidak boleh dijenguk. Saya khawatir stres, imun turun malah berakibat buruk,” imbuh Ali.

Selang sehari kemudian, satu unit mobil Puskesmas Payo Selincah datang. Dari sekitar 15 warga yang diswab, terjaring lagi 6 orang positif. Sampai saat itu, jumlah korban tercatat 21 orang.

Nah, saya ikut juga tuh. Tapi negatif. Istri juga negatif. Tapi anak saya yang sulung, positif COVID-19. Dia mengaku, cipika-cipiki usai Punggahan. Mungkin di situ dia tertular,” lanjut Ali, yang juga anggota LCKI (Lembaga Cegah Kejahatan Indonesia).

Pemeriksaan terhadap sisa warga lain--yang belum periksa--berhasil “menangkap” tujuh warga positif COVID-19, sehingga total 28 warga positif, dari kurang lebih 53 warga yang ada di 11 rumah. 

“Lebih separuh terpapar Corona. Kami dijuluki ‘kampung hangat.’ Karena sempat warganya demam serentak,” Ali menambahkan.

4 dari 5 halaman

‘Little India’ COVID-19 di Kampung Payo Selincah

Mendengar cerita Ali, spontan terbayang kesedihan di India. Di negeri Bollywood itu, akibat pelonggaran aktivitas masyarakat dan upacara tradisi, berbuntut malapetaka. Angka korban COVID-19 melonjak drastis, nyaris tak terkendali. Mayat terkapar di mana-mana.

Sementara itu, cerita Ali terjadi di Jambi. Jika di India, paparan Corona antara lain dipicu upacara mandi di sungai yang disebut Kumbh Mela, maka di Jambi dipicu tradisi Punggahan menyambut Ramadan.

Kasus “Little India” Payo Selincah pun sontak menyedot atensi pemerintah daerah. Kapolda, Danrem, Gubernur, Walikota mencermati serius kawasan zona merah yang satu ini. Tak kurang Doni Monardo yang mengunjungi Lockdown Versi RT ini. 

Doni Monardo tiba di Kota Jambi, Kamis 6 Mei 2021 usai menempuh perjalanan darat sekitar enam jam dari Palembang, Sumatera Selatan. Sore itu, Doni langsung memimpin Rapat Koordinasi Penanganan COVID-19 Provinsi Jambi. Keesokan harinya, Jumat, 7 Mei 2021, ia mampir di Payo Selincah, sebelum bertolak kembali ke Jakarta.

Didampingi Kapolda Jambi Irjen Pol A Rachmad Wibowo, Danrem 042/Garuda Putih, Brigjen TNI M Zulkifli, Plt Deputi Darurat BNPB, Dody Ruswandi, Irtama BNPB Tetty Saragih, Wali Kota Jambi Syarif Fasha dan para pejabat Forkopimda Jambi lain, Doni mendengar penuturan Ali.

“Sosok seperti Pak Ali ini yang dibutuhkan di tengah masyarakat, untuk memutus mata rantai penyebaran COVID-19,” ujar Doni seraya menambahkan, “Indonesia perlu ‘Ali-Ali’ yang lain. Terutama saat Ramadan dan musim mudik Lebaran."

“Harapannya ‘Ali-Ali’ di seluruh Indonesia bisa proaktif mencegah penularan COVID-19, mulai larangan mudik, karantina bagi yang terlanjur mudik, dan ketat melaksanakan protokol kesehatan setiap saat.”

5 dari 5 halaman

Sosok Patriot Pandemi COVID-19

Menyimak kesiapsiagaan Ali meminta warga Kampung Payo Selincah diswab, Doni Monardo teringat kisah Sulaeman di Desa Waisika, Kecamatan Alor Timur Laut, Kabupaten Alor, Provinsi Nusa Tenggara Timur. 

Sulaeman, seorang Ketua RT yang dengan kesadaran tinggi mengevakuasi seluruh warganya ke tempat aman, sehingga ketika banjir bandang meluluhlantakkan permukiman mereka, semua warganya selamat.

“Jika Sulaeman pahlawan bencana alam, maka Ali patriot pandemi,” ucap Doni, yang juga Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).

Ali dinilai sosok yang disegani, didengar, dan dipatuhi oleh masyarakat. Kesadarannya yang tinggi tentang bahaya COVID-19, serta pemahamannya tentang pencegahan dan penanganan yang baik, membuat Ali bisa menyelamatkan keluarga besarnya di Payo Selincah dari paparan COVID-19.

Dari 28 warga yang terpapar, sebanyak 11 sudah dinyatakan sembuh. Sedangkan, 17 lagi, masih menunggu hasil pemeriksaan. Benar, hari itu, Doni Monardo memerintahkan dokter untuk melakukan pemeriksaan terhadap keluarga besar Ali.

Doni Monardo juga terkesan dengan pola hidup baru yang kemudian menjadi rutinitas warga. Ali menuturkan, setiap usai sholat subuh, ia keliling kampung mengajak warga keluar rumah, berolahraga bersama, tentu dengan menjaga jarak. 

“Kami senam COVID-19, senam dangdut, joget-joget, pokoknya gerak badan biar sehat,” katanya.

Selesai olahraga, matahari sudah mulai menerpa bumi. “Saya minta berjemur antara 15-30 menit. Yang laki-laki bebas berjemur di mana saja, yang penting terkena sinar matahari langsung,”” papar Ali, yang mengaku Pujakesuma, putra Jawa kelahiran Sumatera.

“Sedangkan perempuan, kumpul di salah satu rumah warga yang punya halaman belakang rumah cukup luas dan berpagar beton. Di sanalah, kaum perempuan berjemur.”

Terima kasih Ali, telah menginspirasi...

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.