Sukses

Takut ke RS Saat Pandemi, Banyak Pasien Gangguan Pendengaran Berobat Sudah Parah

Liputan6.com, Jakarta Pandemi COVID-19 membuat orang dengan masalah gangguan pendengaran enggan memeriksakan kondisinya ke rumah sakit karena takut tertular virus SARS-CoV-2. Mereka cenderung menunda pengobatan hingga kondisinya semakin parah.

Menurut Prof. Dr. dr. Jenny Bashiruddin, Sp. THT-KL(K) dari Perhimpunan Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala Leher Indonesia (PERHATI-KL), hal tersebutlah yang membuat kasus gangguan telinga meningkat selama pandemi.

Maka dari itu, pihak layanan kesehatan khususnya yang menangani telinga hidung tangan (THT) melakukan penyesuaian pada fasilitas dan layanan yang diberikan sesuai protokol kesehatan.

“Pelayanan sebelum pandemi itu dilakukan sebelum tatap muka, sekarang (setelah pandemi) kita banyak melakukan telekonsultasi untuk pasien-pasien yang memungkinkan, misal mendekatkan telinganya ke kamera ponsel untuk dilihat dokter,” ujar Jenny dalam seminar daring, Selasa (2/3/2021).

Namun, pemeriksaan jarak jauh seperti itu hanya dapat dilakukan oleh pasien dengan gangguan telinga luar. Untuk masalah telinga tengah dan telinga dalam, tetap memerlukan pemeriksaan secara tatap muka.

Perawatan di era pandemi mengharuskan pasien dan petugas kesehatan untuk menggunakan alat pelindung diri (APD).  Begitu pula untuk tindakan operatif pada kasus infeksi maupun implantasi koklea kini harus dilakukan dengan persiapan yang ketat dengan melakukan tes swab PCR sebelum operasi.

“Dan bila mungkin, ruangan operasinya harus bertekanan negatif.”

 

 

** #IngatPesanIbu

Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.

Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.

 

**Ibadah Ramadan makin khusyuk dengan ayat-ayat ini.

Simak Video Berikut Ini

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Penyesuaian Lainnya

Guna meminimalisasi penularan selama layanan, maka rumah sakit perlu menerapkan sistem zonasi dan skrining yang baik, lanjut Jenny.

“Jadi kalau kami di THT, kalau rumah sakitnya punya fasilitas untuk menskrining dulu maka biasanya dilakukan rapid test atau swab antigen, atau bila berkenan PCR, kalau negatif baru boleh bertemu dokternya.”

Membuat janji sebelum pertemuan juga perlu dilakukan untuk mengurangi masa tunggu di rumah sakit. Saat bertemu, pastikan menggunakan APD seperti masker, face shield, APD level 3 atau level 2 tergantung rumah sakitnya.

“Usahakan menggunakan transportasi pribadi untuk mengurangi penularan di transportasi umum. Jangan lupa membawa hand sanitizer dan cuci tangan sesering mungkin,” tutupnya.

3 dari 3 halaman

Infografis 6 Cara Ini Bisa Cegah & Obati Pasien COVID-19?

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.