Liputan6.com, Jakarta - Menko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Muhadjir Effendy mengungkapkan bahwa Presiden Joko Widodo meminta agar jatah libur akhir tahun 2020 dikurangi untuk mencegah lonjakan kasus COVID-19.
Namun, belum diputuskan berapa jumlah jatah libur panjang akhir tahun yang akan dipangkas.
Baca Juga
"Masalah libur, cuti bersama akhir tahun termasuk libur pengganti cuti bersama hari raya Idul Fitri, Bapak Presiden memberikan arahan supaya ada pengurangan," kata Muhadjir dalam konferensi persnya Senin kemarin.
Advertisement
Terkait hal ini, Ketua Departemen Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Tri Yunis Miko mengatakan, sesungguhnya bukan liburan yang menyebabkan lonjakan kasus COVID-19, tetapi adanya kerumunan.
"Liburannya sih tidak salah. Perilaku masyarakat yang liburan ke (satu) tempat yang sama, itu yang salah," kata Tri Yunis saat dihubungi oleh Health Liputan6.com pada Senin (24/11/2020).
Â
** #IngatPesanIbu
Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.
Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.
Â
Saksikan Juga Video Menarik Berikut Ini
* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.
Jangan Ada Kerumunan
Tri Yunis mengatakan, tidak masalah apabila pemerintah memangkas atau mempersingkat libur akhir tahun. "Kalau pemerintah mau memangkas itu hak pemerintah yang menentukan libur," ujarnya.
Menurutnya, strategi semacam itu boleh saja dilakukan jika belajar dari libur panjang pada Oktober lalu, di mana beberapa tempat wisata malah menjadi tempat berkerumun orang banyak.
"Ini kan dalam rangka mengurangi kerumunan, boleh saja."
Advertisement
Selain itu, pemerintah juga harus mampu berjaga-jaga dan melakukan pembatasan demi mencegah terjadinya kerumunan di akhir tahun.
Mengingat libur akhir tahun merupakan libur yang menyertai perayaan Natal dan Tahun Baru, Tri Yunis pun mengatakan, ada beberapa hal yang bisa dilakukan masyarakat untuk mencegah penularan COVID-19. Salah satunya adalah mengatur jalannya ibadat Natal.
"Mungkin Misa Natal dibatasi beberapa orang, atau 30 atau 40 persen dari kapasitas gereja, frekuensinya harus diperbanyak."
"Termasuk (tahun baru) juga harus diatur. Harus ada pembatasan sosial, tidak ada kerumunan," tegasnya. "Jadi clear saja, pemerintah mengatakan dilarang berkerumun, silahkan nyalakan kembang api, tapi sendiri."
Â
Advertisement
Infografis Libur Panjang dan Potensi Klaster Covid-19
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.