Sukses

Peneliti LIPI: Kondisi Pandemi Buat Tahap Pengembangan Vaksin Jadi Tumpang Tindih

Peneliti LIPI menyebut bahwa pandemi membuat tahap penelitian vaksin menjadi tumpang tindih

Liputan6.com, Jakarta Situasi pandemi yang dinilai mendesak membuat para ilmuwan berlomba-lomba mencari vaksin COVID-19. Bahkan, tahap penelitian yang seharusnya dilakukan secara runut bisa dikerjakan bersamaan.

Hal tersebut diungkap oleh peneliti dari Pusat Penelitian Biologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Wien Kusharyoto.

Ia menjelaskan, secara umum pengembangan vaksin membutuhkan proses pengujian pra-klinis atau uji coba pada hewan, fase 1, fase 2, hingga fase 3 yang tiap tahap membutuhkan waktu tak sebentar.

"Karena kondisi pandemi, semuanya serba tumpang tindih sekarang," kata Wien dalam sebuah temu media daring pada Selasa kemarin, ditulis Rabu (29/7/2020).

"Ada yang sedang mengembangkan tahap pra-klinis namun pada saat yang sama sudah mulai dilakukan uji klinis tahap 1 pada manusia," ujarnya.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Perusahaan Sedang Bertaruh

Selain itu pada beberapa studi, uji klinis tahap 1 pun juga digabungkan dengan tahap 2. Di saat yang sama, fasilitas atau pabrik untuk produksi pun juga sudah disiapkan.

"Jadi pada saat ini pada dasarnya, perusahaan-perusahaan ini sedang bertaruh bahwa vaksinnya nantinya aman dan efektif lalu layak dipasarkan, sehingga pada saat yang sama, mereka sudah mulai menyiapkan fasilitas produksi dalam jumlah besar."

Hal ini dilakukan agar nantinya, apabila vaksin sudah mendapatkan izin edar, produksi dalam jumlah yang lebih besar bisa segera dimulai.

Ia mengatakan, rekor vaksin tercepat yang pernah dibuat dipegang oleh vaksin measles atau campak. Hingga dipasarkan, vaksin tersebut membutuhkan waktu hingga 4 tahun.

Wien mengungkapkan bahwa uji klinis tahap kedua vaksin dari Sinovac pun belum sepenuhnya dikatakan selesai di negara asalnya, China. Mereka baru merampungkan diuji klinis tahap dua pada kelompok usia 18 sampai 59 tahun.

Ini berarti, Indonesia masih belum boleh melakukan uji klinis untuk mereka yang berusia di atas 60 tahun atau pada usia anak-anak.

"Karena uji klinis tahap dua ini belum dilakukan pada kelompok umur tersebut. Jadi harus bertahap," kata Wien.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.